Tim Jawa Pos
SEHARI menjelang Ramadan, saya sudah berada di Abu Simbel, sebuah kota perbatasan antara Mesir dan Sudan, Afrika. Kota kecil beraroma Mesir Kuno tersebut berjarak sekitar 1.200 km selatan Kairo. Itulah tempat saya start untuk bertafakur panjang selama bulan Ramadan 1431 H, dalam Jawa Pos Jelajah Sungai Nil, Sebuah Ekspedisi Spiritual. Saya bersama tim seperti akan memasuki sebuah ''lorong mimpi panjang'' ke abad-abad silam.
Ide ekspedisi ini muncul ketika saya sudah tinggal di Kairo, Mesir, selama dua bulan ini. Saya benar-benar terperangah menyaksikan situs-situs sejarah bernilai tinggi yang bertebaran di sepanjang Sungai Nil. Sungai terpanjang di dunia yang menyimpan rekaman peristiwa, sejak zaman Mesir Kuno sampai zaman keemasan Islam. Adrenalin jurnalistik saya tiba-tiba berdesir.
''Mimpi'' saya ternyata tak bertepuk sebelah tangan. Dengan antusias, Mas Leak Kustiya, pemimpin redaksi Jawa Pos, mendukung. ''Oke, Mas Agus. Kami dukung sepenuhnya ide Anda,'' ujar Mas Leak di seberang telepon.
Karena itu, saya pun segera menyusun rencana ekspedisi secepatnya. Ketika itu, Ramadan hanya tinggal sebulan. Sambil menyelesaikan buku serial ke-27 saya, Perlukah Negara Islam, yang terbit bulan lalu dan catatan-catatan mingguan yang saya tulis untuk Jawa Pos, saya menyempatkan diri mempelajari medan Sungai Nil secara cepat. Ternyata, bukan main eksotisnya! Tak salah jika saya menyusurinya.
Lima hari sebelum Ramadan, kami berempat berangkat naik mobil dari Kairo menuju Abu Simbel, tempat start saya. Saya dan istri -Anna Ratnawati- didampingi seorang pemandu jalan -Dadan S. Junaedy- dan seorang mahasiswa Al Azhar -Yovi Saddan- sengaja berangkat lebih awal. Itu memberikan kesempatan kepada kami untuk melakukan orientasi lapangan dengan baik. Kami menjadi tahu di mana harus menginap, berbuka puasa dan sahur, mengirim berita ke Jawa Pos via internet, dan sebagainya.
Inilah petualangan yang memadukan keterpesonaan menyusuri kemegahan sejarah masa lampau dengan keagungan karya Ilahi yang terhampar di sepanjang Sungai Nil. Saya berharap tafakur panjang ini mampu mengisi relung-relung jiwa kita selama ibadah Ramadan. Bulan yang penuh hikmah, di mana Allah menurunkan Alqur'an di dalamnya. Bulan membaca dan merenungi segala tanda-tanda kebesaran-Nya.
Apa Jadinya Afrika tanpa Sungai Nil
Nil adalah sungai ''kontroversial'' terpanjang di dunia yang melintasi sembilan negara Afrika. Di mulai dari Ethiopia, Zaire, Kenya, Uganda, Tanzania, Rwanda, Burundi, Sudan, dan Mesir. Panjangnya lebih dari 6.650 km. Bahkan, jika ditambah sungai-sungai anakan di bagian hulu, bisa mencapai lebih dari 6.990 km. Hampir tujuh kali panjang Pulau Jawa.
Soal panjang Sungai Nil, di kalangan geologi terjadi perdebatan. Sebagian mengatakan Nil masih kalah panjang dibanding Sungai Amazon di Amerika Selatan yang panjangnya juga lebih dari 6.990 km. Tapi, sebagian lagi bersikukuh mengatakan Nil adalah sungai terpanjang di dunia. Jadi, betapa menariknya. Soal panjangnya saja sudah menjadi perdebatan, sehingga membuat saya semakin penasaran.
Sebenarnya, perbedaan pandangan itu cuma soal cara mengukur. Pada kenyataannya, memang belum ada kesepakatan dalam menentukan titik awal pengukurannya. Terutama di bagian hulu. Apakah anak-anak sungai yang menjadi sumber mata air ikut diukur ataukah tidak. Jika anakan sungai ikut dihitung, Sungai Nil memang terpanjang di dunia. Tapi, jika tidak, Sungai Amazonlah pemenangnya.
Namun, semua itu tidak terlalu penting buat saya. Kalah menarik oleh profil Sungai Nil yang memang sangat memesona. Hulu sungai tersebut berada di danau terbesar di Afrika, Danau Victoria. Danau raksasa yang hampir-hampir pantas disebut ''laut air tawar''. Bayangkan, panjang danau itu sekitar 337 km dengan lebar 250 km. Hampir seluas Provinsi Jawa Timur. Kedalamannya rata-rata 40 meter. Danau itu menjadi wadah bagi air hujan dari kawasan pegunungan di sekelilingnya.
Saking luasnya, wilayah danau tersebut berada di tiga negara sekaligus, yakni di perbatasan Tanzania, Kenya, dan Uganda. Kawasan itu disebut dataran tinggi Plateau, Afrika Timur, yang menjadi sumber penghidupan tiga negara tersebut. Dari danau raksasa itulah mengalir Sungai Nil Putih yang melintas sampai ke Sudan.
Menariknya, sumber Sungai Nil tidak hanya berasal dari Danau Victoria, tapi juga dari Danau Tana di Ethiopia yang melahirkan Sungai Nil Biru. Lebih kecil dari Victoria, danau yang terletak di dataran tinggi Ethiopia itu berukuran 84 km x 66 km. Sungai Nil Biru dan Nil Putih kemudian bertemu dan menyatu di dekat Kota Khartoum, Sudan.
Dari situlah mengalir Sungai Nil yang melintas sampai ke negeri Firaun dan berakhir di Laut Mediterania, bagian paling utara Afrika. Sebuah hamparan laut yang sangat indah, yang menjadi pembatas negara Mesir dengan benua Eropa.
Sang Khalik sedang memamerkan ciptaan-Nya yang luar biasa kepada kita semua untuk menafakurinya. Sebuah aliran air yang demikian raksasa melintasi gurun pasir yang tandus dan menyengat panasnya. Allah Yang Maha Penyayang mengirimkan air untuk menghidupi makhluk-makhluk di sekitarnya. Menyuburkan tanah-tanah yang dilewatinya, sehingga hiduplah berbagai macam tetumbuhan yang menjadi sumber kehidupan manusia dan hewan. Lebih dari itu, aliran sungai tersebut kelak menjadi jalan transportasi, yang membuka peradaban zaman Mesir Kuno hingga kini.
Saya tidak bisa membayangkan apa jadinya Benua Afrika tanpa aliran Sungai Nil. Sebab, di padang pasir, air hujan hanya turun 2-3 kali setahun! Berkat adanya Sungai Nil itulah, muncul ''jalur hijau'' yang membelah Benua Afrika.
Di sepanjang lembah Nil itu pula penduduk Afrika mengonsentrasikan permukimannya. Luas permukiman tersebut hanya 10 persen di antara seluruh daratan Benua Hitam, sedangkan 90 persen lainnya berupa kawasan padang pasir tandus yang mengerikan untuk dihuni manusia!
أَوَلَمۡ يَرَوۡاْ أَنَّا نَسُوقُ ٱلۡمَآءَ إِلَى ٱلۡأَرۡضِ ٱلۡجُرُزِ فَنُخۡرِجُ بِهِۦ زَرۡعً۬ا تَأۡڪُلُ مِنۡهُ أَنۡعَـٰمُهُمۡ وَأَنفُسُہُمۡۖ أَفَلَا يُبۡصِرُونَ (٢٧
"Dan apakah mereka tidak melihat, bahwasanya Kami (Allah) menghalau air ke bumi yang tandus, laluKami tumbuhkan dengan air itu tanam-tanaman yang daripadanya binatang-binatang ternak dan mereka sendiri memperoleh makanan. Maka apakah mereka tidak memperhatikan?" [QS As Sajdah(32): 27].
ٱللَّهُ ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضَ وَأَنزَلَ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءً۬ فَأَخۡرَجَ بِهِۦ مِنَ ٱلثَّمَرَٲتِ رِزۡقً۬ا لَّكُمۡۖ وَسَخَّرَ لَكُمُ ٱلۡفُلۡكَ لِتَجۡرِىَ فِى ٱلۡبَحۡرِ بِأَمۡرِهِۦۖ وَسَخَّرَ لَكُمُ ٱلۡأَنۡهَـٰرَ (٣٢
"Allahlah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu, dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan bagimu sungai-sungai" [QS Ibrahim (14): 32].
Bersambung besok : Berpuasa 16 Jam dengan Suhu 43 derajat
Seri 2 : Berpuasa 16 Jam dengan Suhu 43 Derajat
Oleh AGUS MUSTOFA
Abu Simbel hari-hari ini sedang panas-panasnya! Suhu di luar mencapai 43 derajat Celsius. Bandingkan dengan Surabaya, yang 33 derajat celsius. Berjalan menyusun situs-situs Firaun di tepi Danau Nasser. Sungai Nil benar-benar ujian berat bagi orang yang berpuasa seperti di bulan Ramadan kali ini. SEBELUMNYA kami berharap uap air Sungai Nil bisa menyejukkan udara sekitar dengan kelembaban yang agak tinggi. Ternyata saya keliru. Uap air yang tampak mengepul di permukaan sungai ini tersapu angin padang pasir yang kering dibawa ke kawasan tandus di sekitar sungai. Walhasil, kelembaban udara di sekitar Abu Simbel hanya berkisar 20 persen. Sangat rendah dibandingkan dengan Surabaya dan kota-kota di Indonesia yang mencapai kisaran 50-80 persen.
Kombinasi antara suhu tinggi, kelembaban rendah, dan suasana berpuasa bia memunculkan ancaman kesehatan yang sangat gawat heat stroke dan dehidrasi -tersengat panas dan kekurangan cairan dalam tubuh. Mestinya, dalam cuaca sedemikian panas itu. kami harus banyak-banyak minum air untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang. Tapi, tidak bisa karena kami harus menunggu waktu berbuka puasa.
Padahal, pada musim panas seperti ini. waktu puasa justru lebih panjang. Bukan 14 jam seperti di Indonesia (pukul 4 pagi sampai pukul 6 sore), melainkan 16 jam (pukul 4 pagi sampai pukul 8 malam). Atau, bergeser ke pukul 7 malam, saat musim berganti ke dingin. Ya. sekarang ini. waktu shalat maghrib di Mesir sekitar pukul 8 malam. Sebab, matahari memang baru tenggelam pukul sekian. Yang di Indonesia, mestinya sudah masuk waktu Isya'.
Untunglah, saya masih berada di Abu Simbel. perbatasan Mesir-Sudan. Seandainya sudah berada di negara-negara yang lebih ke utara, yakni Benua Eropa, saya akan mengalami puasa lebih panjang. Keadaan menjadi lebih "mengerikan" kalau Anda berada di kawasan Eropa Utara. Di Finlandia, misalnya. Pak Dahlan Iskan (mantan CEO Jawa Pos yang kini menjadi Dirut PLN yang pernah mampir ke kutub utara, suatu ketika bercerita kepada saya bahwa di puncak musim panas, matahari Finlandia baru tenggelam setelah nongol selama 23 jam.
Artinya, kita mesti berpuasa menahan lapar dan minum saat siang selama 23 jam Kalau itu dialami satu-dua hari saja, mungkin kita masih bisa bertahan. Tetapi, kalau terus-menerus selama sebulan Ramadan, mungkin akan sangat-sangat berat.
Dan yang paling 'mengerikan' adalah berpuasa di sebuah kota kecil, di utaraMoskow, yaitu kota Leningrad. Kini namanya diganti menjadi St. Petersburg. Di kota itu, kata kawan saya Syaripudin Zuhri yang bekerja di KBRI setempat, mataharinya tidak tenggelam. Malamnya dikenal sebagai White Night ~ Malam Putih~ atau dalam bahasa Rusia disebut Bilii Nosii, karena mataharinya memang tidak tenggelam.
Tidak ada batas antara malam dan siang. Jam 10 malam matahari masih nongol. Jam 11 malam juga masih ada. Jam 12 malam pun masih kelihatan. Dan jam 1 pagi, matahari masih bersinar. Walhasil, hari-hari hanya ada siang, tanpa ada malam. Maka, bagaimanakah Anda menjalani puasa? Berpuasa 24jam? Dan kemudian bersambung dengan hari-hari berikutnya? Lantas, kapan pula shalat Maghrib dan Isya'nya ?
Apakah kewajiban ibadah puasa dan shalat menjadi gugur karena itu ? Tentu saja tidak. Dewasa ini. umat Islam seharusnya mengubah jadwal ibadah yang selama ini dihitung dengan menggunakan fikih tropis. Sistem itu sudah tidak sesuai untuk masyarakat Islam internasional yang tidak hanya tinggal di negara tropis, melainkan banyak yang hidup di negara-negara subtropis. Bahkan, ada pula astronot muslim yang sudah keluar angkasa.
Bukankah di luar angkasa tidak ada siang dan malam ? Sebab, siang dan malam itu hanya terjadi di bumi yang berputar pada sumbunya. Sementara itu. dari pesawat luar angkasa, matahari akan selalu terlihat.
Saya sudah membahas masalah ini dalam salah satu buku saya: 'Tahajud Siang Hari Zhuhur Malam Hari'. Saya memberikan usulan bagaimana seharusnya jadual ibadah umat Islam secara Internasional disusun. Yaitu, harus berpatokan pada Garis Bujur Bumi. Dengan cara itulah, kerancuan jadual internasional bisa diselesaikan. Sehingga, umat Islam tidak harus berpuasa melebihi batas kemampuan fisiknya sebagai manusia normal. Dan kitab suci al Qur'an sesungguhnya mengatur itu semua. Hanya saja, belum terakomodasikan dalam fikihTropis yang ada selama ini.
Ikhlas,Menjadi Kekuatan Utama Puasa
Gemericik air Sungai Nil menyadarkan bahwa saya masih berada di Mesir Di sebuah kota kecil perbatasan antara negeri Firaun itu dengan Sudan. yaitu Abu Simbel. Di kota tersebut, alhamdulillah, puasanya "cuma" 16 jam. Suhunya juga "masih" berkisar 40 derajat Celsius. Betapa beratnya mereka yang harus berpuasa di tengah padang pasir yang suhunya bisa lebih dari 50 derajat. Rasa syukur ini menyelinap ke dalam relung hati menyejukkan, mengalahkan teriknya matahari yang menyengat bumi.
Di sinilah kualilas puasa kita diuji. Apakah kita bisa melatih din untuk merelakan ibadah hanya karena Allah semata. Sebab, hanya orang-orang yang rela hati sajalah yang akan memperoleh hikmah maksimal dari puasa. Bagi mereka yang berpuasa dengan terpaksa, mekanisme kesehatan di dalam tubuh akan berjalan tidak seimbang. Asam lambungnya akan mengucur lebih deras, karena rasa tertekan dalam menjalankan puasa. Itulah, orang-orang yang merasakan lambungnya menjadi perih karena berpuasa. Penyakit maag-nya justru kambuh.
Sebaliknya, mereka yang melakukan puasa dengan rela hati dan ikhlas, akan memunculkan mekanisme hormonal yang baik bagi kesehatannya. Termasuk mekanisme asam lambung yang seimbang. Orang yang ikhlas, hatinya akan menjadi tenang dan tenteram. Tidak ada perasaan tertekan. Bahkan muncul optimisme yang menyebabkan munculnya kekuatan ekstra di dalam jiwanya. Semua itu menyebabkan ia mengalami proses penyehatan secara menyeluruh lewat puasanya.
شَہۡرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلۡقُرۡءَانُ هُدً۬ى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَـٰتٍ۬ مِّنَ ٱلۡهُدَىٰ وَٱلۡفُرۡقَانِۚ فَمَن شَہِدَ مِنكُمُ ٱلشَّہۡرَ فَلۡيَصُمۡهُۖ وَمَن ڪَانَ مَرِيضًا أَوۡ عَلَىٰ سَفَرٍ۬ فَعِدَّةٌ۬ مِّنۡ أَيَّامٍ أُخَرَۗ يُرِيدُ ٱللَّهُ بِڪُمُ ٱلۡيُسۡرَ وَلَا يُرِيدُ بِڪُمُ ٱلۡعُسۡرَ وَلِتُڪۡمِلُواْ ٱلۡعِدَّةَ وَلِتُڪَبِّرُواْ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَٮٰكُمۡ وَلَعَلَّڪُمۡ تَشۡكُرُونَ (١٨٥
"Bulan Ramadan, (adalah) bulan yang di dalamnya diturunkan Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang baik dan yang buruk). Karena itu, barangsiapa diantara kamu hadir di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu berbuka), maka (wajiblah ia mengganti) sebanyak hari yang ditinggalkannya pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur" [QS Al Baqarah (2):185].
Seri 3 : Takjub Berada di Kuil Ramses II
BUKAN hanya kuil itu yang membuat orang kagum. Patung-patung raksasa yang menempel di permukaan kuil tersebut juga demikian bagusnya. Ada sepuluh patung setinggi sekitar 20 meter yang berjajar di dua kuil. Di kuil sebelah kiri, ada empat patung (Ramses beserta dewa matahari). Sedangkan di kuil sebelah kanan, ada enam patung (antara lain Ramses II beserta istrinya, Nefer-tari, dan Hathor, sang dewi cinta).
Kuil sebelah kiri adalah kuil tempat peribadatan masyarakat Mesir kuno yang dipersembahkan untuk sang Fir'aun. Berada di depan kuil itu kita merasa kerdil. Rupanya, itulah memang yang diinginkan oleh Fir'aun. Agar siapa saja yang melihat patungnya merasakan betapa digdayanya dia. Sehingga pantas untuk disembah dan ditakuti, oleh kawan maupun lawan.
Dan ini ada kaitannya pula dengan letak Kuil Abu Simbel yang berada di tepi sungai Nil. Di zaman itu sungai Nil adalah lalulintas utama masyarakat Afrika. Fir'aun 'menggertak' siapa saja yang datang ke negerinya dengan ucapan 'Selamat datang' yang menggetarkan. Ya, Abu Simbel adalah kawasan terdepan Mesir bagi mereka yang datang dari arah selatan Afrika.
Mengenakan mahkota bertumpuk dua, empat patung Fir'aun yang menghadap sungai Nil itu mengapit pintu masuk ke dalam kuil. Mahkota bertumpuk dua menjadi lambang penyatuan kekuasaan antara Mesir Utara dan Mesir Selatan yang digenggamnya, setelah dinasti-dinasti sebelumnya terpecah. Ramses II adalah dinasti ke-19, yang hidup di abad ke-13 SM. Secara keseluruhan, para Fir'aun menguasai kerajaan Mesir selama 30 dinasti. Yaitu sejak sekitar 3200 tahun sebelum masehi sampai sekitar 332 tahun sebelum Masehi.
Memasuki serambi kuil, kami disambut pahatan di sepanjang dinding dengan berbagai goresan huruf hieroglif. Di dinding itulah firaun membuat provokasi-provokasi untuk menakut-nakuti siapa saja yang berani melawannya. Di antaranya, kami melihat gambar serombongan tawanan perang yang lehernya diikat dengan tali sambil berbaris. Rambut salah seorang tawanan itu dijambak firaun. Tawanan tersebut juga dipukuli dengan tongkatnya. Rupanya, ia ingin menampilkan kekuasaan yang tidak terkalahkan. Dan, mengancam siapa saja yang berani melawan kekuasaannya.
Dalam kuil, patung-patung raksasa firaun mengepung para pengunjung dengan berdiri tegak dan menempel pada pilar-pilar utama. Sekali lagi, penguasa Mesir kuno itu memberikan kejutan kepada para peziarah sekaligus ingin menunjukkan bahwa firaun merupakan orang alun yang rajin beribadah. Sebab, pada relief bagian dalam kuil itu, dia seolah menunjukkan kedekatannya dengan para dewa Mesir kuno. Dia tampak melakukan ritual peribadatan kepada para dewa yang disembah rakyat.
Yang menarik, di ruang terdalam, firaun menampilkan patungnya sebagai orang yang patut disembah. Di ruang itu, terdapat empat patung yang duduk berdampingan. Yakni, patung firaun serta para dewa utama dalam agama Mesir kuno. Ra Harakhty atau sang dewa matahari. Piah (dewa pencipta), dan Amun (dewa perang). Ruang itu menjadi tempat pemujaan utama. Ruangnya didesain sedemikian rupa sehingga sinar matahari hanya bisa menerangi tempat pemujaan itu selama dua hari dalam setahun. Yakni, setiap 22 Februari dan 22 Oktober. Itulah tanggal kelahiran dan pelantikan Ramses II sebagai raja Mesir.
Sayang, pada 1960-an UNESCO memindahkan kuil itu sehingga lebih tinggi 65 meter dan mundur 210 meter dari posisi semula. Penggeseran tersebut bertujuan menghindari air Sungai Nil yang meninggi sebagai dampak pembangunan Bendungan Aswan. Akibatnya, tanggal masuknya sinar matahari ke dalam kuil itu bergeser. Yakni, maju sehari, menjadi 21 Februari dan 21 Oktober.
Anak Dewa Matahari
Kata firaun berarti raja. Dia bukan nama orang, melainkan nama jabatan. Ada puluhan firaun yang berkuasa di Mesir sejak sekitar 3.000 tahun SM hingga keruntuhannya di tangan Kerajaan Parsi pada 343 SM. Setelah itu. Mesir jatuh ke tangan Iskandar Agung dari Yunani, tepatnya pada 332 SM, dengan ibu kota Alexandria.
Sementara itu. Ramses II adalah nama gelar. Dalam bahasa Mesir kuno, Ramses terdiri atas dua kata, yaitu "Ra" yang berarti dewa matahari dan "Mses" yang bermakna "dilahirkan oleh". Jadi. Ramses bermakna anak dewa matahari. Pada zaman Ramses II itulah lahir seorang rasul utusan Allah yang kemudian menjadi musuh utama raja itu, yaitu Nabi Musa.
Alquran menyindir dan mengkritik kecongkakan firaun dalam sejumlah ayat yang menggambarkan pcrtentangannya dengan Nabi Musa.
قَالَ رَبُّكُمۡ وَرَبُّ ءَابَآٮِٕكُمُ ٱلۡأَوَّلِينَ (٢٦
"Firaun berkata, Sungguh, jika kamu menyembah Tuhan selain aku, benar-benar aku akan menjadikan kamu salah seorang yang dipenjarakan" [QS 26:29].
فَقَالَ أَنَا۟ رَبُّكُمُ ٱلۡأَعۡلَىٰ (٢٤
"Firaun menegaskan. "Akulah tuhanmu yang paling tinggi" [QS 79:24].
Masyarakat Mesir kuno memang beragama pagan dan menyembah dewa-dewa dalam jumlah banyak yang terkait dengan alam. Ada dewa langit, angin, kematian, air, laut, gunung, api, udara, dan sebagainya. Jumlahnya sekitar 90 dewa. Namun, yang diakui paling hebat dari semua dewa adalah dewa matahari. Maka. Ramses II menggunakan kata "Ra" untuk nama depannya sebagai pertegas bagi rakyatnya bahwa dirinya adalah Tuhan terhebat yang harus diagungkan di antara Tuhan-Tuhan yang berjumlah puluhan itu!
Bersambung besok : Suku Nubi Nenek Moyang Bangsa Mesir Kuno
Turun dari kawasan Abu Simbel di perbatasan Sudan, kami sampai di kota Aswan. Sebuah kota yang ramai, berjarak 280 km kearah utara. Kami menempuhnya naik mobil dalam waktu sekitar 3 jam, melewati bukit bebatuan dan padang pasir yang tandus, di sepanjang sungai Nil. Enam kilometer sebelum memasuki kota, kami mampir di bendungan Aswan. Sebuah bendungan yang sangat besar dimana rakyat Mesir banyak menggantungkan kebutuhan hidupnya.
Bendungan raksasa yang dibangun dengan bebatuan sebanyak 17 kali Piramida Giza itu menampung air dalam jumlah yang sangat besar. Yang kemudian dimanfaatkan untuk membangkitkan listrik serta mengembangkan pertanian. Daya yang dihasilkan dari 12 turbin mencapai 2000 Megawatt, menyumbang 10 persen kebutuhan listrik masyarakat Mesir. Sedangkan, lahan pertaniannya, dengan adanya bendungan itu, menjadi bertambah luas 30 persen.
Yang menarik, kawasan ini juga tumbuh menjadi daerah wisata yang ramai. Bukan hanya oleh keindahan sungai Nil dan bendungan Aswannya, melainkan juga oleh begitu banyaknya situs-situs bersejarah suku Nubia disini. Suku asli berkulit hitam yang menurunkan masyarakat Mesir kuno.
''Bahasa dan budaya kami menjadi cikal bakal para Fir'aun dengan bahasa Hieroglyphnya,'' kata Ala'idin seorang Nubia yang perahunya kami sewa untuk menyusuri sungai Nil di kawasan Aswan. Ornamen-ornamen berbentuk piramida, obelisk, dan simbol-simbol lainnya sudah dikenal di suku ini sejak zaman sebelum kerajaan Mesir kuno berjaya.
Ala'idin tinggal di sebuah pulau paling besar dari sekian banyak pulau yang tersebar di tengah-tengah sungai Nil nan lebar. Namanya, Elephantine Island. Disana ada sekitar 3000 kepala keluarga yang terbagi dalam dua desa, yaitu Koti dan Siou.
''Dulu, suku Nubia menempati kawasan cukup luas yang sekarang tenggelam menjadi bendungan Aswan,'' papar lelaki ramah itu, saat saya berkunjung ke rumahnya. Ada sekitar 40 desa yang terendam oleh Danau Nasser yang terbentuk akibat dibangunnya bendungan raksasa. Karena danau yang terbentuk itu memang sangat luas, mencapai 550 km kali 35 km. Hampir separo panjang pulau Jawa. Kawasannya membentang dari perbatasan Sudan sampai ke kota Aswan.
Dan karena itu pula, kuil Abu Simbel harus dipindahkan ke bukit yang lebih tinggi 65 meter, dan mundur 210 meter dari tepi sungai Nil aslinya. Namun, puluhan desa dan berbagai situs peninggalan budaya Nubia lainnya tidak bisa diselamatkan. Beberapa kuil yang bisa diselamatkan direlokasi ke tempat yang lebih tinggi atau dihadiahkan kepada negara-negara sahabat yang ikut terlibat dalam proyek di tahun 1960-an itu. Diantaranya sebuah kuil utuh yang dihadiahkan kepada AS, yaitu kuil Dendur, yang kemudian direkonstruksi dan dipajang di Metropolitan Museum of Art, New York.
Sebagian besar suku Nubia dipindahkah kekawasan Kom Ombo di utara Aswan. Dan sebagiannya lagi masih tinggal dipulau-pulau sekitarnya yang tidak tenggelam. Termasuk keluarga Ala'idin yang sudah turun temurun sejak nenek moyangnya yang berasal dari kawasan Sudan. Lelaki berusia 39 tahun itu tinggal di rumah peninggalan orang tuanya yang asli Nubia. Dindingnya terbuat dari tanah liat, dan atapnya dari dahan dan dedaunan pohon kurma. Pintunya melengkung dan pendek khas suku Afrika.
Lelaki yang kelihatan jauh lebih tua dari umurnya itu, tinggal bersama istri dan dua anak lelakinya yang masih balita. Namanya Hassan dan Hussein. ''Saya mencintai keluarga Nabi Muhammad. Karena itu,anak-anak saya ini saya namai dengan nama cucu beliau, yaitu Hassan dan Hussein,'' tuturnya dalam bahasa Arab Amiyah. Lantas menambahkan, bahwa suku Nubia yang dulunya beragama Kristen Koptik, kini hampir seluruhnya beragama Islam.
Sewa Perahu Dapat Hadiah Lagu
taa rana
ay gee awwede nee
joukree inggoun man noug denee
zeena tounna kudrel
tou denggo mee gaharga
ak kash de nee...
dia berjanji akan datang kepadaku
dan ketika aku yang datang kepadanya
dia pergi menjauh
dia yang cantik mempesona
ternyata hanya mendatangkan masalah bagiku
Lagu klasik suku Nubia itu didendangkan Ala'idin sambil mengendalikan perahu layarnya. Dia terlihat sangat menikmatinya, sehingga kami menjadi ikut larut dalam iramanya yang mendayu-dayu khas 'cengkok' Afrika. Tanpa terasa, kami menepuk-nepukkan tangan secara berirama dan memukul-mukul kayu geladak perahu untuk mengiringinya. Benar-benar sore yang indah di tengah arus sungai Nil yang memesona.
Suku Nubia terkenal ramah dan baik hati. Mereka hidup berkelompok secara damai, dan tidak suka kekerasan. Solidaritasnya sangat tinggi, sebagaimana juga religiusitasnya. Mereka hampir tak pernah menolak ketika dimintai tolong. Bukan karena terpaksa, tetapi dengan tulus ikhlas dan senang hati. Tutur katanya halus, dengan nada yang hampir tidak pernah meledak-ledak seperti kebanyakan orang Mesir perkotaan.
Berkeliling di desa Koti, saya sempat mengunjungi rumah adat mereka dan shalat berjamaah di masjidnya yang cukup luas dan bersih. Warna-warni ornamennya khas Afrika berpadu dengan gaya Arabia. Cara beragamanya sangat moderat, dan terbuka terhadap perbedaan. Baik suku, bangsa, maupun agama.
Saya menangkap substansi beragama yang Islami di dalamnya, sebagaimana diajarkan dalam al Qur'an, 49:13, bahwa seluruh umat manusia ini sebenarnya satu saudara, tetapi diciptakan dalam berbagai suku bangsa dan budaya, agar saling kenal mengenal dan belajar satu sama lain. Orang yang terbaik adalah orang yang paling taat kepada Tuhannya, sambil memberikan manfaat sebanyak-banyaknya buat kehidupan umat manusia..!
Bersambung besok: Batu Granit Piramida Dikirim dari Aswan.
Seri 5 : Granit 50 Ton Ditarik Perahu Sejauh 900 Km
Hari kedua di Kota Aswan saya memanfaatkan untuk menelusuri tambang batu granit. Saya penasaran, karena menurut catatan sejarah, sejumlah situs bersejarah menggunakan batu granit Aswan sebagai pelapis bangunan pentingnya. Di antaranya Chamber of The King alias ruang mumi Firaun yang ada di Piramida Giza.
Saya sempatkan menelusuri tepian Sungai Nil dengan perahu Nubia. Ternyata benar, di sepanjang tepian sungai terpanjang di dunia itu banyak terdapat bukit granit merah keabu-abuan. Setelah itu, saya naik mobil lagi untuk menyusuri perbukitan di sekitar Aswan. Lagi-lagi, saya menemukan sejumlah kawasan yang mengandung batu granit merah dengan kualitas tinggi.
Salah satunya terdapat di tengah Kota Aswan. Di suatu tempat yang dikenal dengan nama Unfinished Obelisk. Kawasan itu dinamakan demikian karena ada sebuah tugu peninggalan sejarah yang unik, dari zaman Firaun perempuan bernama Hatshepsut pada abad ke-15 SM (sebelum Masehi). Tugu utuh sepanjang sekitar 30 meter itu masih melekat di bukit granit. Tugu itu tidak bisa dipindahkan karena bagian bawahnya memang masih utuh, menyatu dengan pertambangan granit di situ.
Granit Aswan disukai para Firaun untuk melapisi bagian tertentu piramida agar bisa bertahan ribuan tahun. Sebab, sebagian besar piramida itu memang dibangun dari batu kapur yang tidak sekeras granit, sehingga mudah lapuk termakan usia. Sedangkan granit dengan kepadatan yang lebih tinggi memiliki kekerasan dan daya tahan lebih lama, serta memberikan hawa sejuk di dalam ruangan.
Hanya, yang masih membuat penasaran para peneliti peradaban Mesir kuno adalah bagaimana para pekerja di zaman itu membawa bongkahan-bongkahan granit berukuran besar dari Aswan ke Giza. Sebab, bagian atas Chamber of The King ternyata terbuat dari batu granit utuh seberat 50 ton. Selain itu, tergambar dalam lukisan papirus, mereka membawa obelisk berukuran puluhan meter dalam keadaan utuh dengan perahu menuju muara Sungai Nil. Di daerah Alexandria ditemukan lokasi obelisk seperti yang tergambar dalam lukisan-lukisan itu.
Berdasar catatan dan lukisan pada kertas papirus, batu granit Aswan dibawa ke Giza yang berjarak lebih dari 900 km dengan perahu. Mereka memanfaatkan Sungai Nil sebagai jalur transportasi. Tetapi, perahu sebesar apakah yang mampu mengangkut batu seberat itu? Bagaimana pula teknis loading-nya supaya perahu tidak tenggelam? Bagaimana caranya agar batu itu bisa sampai ke kompleks Piramida Giza, bahkan dinaikkan ke bagian paling atas piramida pada ketinggian sekitar 100 meter dari atas tanah itu?
Sebagian pertanyaan itu kini mulai terjawab. Di sebelah Piramida Giza terdapat sebuah perahu yang dikenal sebagai Solar Barque alias Perahu Matahari. Perahu itu dipercaya sebagai alat angkut batu-batu piramida yang besar-besar dan berat-berat. Tetapi, menurut perkiraan para ahli, Perahu Matahari hanya memiliki kemampuan angkut sekitar 30 ton. Jadi, bagaimana perahu itu bisa mengangkut batu 50 ton?
Seorang ilmuwan Jerman Franz Lohner memberikan gambaran bahwa batu bertonase tinggi itu dimuat dua perahu yang bergerak secara paralel dengan dihubungkan papan pengangkut batu di bagian tengahnya. Jadi, dua perahu itu seperti menjadi ''pemikul'' di kanan kiri batu. Dengan cara ini, bobot batu 50 ton bisa terangkut oleh dua perahu ''pemikul'' itu.
Selain itu, saat bongkar muat menjadi lebih rasional dan tidak membuat perahu oleng ataupun tenggelam. Pasalnya, batu granit tersebut up-loaded dari arah depan perahu langsung ke arah papan pengangkut dengan menggunakan papan miring yang diberi gelondong kayu sebagai roller-nya. Begitu juga sebaliknya, ketika down-loaded.
Setelah itu, dua perahu ''pemikul'' itu ditarik perahu lain di depannya, mengikuti aliran Sungai Nil menuju Giza. Untuk menempuh jarak 900 km itu, perjalanan perahu membutuhkan waktu sekitar sebulan. Itu karena kecepatan aliran Sungai Nil hanya berkisar 30 km per hari.
Masyarakat Mesir kuno ternyata tidak asing dengan ilmu-ilmu fisika dan matematika terkait dengan konstruksi bangunan. Bahkan, mereka termasuk ahli di dalam bidang ini, sehingga bisa membuat bangunan-bangunan megah dan menakjubkan seperti istana Firaun dan berbagai piramida tempat mereka dimakamkan dan bisa bertahan ribuan tahun. Mereka memanfaatkan hukum alam yang telah tersedia di sekitarnya dengan sangat cerdas dan cerdik.
Maka, sesampai di kawasan Giza, perahu pengangkut bebatuan granit itu dibelokkan lewat kanal-kanal menuju depan kompleks piramida, dengan cara ditarik oleh ratusan orang. Dugaan itu menjadi rasional karena ternyata di antara Sungai Nil dan kompleks piramida memang ada kanal tua yang disebut Kanal Memphis. Kanal itu berujung di sebelah patung Spinx, singa berkepala manusia, di dekat Piramida Cheops.
Pelajaran bagi Orang Berakal
Alam diciptakan Allah dengan sunnatullah yang sempurna. Siapa saja yang mempelajari hukum alam dengan baik, dia akan memperoleh kemudahan dalam hidupnya. Sebab, berbagai fasilitas sudah disediakan oleh sang Pencipta. Manusia tidak pernah menciptakan apa pun. Kita tinggal memanfaatkan belaka. Itu pula yang dilakukan penduduk Mesir kuno saat mengangkut batu-batu raksasa superberat tersebut.
Gaya angkat air yang menyebabkan kapal bisa mengapung di sungai atau lautan, gaya angkat udara yang menyebabkan pesawat bisa terbang, gaya gravitasi bumi yang menyebabkan benda jatuh ke bawah, gaya magnet, gaya listrik, sampai gaya nuklir yang menyatukan partikel-partikel di tingkat inti atom, semua adalah hukum alam yang diciptakan sang Penguasa. Hanya manusia berakal yang bisa mengambil pelajaran dari semua itu. Entah dia beragama atau tidak. Sebab, sesungguhnya Allah adalah Zat Yang Maha Pemurah kepada siapa saja.
Karena itu, dalam berbagai firman-Nya, Allah menyadarkan peran Tuhan dalam kehidupan manusia.
رَّبُّكُمُ ٱلَّذِى يُزۡجِى لَڪُمُ ٱلۡفُلۡكَ فِى ٱلۡبَحۡرِ لِتَبۡتَغُواْ مِن فَضۡلِهِۦۤۚ إِنَّهُ ۥ كَانَ بِكُمۡ رَحِيمً۬ا (٦٦
''Tuhanmu adalah yang melayarkan kapal-kapal di lautan untukmu, agar kamu mencari sebagian karunia-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyayang terhadapmu" [QS 17:66].
وَلَقَد تَّرَكۡنَـٰهَآ ءَايَةً۬ فَهَلۡ مِن مُّدَّكِرٍ۬ (١٥
"Dan, sesungguhnya telah Kami jadikan kapal itu sebagai pelajaran, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran ?" [QS 54: 15].
Bersambung besok : Bertafakkur, menyusuri sungai terpanjang di dunia
Masjid Abu Al Haggag Berdiri di Atas Kuil Fir'aun
Meskipun belum puas berada di kota Aswan yang indah, kami harus segera turun gunung menuju Luxor. Ini adalah 'Mekahnya' masyarakat Mesir Kuno, sekaligus pusat pemerintahan para Fir'aun di zaman New Kingdom. Jaraknya sekitar 210 km dari kota Aswan ke arah utara. Kami menempuhnya selama 3 jam perjalanan darat dengan menggunakan mobil, menyusuri tepi timur Sungai Nil, melewati kota-kota Kom Ombo, Edfu, dan Esna.
Memasuki kota Luxor yang indah, kami langsung menuju ke Luxor Temple. Sebuah kuil yang menjadi salah satu pusat peribadatan agama Mesir waktu itu. Bangunan yang megah itu sudah tidak utuh lagi. Tetapi pilar-pilarnya yang kokoh masih berdiri tegak menyanggah reruntuhan atap bangunannya.
Yang saya merasa aneh, di antara reruntuhan kuil itu berdiri sebuah masjid yang indah. Dan unik. Pilar-pilarnya menjadi satu dengan pilar kuil, tetapi masjid itu berdiri di bagian bekas atap kuil Luxor. Itulah masjid Abu al Haggag, seorang Sufi abad pertengahan yang hidup di zaman Bani Abbasiyah. Dia yang hidup di abad 12 M itu berasal dari Baghdad, Iraq dan kemudian menetap di daerah bekas ibukota Mesir kuno untuk menyebarkan Islam.
Rasa penasaran saya berkurang setelah berkeliling masjid. Ternyata, masjid ini didirikan secara 'tidak sengaja' pada posisi atap kuil. Awalnya, kuil Luxor sudah terpendam karena runtuh ribuan tahun yang silam. Semakin lama, badan kuil itu semakin dalam terpendamnya. Dan, yang kelihatan hanyalah ujung-ujung tiang yang kokoh, mencuat di permukaan tanah.
Sang Sufi lantas memanfaatkan tiang-tiang itu untuk membangun masjidnya, tanpa membongkar sisa-sisa kuil yang memang sangat megah. Bahkan, ornamen-ornamen yang melukiskan para dewa pagan di zaman Mesir kuno pun masih utuh. Termasuk huruf-huruf Hieroglyph yang merekam sejarah masa lampau. Juga, gambar para Fir'aun yang memang lazim dipahatkan didinding-dinding kuil, di ruang peribadatan mereka.
Ketika pemerintah Mesir melakukan penggalian kembali situs bersejarah itu, di tahun 1885 M, barulah ketahuan bahwa masjid Abu al Haggag sebenarnya berdiri di atas reruntuhan kuil Fir'aun. Namun pemerintah Mesir memutuskan untuk membiarkan saja bangunan masjid di atas kuil itu, karena justru menjadi daya tarik yang sangat unik bagi para peziarah. Bahkan, kemudian memperbaikinya menjadi lebih bagus.
Sekarang, kalau kita melihat keluar dari dalam masjid ke arah belakang lewat jendela, kita menjadi tahu bahwa di bawah masjid itu ada kuil besar peninggalan Fir'aun. Disana kelihatan pilar-pilar yang kokoh yang menyanggah ruang-ruang peribadatan yang luas. Masjid ini berada belasan meter di atas lantai dasar kuil. Akan tetapi, karena pintu masuknya dari arah yang berbeda, maka pintu utama masjid bisa diakses dari halamannya lewat anak tangga seperti lazimnya.
Yang menarik, Syekh Abu al Haggag tidak memusnahkan sisa-sisa peninggalan kuil itu. Bahkan memanfaatkannya. Selain membiarkan pilar-pilarnya untuk menyangga bagunan masjid, sang Sufi membuat ruang imam shalat dengan cara mencekunginya. Jadi, tempat imam memimpin shalat itu berada di cekukan pilar raksasa. Disisinya, ia lantas menempatkan mimbar utama untuk tempat berkhutbah.
Selain itu, jika kita melihat kebagian atas mimbar, kita akan menyaksikan guratan-guratan huruf Hieroglyph beserta gambar-gambar para fir'aun dengan dewa-dewa pagannya. Jadi, terasa aneh dan unik. Karena, biasanya di dalam masjid tidak boleh ada gambar, patung, atau apalagi dewa-dewa. Namun, semua itu malah bertempat di atas imam yang memimpin shalat. Luar biasa..!
Bukannya dimusnahkan, bagian tersebut kini malah diekspose dengan cara memberikan bingkai kaca, dan diberi lampu. Orang-orang yang shalat di sana sudah terbiasa dengan hal itu. Dan tidak mempermasalahkannya. Atau, takut dianggap menyembah dewa-dewa pagan, misalnya. Mereka, para penganut tasawuf itu, tahu persis bahwa mereka tidak menyembah para dewa. Shalat mereka adalah untuk mengagungkan Tuhannya, Allah SWT, Sang Penguasa yang meliputi alam semesta..!
* * *
Melihat masjid Abu al Haggag yang unik, saya jadi teringat pada pertanyaan seseorang, tentang kenapa umat Islam shalat menghadap ke Ka'bah. Seakan-akan umat Islam menyembah bangunan batu berbentuk kubus hitam itu. Apalagi, ada yang lantas menganggap Allah berada di dalam Ka'bah, karena umat Islam menyebut Ka'bah dengan sebutan Baitullah – Rumah Allah. Tentu saja, pertanyaan seperti ini menunjukkan orang itu tidak mengerti konsep ketuhanan di dalam Islam.
Tidak hanya orang-orang yang di luar Islam, yang sudah beragama Islam puluhan tahun pun kadang-kadang tidak paham tentang hal ini. Sehingga, ketika beribadah haji, sebagian mereka merasa lebih dekat kepada Allah karena berada di dekat Ka'bah. Karenanya, seorang kawan saya bertanya: ''lho, apakah kalau kita berada di Indonesia, itu sama artinya kita kalah dekat terhadap Allah, dibandingkan dengan orang-orang Arab yang tinggal disekitar Mekah?''
Tentu saja, menjadi lucu pemahamannya. Karena sesungguhnya itu hanyalah distorsi pemahaman dari mereka yang tidak memahami konsep tauhid seperti diajarkan oleh al Qur'an. Mereka terbawa tradisi dan ajaran yang simpang siur dari mulut ke mulut saja. Maka, dengan tegasnya al Qur'an mengatakan bahwa Allah itu tidak menempati ruang alam semesta, melainkan justru alam semesta inilah yang berada di dalam Zat-Nya yang Maha Besar.
Bukan Tuhan yang berada di dalam surga, melainkan surga yang berada di dalam Tuhan. Bukan Tuhan yang berada di dalam alam Akhirat, melainkan Akhirat itulah yang berada di dalam kebesaran Diri-Nya. Apalagi, Ka'bah. Bukan Allah yang berada di dalam Ka'bah, tetapi Ka'bah itulah yang berada di dalam Allah.
Karena itu, kata Allah di dalam al Qur'an, seluruh langit dan bumi ini adalah milik-Nya semata. Dan adalah Diri-Nya meliputi seluruh alam semesta. Dia berada dimana saja bersama kita, bukan karena Dia berjumlah banyak, melainkan karena Dia Maha Besar meliputi segala yang ada.
وَلِلَّهِ مَا فِى ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَمَا فِى ٱلۡأَرۡضِۚ وَڪَانَ ٱللَّهُ بِكُلِّ شَىۡءٍ۬ مُّحِيطً۬ا (١٢٦
'' Kepunyaan Allah apa yang di langit dan apa yang di bumi, dan adalah Allah Maha Meliputi segala sesuatu'' [QS 4:126].
Jadi, tidak heran jika sang Sufi Abu al Haggag dengan mantapnya meyakini, bahwa gambar-gambar dewa dan ornamen Mesir kuno yang ada di atas mihrab itu, tidak bisa sedikit pun memengaruhi kekhusyukan shalatnya. Karena, sesungguhnya Allah sedang bersama siapa saja yang menghunjamkan perasaan ihsan dalam ibadahnya, yaitu merasakan kebersamaan dengan Sang Pencipta dalam seluruh kesadarannya..!
Bersambung besok : Kemegahan Fir'aun di Luxor pun Runtuh.
Selain mengunjungi Luxor Temple, saya mengunjungi Karnak Temple. Inilah kuil terbesar di zaman Mesir Kuno, selama berabad-abad. Kuil Karnak, bersama kuil Luxor menjadi pusat peribadatan masyarakat Mesir di zaman Fir'aun. Ibaratnya, sama dengan masjid al Haram dan masjid Nabawi bagi umat Islam. Disinilah, para penganut agama pagan mengadakan festival tahunan yang sangat meriah, yang disebut sebagai festival Opet. Saya mencoba menelusurinya dengan berkendara kereta kuda, atau yang dikenal masyarakat Mesir dengan sebutan Hantour.
Jarak antara kuil Luxor dan kuil Karnak sekitar 3 kilometer. Karnak di utara, dan Luxor di selatan. Kedua tempat itu menjadi rute arak-arakan sambil membawa patung dewa matahari, Amun Ra. Amun adalah dewa perang yang gagah perkasa, sedangkan Ra adalah dewa matahari. Maka, dalam mitologi Mesir Kuno, Amun Ra adalah Raja Dewa Matahari. Atau, rajanya para tuhan – King of Gods.
Sang Amun Ra diusung di atas sebuah replika kapal bersama istrinya Mut, dan anaknya, Khons. Mereka menjadi Trinitas di agama Mesir Kuno, yang kemudian diadaptasi oleh sejumlah agama sesudahnya. Keramaian festival tahunan itu diabadikan di dinding-dinding kuil Luxor, selatan Karnak. Diantaranya, ada sejumlah artis yang sedang terlihat melakukan akrobat dalam irama pukulan genderang.
Memasuki kuil Karnak kita merasa kecil. Kompleknya yang sangat luas, berukuran 1,5 kilometer kali 800 meter, bisa menampung peziarah sebanyak 80 ribu orang. Dari kejauhan sudah tampak pintu gerbangnya yang megah. Jauh lebih megah dibandingkan dengan Kuil Abu Simbel. Pilar-pilarnya yang besar berjumlah 134 buah menjulang tinggi ke angkasa.
Memasuki halaman depan kuil, kita disambut oleh deretan patung domba berbadan Singa. Bentuknya mirip patung spinx~ singa berkepala manusia ~ di piramida Giza. Tetapi berjumlah puluhan, berjejer di kanan kiri jalan utama menuju pintu gerbangnya. Cukup terasa kolosalnya. Kawasan ini disebut sebagai Thariqul Kibasy alias JalanDomba.
Di ujung Jalan Domba ini kita sampai ke pintu gerbang utama. Pintu gerbangnya adalah gapura yang menjulang tinggi puluhan meter di kanan kiri jalan utama. Semacam gapura selamat datangnya propinsi Jawa Timur atau Bali. Bedanya, gapura ini penuh dengan ornamen-ornamen khas Mesir kuno, dan huruf-huruf Hieroglyph yang bercerita sejarah masa lampau. Warnanya coklat tanah, khas kawasan padang pasir.
Melewati gapura raksasa, kita segera sampai di lorong pilar-pilar yang juga raksasa. Ratusan pilar yang diameternya lebih besar dari pelukan tiga orang dewasa itu menjadikan kita seperti berada dalam hutan tiang-tiang beton. Berdecak-decak kita dibuatnya, sambil membayangkan betapa hebatnya para arsitek yang membangunnya.
Lorong 'hutan pilar' itu kira-kira sejauh 100 meter, dan berhenti di sebuah lapangan luas untuk menggelar berbagai acara ibadah. Di sebelah kirinya ada kolam penyucian. Di sebelahnya lagi adalah ruang-ruang para pendeta, yang konon berjumlah ribuan orang dan tinggal di kuil itu juga.
Bangunan kuil raksasa ini memiliki ruang-ruang yang banyak dan luas. Menurut catatan sejarah, itu adalah perluasan-perluasan yang dilakukan oleh para Fir'aun sepanjang beberapa dinasti kekuasaannya, dalam rentang waktu 1500 tahun. Yakni, mulai abad 20 SM – 5 SM. Kemegahan kuil Karnak juga terlihat dari namanya dalam bahasa Mesir kuno: Ipet-Isut, yang berarti Tempat Paling Sempurna.
Kuil yang menjadi pusat peribadatan agama pagan selama beberapa abad itu menjadikan Dewa Matahari sebagai Tuhan tertingginya. Meskipun, mereka juga menyembah dewa-dewa yang lebih kecil kekuasaannya. Karena itu, kota Luxor dikenal sebagai tempat bersemayamnya Amun Ra. Luxor yang berasal dari bahasa Arab al Aqshar - berarti 'Istana-istana Raja' itu - memang identik dengan Amun Ra. Sedangkan nama asli kotaLuxor dalam bahasa Mesir kuno adalah Thebes.
Dibandingkan kuil Abu Simbel, kuil Karnak jauh lebih megah dan lebih luas. Karena, kuil Abu Simbel memang dipersembahkan hanya untuk satu Fir'aun, yaitu Ramses II beserta istrinya. Sedangkan kuil Karnak dan Luxor dipersembahkan kepada sekian banyak Fir'aun yang berkuasa selama beberapa abad di era New Kingdom. Setiap Fir'aun yang sedang berkuasa selalu memberikan sentuhan untuk menambah dan mempercantiknya, sehingga semakin lama semakin besar dan megah. Apalagi kedua kuil itu berada di ibukota kerajaan.
Sedemikian megah kuil dan kerajaan Fir'aun, akhirnya tak tahan juga melawan waktu. Kuil yang mulai dibangun pada abad 20 SM itu akhirnya runtuh seiring dengan jatuhnya kerajaan Mesir ke tangan orang-orang asing yang menjajahnya. Diantaranya adalah bangsa Libya, kemudian suku Nubia, Parsi, dan akhirnya bangsa Yunani yang dipimpin oleh Alexander The Great, atau Iskandar Zulkarnaen. Di bawah pemerintahan orang Yunani inilah ibukota Mesir, Luxor, dipindahkan ke Alexandria di tepi laut Mediterania sampai 1000 tahun kemudian. Nama kota Alexandria sendiri diambil dari nama Alexander The Great. Atau, kita kenal juga sebagai Iskandariyah, yang diambil dari nama Iskandar Zulkarnaen.
* * *
Menyaksikan reruntuhan kuil Karnak dan Luxor, saya seperti sedang menonton film dokumenter tentang runtuhnya kekuasaan para Fir'aun yang berjaya selama berabad-abad. Sebuah simbol kekuasaan dan ambisi tanpa batas yang membuat mereka lupa, sehingga sampai mengangkat dirinya sebagai tuhan bagi sesama. Dimulai dari Memphis sebagai ibukota Old Kingdom, kemudian pindah ke Luxor yang menjadi ibukota New Kingdom, dan lantas pindah ke Alexandria di zaman Yunani dan Romawi.
Sejarah mencatat kisah mereka sebagai pelajaran besar bagi umat manusia. Sebuah mercusuar yang menjulang tinggi diantara mercusuar-mercusuar lain dalam sejarah peradaban. Pemain sejarah yang menonjol selain Mesir, adalah Kerajaan Parsi, Yunani, Romawi dan Kekhalifahan Islam. Sang Pencipta mempergilirkan kekuasaan itu kepada bangsa-bangsa yang berbeda untuk menggerakkan drama kehidupan manusia. Yang demikian ini diabadikan dalam ayat-ayat-Nya di dalam al Qur'an.
''Dan kaum Fir'aun yang mempunyai pilar-pilar yang megah, yang berbuat sewenang-wenang di dalam negeri, lalu mereka berbuat banyak kerusakan di dalam negeri itu" [QS 89:10-12].
وَأَنشَأۡنَا مِنۢ بَعۡدِهِمۡ قَرۡنًا ءَاخَرِينَ (٦ .......
"...dan Kami ciptakan sesudah mereka generasi yang lain" [QS 6:6].
فَجَعَلۡنَـٰهُمۡ سَلَفً۬ا وَمَثَلاً۬ لِّلۡأَخِرِينَ (٥٦
Dan Kami jadikan mereka sebagai pelajaran dan contoh bagi orang-orang yang (hidup di zaman) kemudian. [QS 43:56].
Maka, nilai seorang manusia dan bangsa adalah terletak kepada kemanfaatnnya dalam membangun peradaban yang mulia. Yang memanusiakan manusia, dan menghargai sesama dalam kebersamaan sebagai makhluk Tuhan yang Maha Adil dalam Kekuasaan-Nya. Bukan pada kepongahan untuk merendahkan siapa saja, dan mengangkat diri sedemikian tinggi
Bersambung besoknya. Toh akhirnya, terbukti runtuh juga ..!
Bersambung besok : Lembah, diincar pemburu harta Fir'aun
Persis di depan penginapan saya, di seberang sungai Nil, ada sebuah lembah yang dikelilingi gunung dan bukit-bukit berbentuk mirip piramida. Kawasan bebatuan yang tandus itu terletak di tepian barat sungai Nil yang airnya mengalir tenang. Disanalah jenazah 62 Fir'aun dan keluarganya dikuburkan, khususnya dari era New Kingdom yang beribukota di Luxor, abad 15 – 10 SM.
Beberapa nama terkenal ada di kompleks pemakaman itu, diantaranya adalah jenazah Thutmosis, Amenhotep, Ramses dan Tutankhamun yang muminya masih utuh serta bisa disaksikan hingga sekarang. Jenazah Tutankhamun ada di lokasi makam, sedangkan Ramses II sudah dipindahkan ke museum Kairo. Beribu-ribu koleksi peninggalan sejarah Mesir yang tersebar di seluruh dunia ternyata berasal dari Valley of The King ini.
Untuk berziarah ke makam para raja itu kita bisa melalui 3 jalan. Dengan menggunakan mobil pribadi melewati jalan yang agak memutar. Dengan Perahu layar bisa langsung dari depan penginapan. Dan menggunakan balon udara ikut program yang disediakan pihak hotel. Kami memilih menggunakan mobil saja, agar bisa leluasa melakukan eksplorasi ke situs-situs lainnya di kota Luxor.
Dalam waktu 40 menit, kami sampai di pintu gerbang Valley of The King. Disini kami mengabadikan perbukitan yang menjadi kompleks pemakaman itu, karena ternyata di dalam tidak boleh melakukan pemotretan. Kami yang sembunyi-sembunyi memotret, hampir saja kena denda 1000 USD untuk setiap gambar yang diambil. Dan petugasnya memerintahkan menghapus file-file di dalam kamera. Maka, kami pun mengambil foto dari seberang sungai Nil, dari dermaga perahu layar.
Lokasi lembah para raja dipilih oleh Fir'aun Thutmosis 1 yang berkuasa di tahun 1528 – 1510 SM. Dan kemudian diikuti oleh raja-raja sesudahnya. Dalam mitologi Mesir kuno, jenazah para mumi akan memasuki alam keabadian jika mereka dikuburkan di bawah bangunan berbentuk Piramida. Karena itu, meskipun mereka tidak membangun Piramida seperti di zaman Old Kingdom yang beribukota di Memphis, mereka menerapkan filosofi yang sama, yaitu memilih perbukitan batu yang berbentuk Piramida sebagai makamnya.
Makam, dalam tradisi para penyembah matahari, selalu ditempatkan di tepi barat sungai Nil. Ini menjadi simbol pertemuan mereka dengan sang dewa matahari ~ Amun Ra ~ di tempat tenggelamnya, di ufuk barat. Karena itu, di dinding-dinding lorong makam itu dipahatkan sebentuk cerita, bahwa orang yang mati akan bertemu dengan dewa matahari setelah berlayar menggunakan perahu menuju alam keabadian.
Dalam gambar-gambar itu disimbolkan adanya dua belas pintu dengan para penjaganya yang memeriksa mereka dalam gelap malam. Kenapa jumlahnya ada duabelas pintu? Karena malam hari, menurut kisah itu ada 12 jam. Setelah melewati pintu-pintu itu, mereka berharap bertemu dengan dewa matahari, Amun Ra yang mereka sembah, saat matahari 'terbit di esok hari' di alam keabadian.
Pada saat meninggal, para Fir'aun selalu membawa bekal untuk 'hidup' di sana. Mulai dari makanan kesukaan, pakaian, perhiasan, kereta perjalanan, sampai perlengkapan rumah tangga seperti meja kursi dan lain sebagainya, yang menjadi 'kebutuhannya'. Selain itu, juga dibuat patung-patung dirinya dalam ukuran sesungguhnya yang dipajang di dekat ruang penempatan jenazah. Patung itu dibuat dalam wajah yang masih muda sebagai simbol keabadian kehidupan mereka disana.
Semua perbekalan dan barang-barang berharga ditanam bersama dengan jenazah yang sudah dimumifikasi. Di dalam perut bukit itu dibuat lorong panjang yang menuju ke ruang penempatan mumi di bagian paling ujung. Di sepanjang lorong itulah dibuat ruang-ruang untuk menempatkan perbekalan. Dan di sepanjang dindingnya dipahatkan berbagai ornamen dan gambar yang mengisahkan sejarah hidup sang Firaun, sampai perjalanannya menuju alam keabadian. Cerita itu disebut sebagai 'Kitab Kematian'.
Yang menarik, ketika ditemukan oleh para arkeolog, makam-makam di kawasan Lembah Raja itu ternyata sudah banyak yang kosong. Harta benda di dalamnya sudah lenyap, bahkan bersama muminya. Perut bukit-bukit berbentuk piramida itu sudah berlubang-lubang dibobol para pemburu harta Firaun. Ada yang berasal dari penduduk setempat, tetapi banyak juga yang berasal dari luar Mesir.
Selain harta berupa emas dan perhiasan, barang-barang bersejarah itu memiliki nilai yang sangat tinggi di tangan para kolektor. Apalagi muminya. Tidak heran, sebagian besar benda-benda bersejarahnya bertebaran di museum-museum luar negeri, diantaranya ada di British Museum (London), di Louvre Museum (Paris), di Turin Museum (Italy), dan di Berlin Museum (Jerman). Belum lagi yang berada di tangan kolektor-kolektor pribadi. Diperkirakan, yang beredar di luar Mesir lebih dari 1 juta barang peninggalan. Padahal, yang tersimpan di Museum Kairo hanya sekitar 200 ribu benda saja.
Sejak itu, Lembah Raja menjadi obyek wisata yang sangat menarik perhatian dunia. Dan ketika saya berkunjung ke sana, penjagaannya luar biasa ketatnya. Sehingga, tidak sebagaimana di situs-situs lainnya di Mesir, di kawasan ini pengunjung dilarang memotret. Mungkin takut masih ada harta para Fir'aun yang tersembunyi disana. Tidak heran, pemerintah lantas merekrut penjaga dari keluarga Ala' Abdurrasul, yang dikenal sebagai pencuri andal kuburan-kuburan Fir'aun secara turun temurun di kawasan ini.
Namanya adalah Ali bin Ala' Abdurrasul, yang saya temui di dalam makamTutankhamun. Sebuah strategi jitu yang dipilih oleh pemerintah Mesir, agar makam-makam itu tidak bisa dijarah lagi oleh para penggali kubur. Karena, tentu saja sulit bagi seorang pencuri, apalagi yang pemula, untuk mengelabui pakar pencuri yang kini menjadi penjaganya..!
* * *
Sehebat apa pun para Fir'aun ternyata mati juga. Dan sebanyak apa pun harta benda yang mereka bawa ke dalam kuburannya ternyata habis juga. Bukan karena mereka bawa ke alam keabadian, tetapi ludes di tangan para penggali kubur yang memang masih membutuhkan harta benda untuk membiaya hidupnya.
Manusia tidak membawa apa-apa ke alam kematian untuk bertemu Tuhannya. Mereka hanya membawa amal kebajikan dan karya-karya kemanusiaan yang diamanatkan kepadanya oleh Sang Pencipta. Karena sesungguhnya, hidup di dunia ini bukan sebuah kebetulan. Tetapi membawa sebuah misi untuk membangun tatanan kehidupan yang penuh rahmat bagi siapa saja, makhluk ciptaan-Nya. Setelah itu, kita semua bakal mati, untuk mempertanggungjawabkannya kepada Sang Sutradara.
وَمَا جَعَلۡنَا لِبَشَرٍ۬ مِّن قَبۡلِكَ ٱلۡخُلۡدَۖ أَفَإِيْن مِّتَّ فَهُمُ ٱلۡخَـٰلِدُونَ (٣٤
''Kami (Allah) tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia pun sebelum kamu, maka jikalau kamu mati, apakah mereka (juga) akan kekal abadi?'' [QS 21: 34]
Bersambung besok: Mumi Tutankhamun Dibalut 120 Kg Emas.
Oleh Agus Mustofa
Mumi Tutankhamun Dibalut 120 Kg Emas
Berkeliling Lembah Raja bukan main panasnya. Apalagi dalam keadaan puasa, dan harus berjalan kaki menyusuri 62 kavling kuburan Fir'aun. Tetapi ada satu kavling yang sangat menarik, sehingga membuat saya lupa tentang panas yang menyiksa. Yaitu, makam Fir'aun Tutankhamun. Makam yang sangat terkenal itu berada di kavling KV-62. Angka 62 menunjukkan bahwa situs itu adalah penemuan paling baru dari 62 makam Fir'aun. Makam yang ditemukan oleh Howard Carter dari Inggris pada tahun 1922 itu menggemparkan dunia, karena mumi Tutankhamun berada dalam keadaan utuh, dan dibalut emas 120 kg!
Lokasinya berada di bukit yang tidak jauh dari tempat peristirahatan Lembah Raja. Memang, kawasan ini cukup luas, sehingga disana disediakan sejumlah tempat peristirahatan, dan 'kereta ulang-alik'. Kereta itu disediakan untuk menuju ke kawasan makam sejak dari pintu lobi, dimana kita bisa membeli tiket dan menyaksikan sejumlah maket dan gambar profil Lembah Raja. Tetapi, kereta itu berhenti hanya sampai di mulut lembah saja. Selebihnya, mesti disusuri dengan berjalan kaki
KV-1 adalah kuburan Ramses VII yang sudah ditemukan sejak zaman Yunani-Romawi antara abad 3 sebelum Masehi sampai 4 setelah Masehi. Hal itu terlihat dari corat-coret atau grafiti yang ada di dinding-dindingnya. Cerita tentang KV-1 ini juga dimuat dalam Description de l'egypte pada masa Napoleon. Sedangkan beberapa kavling lainnya ditemukan pada tahun-tahun berikutnya. Sejumlah makam tercatat pernah dipakai sebagai tempat tinggal para pendeta dan biarawan, sehingga disana terdapat gambar-gambar ikon kristen.
Yang paling mengesankan, tentu saja, adalah makam Tutankhamun. Jika masuk ke kavling-kavling lain hanya dikenakan satu tiket di pintu gerbang utama, maka memasuki makam Tutankhamun pengunjung ditarik tiket lagi sebesar 100 LE. Tidak masalah bagi pengunjung, karena kisah yang ada di dalamnya memang sangat eksotik.
Sejak dari pintu masuknya, posisi lubang gua makam itu memang sudah menarik. Yakni berada di samping bawah lubang makam Ramses VI. Itulah sebabnya, kenapa makam Fir'aun yang mati dalam usia 18 tahun ini diketemukan paling akhir. Banyak pemburu harta Fir'aun yang tidak menyangka, bahwa di bagian bawah kuburan Ramses VI itu ada kuburan lain. Makam Tutankhamun dibangun 200 tahun lebih awal dibandingkan kuburan Ramses VI yang menumpukinya.
Kisah ditemukannya makam ini pun terjadi secara kebetulan. Yaitu, ketika Howard Carter, arkeolog Inggris yang dibiayai oleh Lord Carnarvon, seorang banker, sudah bertahun-tahun mencari makam tersebut. Dia percaya bahwa makam Tutankhamun memang ada dan berisi harta benda yang banyak. Sampai suatu ketika ia sudah kehabisan bekal, Carter secara kebetulan menemukan situs tersebut karena kaki kudanya terperosok di dekat makam Ramses VI. Dan setelah digali, benarlah itu adalah makam Tutankhamun yang sedang dicarinya.
Pintu gua itu, lantas berlanjut melewati lorong yang menurun ke bawah sejauh empat puluhan langkah. Di dinding sepanjang lorong itu terdapat ornamen-ornamen Kitab Kematian sebagaimana makam Fir'aun yang lain. Tetapi, di sebagian besar dinding, gambar-gambar itu tidak ditemukan. Tidak sebagaimana makam-makam yang lain, yang penuh dengan ornamen. Ini ada kaitannya dengan usia kematian sang Fir'aun yang masih muda. Ia hanya berkuasa selama 9 tahun, sejak usia anak-anak sampai menginjak pemuda 18 tahun. Kematiannya yang mendadak menjadikan makam yang disiapkan tidak selesai sempurna. Hal itu, juga terlihat dari kualitas muminya yang tidak seberapa bagus, karena dibuat dengan tergesa-gesa. Ukuran makamnya pun lebih kecil dibandingkan dengan makam-makam yang lain.
Di ujung tangga yang menurun, kami menemukan ruangan yang lebih luas. Disanalah sejumlah perabotan rumah tangga Tutankhamun ditempatkan. Termasuk di dalam 2 ruangan yang lebih kecil di kanan kirinya. Di ruang utamanya ditempatkan kereta kuda, tempat makanan dan minuman, bejana tempat parfum, pakaian, dan lain sebagainya yang berjumlah sekitar 5000 jenis barang. Sayangnya, yang bisa dipajang di Museum Kairo hanya 1700 buah. Sebagiannya lagi ada di British Museum, London, dan Luxor Museum.
Setelah melewati ruangan itu, kita sampai di ruang yang paling ujung, yakni ruang mumi Tutankhamun disemayamkan. Ukuran ruangnya sekitar 4x6 meter. Disitu dipajang kotak batu granit yang berfungsi sebagai peti mati sang Fir'aun. Ukurannya kurang lebih 2x3 meter. Di dalamnya tidak terlihat muminya, karena sang mumi ditempatkan di ruangan lain dekat tangga masuk, dalam sebuah kotak kaca yang dikontrol suhu dan kelembabannya, agar tetap awet.
Peti mati yang terbuat dari batu granit itu dinamakan Sarchofagus. Sebetulnya, batu granit itu tadinya terbungkus oleh peti yang terbuat dari kayu berlapis emas, dengan ukuran yang lebih besar, sebanyak empat lapis, sehingga peti kayu itu memenuhi ruangan jenazah yang berukuran 4x6 meter itu. Jadi, ada peti di dalam peti, didalam peti lagi, sampai empat lapisan. Dan di peti yang keempat, barulah terdapat Sarchofagus.
Yang menarik, di dalam sarchofagus tidak langsung terdapat mumi, melainkan ada peti mayat lagi yang disebut Coffin. Inilah peti yang tidak berbentuk kotak seperti Sarchofagus, melainkanpeti berbentuk manusia. Ada bentuk kepala, badan, sampai kaki. Di dalam Coffin itu ada Coffin lagi, dan ada Coffin lagi sampai berlapis tiga.
Coffin yang pertama terbuat dari kayu berlapis emas dengan untaian batu-batu mulia. Coffin yang kedua juga terbuat dari kayu berlapis emas dan batu-batu mulia. Dan, coffin yang ketiga inilah yang membuat Howard Carter menarik nafas panjang sambil 'melotot', karena peti berbentuk manusia itu terbuat dari emas murni seberat 120 kg! Dan, berhiaskan untaian batu-batu mulia.
Di dalam coffin ketiga itu pula jenazah Tutankhamun ditemukan dalam bentuk mumi yang berbalut kain kafan. Tetapi, lebih menakjubkan, karena sekujur tubuh mumi itu bertaburan perhiasan emas. Sang mumi mengenakan topeng emas seberat 12kg, sambil mengenakan kalung, cincin, gelang, dan sandal emas. Bahkan, bajunya adalah rompi yang terbuat dari lantakan emas murni...!
* * *
Entah apa yang ada di benak Tutankhamun sebelum meninggal, sehingga ketika mati ia berpakaian emas di sekujur tubuhnya. Mungkin ia mengira Tuhan akan menilainya sebagai 'orangbaik', karena menggunakan pakaian emas ketika menghadap kepada-Nya. Atau, emas itu akan menjadi tiket baginya untuk masuk surga di alam keabadian sana. Ia lupa, atau mungkin tidak tahu, bahwa kualitas seorang manusia bukan terletak pada kekayaannya, melainkan pada kualitas kepribadiannya, dan kemanfaatan untuk kemaslahatan umat manusia.
إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ وَمَاتُواْ وَهُمۡ كُفَّارٌ۬ فَلَن يُقۡبَلَ مِنۡ أَحَدِهِم مِّلۡءُ ٱلۡأَرۡضِ ذَهَبً۬ا وَلَوِ ٱفۡتَدَىٰ بِهِۦۤۗ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ لَهُمۡ عَذَابٌ أَلِيمٌ۬ وَمَا لَهُم مِّن نَّـٰصِرِينَ (٩١
''Sungguh, orang-orang yang ingkar dan mati dalam keingkarannya, tidak akan diterima darinya emas sepenuh bumi, walaupun dia menebus dirinya dengan itu. Bagi mereka azab yang pedih, dan sekali-kali mereka tidak memperoleh penolong" [QS 3:91].
Bersambung besok: Ramses II, Beristri Puluhan Beranak Ratusan
Oleh Agus Mustofa
Masih berada di Valley of The King, kami tertarik dengan makam terbesar yang ada di Lembah Raja. Makam itu berada di kavling KV-5. Di dalamnya ada 121 ruang jenazah, dan puluhan lorong-lorong panjang. Makam yang ditemukan oleh pakar Mesir Kuno Amerika Serikat, Kent Weeks, itu digali kembali dan direkontruksi selama enam tahun. Dan sampai sekarang masih belum bisa dikunjungi oleh para peziarah. Diyakininya itu adalah makam anak-anak Firaun Ramses II.
Dalam sejarah diketahui bahwa Ramses II memang memiliki istri berjumlah puluhan orang. Yang paling disayang adalah Nefertari, yang menjadi cinta pertamanya ketika ia berusia lima belas tahun. Untuk Nefertari ini Ramses II membuat sejumlah patung bersama dirinya di beberapa lokasi. Di antaranya ada di Abu Simbel yang telah saya kunjungi di awal perjalanan ini. Di sana, Ramses membuat kuil besar berisi patung diri dan istrinya, dikawal Hathor sang Dewi Cinta.
Sekian tahun beristrikan Nefetari, Ramses punya beberapa anak. Sayangnya, anak laki-laki dari Nefertari meninggal dunia ketika usianya masih belasan tahun. Namanya Amunherkhepseshef, yang digadang-gadang akan menggantikan kekuasaannya. Setelah itu, Ramses mengawini banyak wanita sebagai selir. Tapi, lagi-lagi kedua belas anak lelaki dari para selir itu meninggal dunia. Ia pun mengambil selir lagi sampai berjumlah puluhan orang. Sehingga memiliki anak berjumlah ratusan, 96 orang di antaranya laki-laki. Dan sisanya, 60 orang perempuan.
Anak laki-laki yang kemudian diangkatnya sebagai pewaris adalah Merneptah, buah perkawinannya dengan Nerferati, salah seorang selirnya. Merneptah inilah yang kemudian digembleng secara militer oleh Ramses II, dan kelak menjadi panglima perang di akhir-akhir kekuasaan ayahnya. Setelah tiga puluh tahun berkuasa, Ramses II pun mengangkat dirinya sebagai Tuhan bagi masyarakat Mesir. Ia menahbiskan dirinya sebagai Tuhan pada upacara yang dikenal sebagai Sed Festival. Penuhanan Ramses II ini kelak memberikan jalan yang mulus bagi Merneptah untuk mewarisi kekuasaannya.
Ramses II adalah Fir'aun terbesar sepanjang sejarah Mesir Kuno. Raja ketiga dalam Dinasti ke-19 itu digelari para ahli sejarah sebagai Fir'aun The Great. Dia adalah penerus Fir'aun Seti I yang mendidiknya sejak masih kecil untuk menggantikan posisinya. Dan cucu dari Ramses I yang menjadi pendiri Dinasti ke 19, kerajaan Mesir kuno. Ramses II menaiki tahta kerajaannya pada saat berusia 24 tahun, setelah meninggalnya Seti I.
Ketika naik tahta, ia mengangkat ibunya – Tuya – sebagai Ibu Suri kerajaan sekaligus penasehatnya dalam mengelola pemerintahan. Di tangannyalah kerajaan Mesir sangat disegani oleh negara-negara sekitar. Kekuasaannya sangat luas terbentang dari Abu Simbel hingga Alexandria di laut Mediterania. Pasukannya berjumlah sekitar 100 ribu orang. Jumlah pasukan yang sangat besar di kala itu, sehingga siapa saja ciut nyali menghadapinya.
Beberapa negara tetangga pernah diserbu oleh pasukan Ramses II, di antaranya adalah Syria, dengan mengerahkan pasukan sebanyak 20 ribu tentara. Perang terbesar yang dinamakan perang Kadesh itu diabadikan Fir'aun dalam kuil yang dibangunnya di sejumlah tempat di antaranya di Kuil Abu Simbel, Karnak, Luxor, dan Ramaseum. Perseteruannya dengan kerajaan Syria itu berakhir dengan perkawinan politik antara Ramses dengan anak Raja Syria, dari bangsa Hittites.
Selain itu, Ramses juga melakukan perang dengan para bajak laut di kawasan Laut Tengah, dan suku Nubia, yang mengancam kekuasaannya. Meskipun, kelak suku Nubia berhasil merebut kekuasaan Fir'aun dan menjadi dinasti ke-25 dalam kerajaan Mesir kuno. Namun masa pemerintahan Ramses II sangatlah panjang, yaitu 67 tahun, antara tahun 1279 – 1213 SM. Para penggantinya, tidak memiliki kehebatan seperti Ramses II, sehingga dinasti ke-19 ini runtuh dalam waktu 20 tahun sesudah berakhir kekuasaannya. Meskipun, ada 8 Fir'aun sesudahnya, termasuk Merneptah yang menggantikannya.
Ramses II, meninggal pada umur 97 tahun, dalam keadaan sakit-sakitan. Menurut analisa terhadap muminya, di masa tua ia terkena penyakit yang berkaitan dan pembuluh darah dan persendian akut, sehingga jalannya bongkok. Selain itu, dari data muminya pula, diketahui rahangnya bengkak karena mengalami infeksi akut pada gigi-giginya. Fir'aun The Great yang meninggalkan karya paling banyak di seluruh penjuru Mesir itu, akhirnya kalah oleh usia..!
* * *
Ramses II adalah profil seorang manusia yang ambisius. Sejak kecil ia dididik oleh ayahnya, Firaun Seti I untuk menjadi orang besar. Dan benar, di usia 24 tahun ia menjadi penguasa kerajaan Mesir kuno yang paling mengesankan sepanjang sejarah. Hanya dalam waktu 20 tahun ia bisa mengendalikan kerajaan besar itu sepenuhnya, tanpa ada yang bisa menandinginya.
Tidak puas sekadar menjadi raja, sang Firaun menahbiskan dirinya menjadi Tuhan di usia 54 tahun, yakni ketika dia sudah menggenggam kekuasaan selama 30 tahun. Rupanya, berkuasa terlalu lama memang membawa dampak psikologis yang tidak baik buat seseorang. Ia menjadi Tuhan bagi masyarakat Mesir kuno selama sisa kekuasaannya, 37 tahun kemudian.
Ia merasa bisa memperoleh segala-galanyadengan kekuasaannya. Kekayaannya berlimpah ruah. Pasukan militernya ratusan ribu orang, dan sangat ditakuti di zamannya. Apalagi yang memimpin pasukan perangnya adalah Merneptah yang juga anak yang digadang-gadang untuk menggantikannya kelak.
Karya-karyanya sangat banyak, dan menjadi peninggalan sejarah yang dominan di zaman Mesir modern, tersebar mulai hulu sungai Nil di Abu Simbel sampai ke muara di Laut Mediterania. Ia membangun kota, membangun tempat-tempat peribadatan yang banyak dan besar-besar, serta membangun makam paling luas di Valley of The King.
Sehingga di dalam al Qur'an digambarkan menjadi orang yang sangat sombong. Dan mengatakan kepada rakyatnya, bahwa kerajaan Mesir dengan segala kekayaannya adalah miliknya. Bahkan dialah yang menguasai hidup dan mati mereka. Sehingga pantas kalau ia menjadi Tuhan yang harus disembah.
Tetapi, al Qur'an mengingatkan kepada kita semua tentang Sebuah Kekuatan yang benar-benar Berkuasa. Dialah yang sesungguhnya mengendalikan alam semesta dan drama kehidupan yang ada di dalamnya. Sehingga sang Fir'aun pun dibuat semakin tak berdaya dimakan oleh usia. Ramses II meninggal dalam usia sangat renta, dengan berbagai macam penyakit yang menggerogotinya, sambil berjalan tertatih-tatih dengan tubuhnya yang bongkok, seperti terlihat pada muminya...!
وَٱللَّهُ خَلَقَكُمۡ ثُمَّ يَتَوَفَّٮٰكُمۡۚ وَمِنكُم مَّن يُرَدُّ إِلَىٰٓ أَرۡذَلِ ٱلۡعُمُرِ لِكَىۡ لَا يَعۡلَمَ بَعۡدَ عِلۡمٍ۬ شَيۡـًٔاۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ۬ قَدِيرٌ۬ (٧٠
''Allahlah yang menciptakanmu, kemudian mematikanmu; dan di antaramu ada yang dikembalikan ke kondisi yang paling lemah, sehingga dia menjadi (pikun) tidak mengetahui lagi apa-apa yang pernah diketahuinya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Berkuasa'' [QS.16:70].
Bersambung besok: Hatshepsut, Firaun Wanita yang Menyaru Laki-Laki
Oleh Agus Mustofa
Keluar dari Lembah Raja, kami memutuskan untuk mengunjungi satu situs lagi yang juga sangat menarik, yaitu Kuil Hatshepsut. Inilah kuil yang dibangun oleh seorang Firaun perempuan dalam era Kerajaan Mesir kuno di abad 15 SM. Lokasinya berada di balik bukit yang mengelilingi Lembah Raja. Sebenarnya, masih ada sejumlah situs menarik lainnya di Luxor, sayang esok hari kami harus segera melanjutkan perjalanan menyusuri Sungai Nil lebih ke utara lagi. Maka, ini adalah situs terakhir yang kami kunjungi di bekas ibukota New Kingdom itu.
Keluar dari Valley of The King, hari sudah menjelang sore. Karena itu kami agak tergesa-gesa menuju ke kuil Hatshepsut. Sebab, jika terlalu sore kami akan kehilangan momentum cahaya matahari untuk memotretnya. Ternyata, hal ini malah menyebabkan kami keliru jalan. Meskipun, hal itu justru membuat kami menemukan dua buah patung raksasa dari zaman Amenhotep III yang eksotik. Kedua patung yang sudah rusak wajahnya itu konon berada di pintu gerbang kuil yang dibangun oleh Amenhotep III, dari zaman Fir'aun tiga generasi setelah Hatshepsut. Situs itu kini sedang digali kembali.
Setelah mengambil gambar beberapa, kami pun menuju kuil Hatshepsut yang ternyata sudah tidak jauh lagi dari 2 patung Colossi of Memnon itu. Lokasinya benar-benar eksotik. Kuil yang pernah ditempati para biarawan Kristen di awal-awal tahun Masehi itu menempel di dinding tebing yang curam. Jadi, separo bangunannya dipahatkan ke bukit, dan separonya lagi disusun dari bebatuan kapur yang juga diambil dari bukit-bukit sekitarnya. Kalangan Kristen menyebut kuil ini sebagai Deir El Bahri, alias biara di pinggir sungai besar, yakni sungai Nil.
Halaman kuil ini demikian luas, sehingga untuk menuju pintu gerbangnya disediakan kereta ulang-alik seperti di Lembah Raja. Parkirannya bisa menampung ratusan mobil peziarah. Di pinggiran kawasan parkiran terdapat pokok-pokok kayu Myrh alias pohon kemenyan yang dulu di zaman Fir'aun berjajar rimbun. Pohon kemenyan ini didatangkan dari negeri Somalia yang dulu menjadi partner perdagangan Hatshepsut. Tetapi, kini pohon-pohon itu sudah tidak ada lagi, sehingga suasananya menjadi demikian terik.
Di bagian tengah lapangan luas ada jalan utama yang mengantarkan ke gedung kuil bertingkat 3. Di sepanjang jalan utama, terdapat bekas-bekas patung Singa berkepala domba sebagaimana terdapat di kuil Karnak. Menyusuri jalan ini, kita akan sampai ke jalanan naik untuk menuju ke lapangan yang lebih tinggi, yang juga luas. Semacam teras utama, sebelum memasuki kuil yang sesungguhnya.
Dari teras utama, untuk menuju kuil peribadatannya, harus naik satu tingkat lagi melewati jalan mendaki yang lebar. Tetapi, di pilar-pilar penyanggahnya, Hatshepsut sudah menempatkan berbagai ornamen yang menggambarkan dirinya sebagai anak Tuhan. Di sebelah kanan jalan utama, ada gambar seorang bayi yang baru dilahirkan oleh Dewi Neith, sang Dewi Perang. Rupanya, Hatshepsut ingin mencitrakan dirinya sebagai sosok wanita yang kuat, sehingga pantas menjadi Fir'aun.
Lebih ke kanan lagi, di bagian ujung, terdapat ruangan Anubis yang berisi gambar-gambar mural, berwarna-warni di dinding-dindingnya. Itu adalah cerita tentang Fir'aun Tuthmosis III yang sedang melakukan persembahan kepada dewa Matahari, Ra Harakhty. Tuthmosis III adalah anak tiri Hatshepsut, yang semestinya berhak atas kekuasaan kerajaan, tetapi direbut oleh Hatshepsut.
Suami Hatshepsut adalah Tuthmosis II. Ia beristri Neferu Ra sebagai permaisurinya, dan memiliki anak Tuthmosis III. Sedangkan Hatshepsut adalah selir. Ketika Tuthmosis II meninggal, otomatis kekuasaan kerajaan jatuh ke tangan Tuthmosis III. Ia pun dilantik menjadi Fir'aun pada tahun 1476 SM. Namun, saat itu ia masih kanak-kanak sehingga kerajaan dikendalikan oleh para menteri. Hatshepsut lantas merebut kekuasaan Tuthmosis III, dan dia menahbiskan dirinya sebagai Fir'aun yang berkuasa penuh selama 1473 – 1458 SM, atau sekitar 15 tahun. Sebelum akhirnya direbut kembali oleh Tuthmosis III, yang melanjutkan kekuasaan sampai ia meninggal di tahun 1425 SM.
Selama kekuasaannya, Hatshepsut mencitrakan dirinya sebagai Fir'aun laki-laki. Karena itu, patung-patung yang berada di kuil Hatshepsut menggambarkan dirinya mengenakan mahkota Firaun bertumpuk dua sebagaimana para Fir'aun laki-laki. Dan bahkan, patungnya diberi jenggot panjang. Tetapi, dengan bentuk badan yang feminin.
Di sebelah kiri kuil Hatshepsut terdapat dua kuil lainnya, yaitu kuil Tuthmosis III dan kuil Amenhotep II - Fir'aun yang berkuasa setelah Tuthmosis III. Sedangkan di bagian paling dalam, ruang peribadatan utama, terdapat patung dewa matahari Amun Ra. Secara keseluruhan ini adalah kompleks kuil tiga generasi Fir'aun, yakni: Hatshepsut, Tuthmosis III, dan Amenhotep II. Tetapi, yang masih tegak berdiri dengan kokoh dan paling utuh di antara ketiga kuil itu adalah kuil Hatshepsut.
Padahal, saat Tuthmosis III berkuasa kembali ia sempat menghancurkan peninggalan Hatshepsut. Karena dendam dikudeta, maka anak tiri Hatshepsutitu merusak patung-patung ibu tirinya. Tetapi para arkeolog berhasil menemukan kembali serpihan-serpihannya sehingga sejumlah patung Hatshepsut bisa direkonstruksi dengan cukup baik. Dan kini ditempatkan di lokasi aslinya di pilar-pilar bagian depan kuil sebagai Fir'aun wanita berjenggot yang menggenakan mahkota Fir'aun laki-laki.
Kekuasaan Firaun wanita ini berakhir dengan kematian yang misterius. Diperkirakan ia dibunuh oleh anak tiri yang dikudetanya, Tuthmosis III. Dan muminya sempat tidak teridentifikasi selama bertahun-tahun, ditempatkan di gudang Museum Mesir kuno di Kairo. Sampai akhirnya, terungkap kepastian bahwa itu memang adalah mumi Hatshepsut. Kini, muminya dipajang bersama dengan mumi-mumi Fir'aun lainnya, seperti Ramses II, Seti I, dan Fir'aun laki-laki lainnya. Tentu saja, mumi Hatshepsut itu kelihatan sebagai mumi perempuan, karena sudah tidak mengenakan mahkota double-crown lagi, dan tidak berjenggot seperti patung-patungnya..!
* * *
Perbuatan tidak baik, tidak akan pernah melahirkan kebaikan. Kejahatan berbalas kejahatan. Keserakahan akan berbalas keserakahan juga. Dan kekerasan pun akan berbalas kekerasan. Allah mengajarkan hukum alam yang telah diciptakan-Nya dengan adil ini kepada umat manusia.
مَّنۡ عَمِلَ صَـٰلِحً۬ا فَلِنَفۡسِهِۦۖ وَمَنۡ أَسَآءَ فَعَلَيۡهَاۗ وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّـٰمٍ۬ لِّلۡعَبِيدِ (٤٦) ۞
"Barangsiapa berbuat baik maka kebaikan itu untuk dirinya sendiri, dan barangsiapa berbuat jahat maka balasan atas kejahatan itu pun untuk dirinya sendiri; dan Allah tidak pernah menganiaya hamba-hamba(Nya). Demikianlah dijelaskan oleh-Nya" [QS 41:46].
Bahkan secara tegas Allah juga mengatakan, bahwa rencana jahat tidak akan kemana-mana, kecuali akan kembali kepada yang melakukannya.
ٱسۡتِكۡبَارً۬ا فِى ٱلۡأَرۡضِ وَمَكۡرَ ٱلسَّيِّىِٕۚ وَلَا يَحِيقُ ٱلۡمَكۡرُ ٱلسَّيِّئُ إِلَّا بِأَهۡلِهِۚۦ فَهَلۡ يَنظُرُونَ إِلَّا سُنَّتَ ٱلۡأَوَّلِينَۚ فَلَن تَجِدَ لِسُنَّتِ ٱللَّهِ تَبۡدِيلاً۬ۖ وَلَن تَجِدَ لِسُنَّتِ ٱللَّهِ تَحۡوِيلاً (٤٣
''Rencana jahat tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri. Tiadalah yang mereka nanti-nantikan melainkan (berlakunya) hukum (Allah yang telah terjadi) kepada orang-orang yang terdahulu...'' [QS 35:43].
Bersambung besok: Ziarah ke Gua Persembunyian Isa dan Maryam
Oleh Agus Mustofa
Akhirnya, saya benar-benar meninggalkan kota Luxor yang bertaburan situs besar dalam sejarah Mesir Kuno. Kami berangkat di pagi hari menuju ke kota Asyut yang berjarak sekitar 300 km ke arah lebih utara, dengan mengendarai mobil.
Menyusuri jalan sebelah timur sungai Nil lebih baik dibandingkan sebelah barat. Jalanan tepi barat adalah kawasan yang dikenal dengan nama Zira'i alias jalanan pedesaan dan kawasan pertanian. Sedangkan kawasan timur dikenal sebagai Sakhrawi alias jalanan padang pasir. Lewat Zira'i tidak bisa lancar, karena sering bertemu dengan perkampungan, pasar, dan iring-iringan kambing ataupun sapi. Sedangkan lewat Sakhrawi, jauh lebih lancar seperti lewat jalan tol, meskipun harus melewati kawasan padang pasir yang tandus.
Sekitar 4 jam perjalanan sampailah kami di kota Asyut. Sebuah kota yang bersih dan tenteram. Aliran sungai Nil yang tenang menambah ketentraman kota kecil ini. Tidak banyak situs Mesir kuno di kawasan ini, tetapi ada situs yang sangat menarik dari zaman Masehi. Yakni, tempat persinggahan nabi Isa dan Ibunya, Siti Maryam.
Sebelum ke penginapan, saya memutuskan untuk langsung berkunjung keperbukitan Jabbal Asyut, dimana Nabi Bani Israil itu singgah bersama ibunya. Daerahnya, agak masuk ke dalam dari jalanan utama, sekitar 10 km. Kemudian berbelok menanjak ke atas bukit. Dari kejauhan lokasinya sudah kelihatan. Sebuah gua besar, yang kini sudah berubah menjadi sekelompok bangunan gereja: Deir Durunka. Disinilah salah satu pusat pengaderan biarawan Kristen Koptik untuk mengembangkan agamanya.
Beruntung, kami datang di bulan Agustus. Inilah saat-saat perayaan peringatan datangnya Isa dan Maryam ke tempat ini. Jadi, jamaah yang berziarah sedang ramai-ramainya. Menurut panitia perayaan, jumlah yang datang bisa mencapai 1 juta orang, dalam waktu 15 belas hari. Yaitu antara tanggal 7 – 22 Agustus.
Memasuki halaman Biara Durunka saya mendengar suara puji-pujian dalam bahasa Arab, mirip orang Islam sedang mengaji, yang disiarkan lewat pengeras suara. Ingin tahu isinya, saya membeli buku pujian itu. Diantara isinya adalah sebagai berikut:
Ummuna yaa 'adrak, yaa umm al masih,
Yalli fiiki daaiman biyikhlu almadiih
Quluubna bitikhibbik khubb ma lausy matsil
A'idzin nufadhdhol janbik wa naquulu taraatil
Ibunda kami sang perawan suci, wahai ibunda almasih
Yang ada pada dirimu selamanya, pantas mendapat puji-puji
Kami mencintaimu dengan sepenuh hati, cinta yang tak tertandingi
Kami ingin selalu berada di sampingmu dan menghaturkan puji-puji
Memasuki kawasan gua suci, kami didampingi oleh seorang biarawan bernama Abram. Dia mendampingi kami untuk melihat-lihat sampai ke dalam gua yang ternyata cukup besar, seluas ratusan meter persegi. Di tempat inilah dulu perawan suci Maryam dan putranya, nabi Isa, sempat bersembuyi dari kejaran Raja Herodes yang hendak membunuh mereka.
Gua di Jabbal Asyut ini menjadi persinggahan terakhir ibu dan anak dalam melakukan perjalanan sekitar 1000 km. Mereka berkelana selama sekitar 3 tahun, dimulai dari Palestina, menyeberang ke Mesir lewat Gaza dan Rafah, kemudian menyusur ke arah hulu sungai Nil ke arah selatan. Waktu itu Nabi Isa masih berumur beberapa bulan. Dengan naik keledai dan didampingi Yusuf, paman Maryam, mereka singgah di berbagai kota disepanjang sungai Nil. Diantaranya adalah Tal Basta, Sakha, Wadi el Natrun, Bahnassa, Smalot, Dairut, Jabbal Kuskam, dan terakhir di Jabbal Asyut.
Bersama biarawan yang bertubuh tinggi besar itu saya melihat-lihat isi gua yang kini menjadi tempat peribadatan umat kristen Koptik. Diantaranya, saya melihat dua buah ruangan yang pernah menjadi tempat tidur Maryam dan Isa. Yaitu, di pojok kanan dan kiri bagian paling dalam gua.
Di sana banyak jamaah berkerumun untuk berdoa dan memohon berkah. Mereka berdoa sambil menghadap ke dalam ruangan yang diberi pintu teralis, yang di dalamnya ada foto Bunda Maryam dan nabi Isa dalam ukuran besar. Foto ibu dan anak itu, setiap perayaan tahunan begini selalu diarak keliling kota Asyut, dengan dinaikan kendaraan semacam kereta. Dan, dalam waktu yang bersamaan, umat kristen Koptik di sekitar Jabbal Asyut menggelar pasar malam dengan acara-acara yang meriah. Juga ada acara pembabtisan bayi dan anak-anak.
Penganut Kristen Koptik adalah umat yang menjalankan peribadatannya dengan memiliki sejumlah perbedaan dengan umat Kristiani pada umumnya. Mereka mengaku memperoleh syiar agamanya lewat orang-orang suci di zaman-zaman awal. Saya melihat foto Saint Markus dalam ukuran besar yang dipajang di dalam ruang gereja mereka. Ia adalah Orang yang dimuliakan sebagai pembawa ajaran Kristen abad awal ke Mesir.
Di antara perbedaan yang ada, ialah mereka menjalankan sembahyangnya 7 kali dalam sehari yang mereka sebut sebagai As Sab'u Shalawat (Shalat Tujuh Waktu). Lima waktu di antaranya mirip dengan yang dilakukan oleh umat Islam, yakni pagi hari jam 6, siang hari jam 12, sore hari jam 3, petang hari jam 6, dan menjelang tidur. Sedangkan yang dua waktu adalah, pagi jam 9 yang mirip shalat Dhuha, dan tengah malam yang mereka sebut sebagai Nisyfu al Lail, yang mirip shalat tahajud. Mereka juga memiliki puasa selama 40 hari menjelang perayaan Paskah. Dan, puncak perbedaan mereka dengan umat Kristiani pada umumnya adalah pada perayaan Natalnya. Mereka tidak menyelenggarakan Natal pada tanggal 25 Desember, melainkan pada tanggal 7 Januari.
* * *
Siti Maryam dan Nabi Isa adalah dua orang manusia yang sangat dimuliakan di dalam al Qur'an. Mereka menjalani penderitaan dengan penuh kesabaran sebagai pengabdian yang tulus kepada Allah, sang Ilahi Rabbi yang mengutusnya. Di zaman Raja Herodes yang beragama pagan seperti para Fir'aun, kedua ibu dan anak itu diancam dibunuh, karena dikhawatirkan akan melahirkan masalah bagi kerajaan Romawi.
Atas perintah Allah, kemudian mereka menyingkir jauh untuk sementara waktu. Dan kelak kembali kepada bani Israil, menyiarkan agama tauhid menentang agama-agama pagan yang dianut kebanyakan bangsa Romawi pada waktu itu.
وَجَعَلۡنَا ٱبۡنَ مَرۡيَمَ وَأُمَّهُ ۥۤ ءَايَةً۬ وَءَاوَيۡنَـٰهُمَآ إِلَىٰ رَبۡوَةٍ۬ ذَاتِ قَرَارٍ۬ وَمَعِينٍ۬ (٥٠
"Dan telah Kami jadikan putera Maryam beserta ibunya suatu bukti yang nyata bagi (kekuasaan Kami), dan Kami melindungi mereka di suatu tanah tinggi yang datar yang banyak terdapat padang-padang rumput dan sumber-sumber air bersih yang mengalir'' [QS 23:50].
Bersambung besok: Mencari Akhetaten, Sebuah Kota yang Hilang.
Oleh Agus Mustofa
Di kota Asyut kami hanya menginap semalam. Esok harinya kami meneruskan perjalanan lagi menuju kota berikutnya Minya, yang berjarak sekitar 150 km. Kami menempuhnya dalam waktu sekitar 3 jam, di bawah pengawalan polisi Asyut sampai di luar kota. Tentang pengawalan ini saya menyimpan tanda tanya.
Ternyata, kawasan Asyut terkenal dengan kelompok radikalnya. Sehingga, polisi tidak mau mengambil resiko, setiap rombongan turis selalu dikawal. Apalagi yang dianggap orang asing, dan tak menguasai lika-liku jalanan di sekitar kota Asyut. Pengawalan yang dilakukan secara estafet itu mengantarkan kami sampai benar-benar keluar dari kota Asyut. Dan, kami disarankan untuk menggunakan jalan Zira'i alias jalan pertanian saja, sehingga kalau ada apa-apa dengan kami, banyak yang bisa menolong.
Sebelum masuk ke kota Minya yang sepi, kami memutuskan untuk mencari sebuah situs yang jarang dikunjungi turis, yaitu sebuah kota yang hilang. Kota itu bernama Akhetaten. Inilah kota yang dulu pernah menjadi pusat kerajaan Mesir kuno selama 15 tahun (1352-1336 SM) setelah Luxor. Rajanya bernama Ikhnaton, ayah dari Tutankhamun yang muminya menghebohkan karena dibungkus 120 kg emas itu.
Ada cerita yang menarik di sekitar Firaun Ikhnaton ini sehingga ia memindahkan ibukota Luxor ke kota yang sama sekali baru, yang dinamainya Akhetaten. Ternyata, Firaun ke sepuluh dalam dinasty 18 itu berpindah agama, dari agama pagan yang menyembah matahari ke agama tauhid yang menyembah Tuhan yang Esa.
Ikhnaton terlahir dengan nama Amenhotep IV. Dia adalah anak dari Amenhotep III yang menyembah dewa matahari. Karena itu, namanya mengandung kata 'amun' atau 'amen' yang terkait dengan Amun Ra ~ sang dewa matahari. Dalam perjalanan spiritualnya, Amenhotep IV kemudian mengubah keyakinannya. Ia membelot dan berganti nama menjadi Ikhnaton, atau Akhenaten, yang bermakna Pelayan Tuhan yang Esa. Tuhannya bukan lagi Amun, melainkan Aton, Sang Pencipta matahari. Menurut beberapa kalangan, perpindahan agamanya itu dipengaruhi oleh ibunya – Quinty – yang konon adalah keturunan nabi Yusuf.
Ia pun lantas memindahkan ibukota kerajaan Mesir dari Luxor ke sebuah kota yang dibangunnya dari nol, Akhetaten. Sebuah kota di pinggiran sungai Nil yang indah, sepanjang 15 km. Disinilah Ikhnaton mengembangkan agama tauhid selama 15 tahun masa pemerintahannya, didampingi oleh istrinya yang terkenal cantik dan baik hati, Ratu Nefertiti.
Di bawah kepemimpinan Ikhnaton dan Nefertiti Mesir mengalami masa transisi, termasuk revolusi dalam beragamanya. Kuil-kuil yang dibangunnya di sekitar Akhetaten memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan kuil Karnak dan Luxor yang cenderung gelap karena tertutup atap dan pilar-pilar raksasa. Kuil Ikhnaton bernuansa terang dengan filosofi membiarkan matahari menyinari ruang-ruang yang ada di dalamnya.
Tetapi, pemindahan ibukota kerajaan itu membuat para pendeta pagan yang menguasai kuil Karnak dan Luxor geram. Sehingga mereka mencari cara untuk menghalangi berkembangnya kekuasaan dan agama Ikhnaton. Momentum besar mereka dapatkan ketika Ikhnaton meninggal dunia. Dan saat itu, anaknya masih kecil bernama Tutankhaton. Dengan cerdiknya mereka bisa mempengaruhi pejabat-pejabat kerajaan agar memilih menantu Ikhnaton yang bernama Smenkhkare sebagai pejabat sementara, sambil menunggu Tutankhaton cukup umur.
Sekitar dua tahun masa transisi itu, Tutankhaton pun dilantik sebagai Firaun dalam usia yang masih sangat muda, 9 tahun. Dan para pendeta pagan yang berada di balik skenario itu bisa mengembalikan pengaruh agama pagan kedalam istana. Maka, nama Tutankhaton pun diubah menjadi Tutankhamun. Kata 'Aton' yang bermakna Tuhan yang Esa, diganti menjadi 'Amun' yang bermakna dewa matahari. Dan sejak itu, ibukota kerajaan dipindah lagi ke Luxor. Tutankhamun tidak bertahan lama dalam kekuasaannya, ia mati secara misterius di usia masih sangat muda, 18 tahun. Dia dimakamkan di Lembah Raja, sebagaimana jenazah para Firaun.
Sedangkan kota Akhetaten dibumihanguskan oleh para pendeta pagan, sehancur-hancurnya. Kota indah di tepi sungai itu kini hilang dari peta. Dan berganti nama menjadi Tell al Amarna. Untuk sampai ke situs reruntuhannya tidaklah mudah. Kami harus menyeberangi sungai Nil bersama mobil kami, dengan menggunakan kapal Feri. Setelah itu melewati daerah perkampungan yang padat untuk menuju kawasan berbukit di kejauhan sana. Dan ketika sampai disana, ternyata banyak orang yang tidak mengetahuinya. Berkali-kali kami bertanya kepada penduduk setempat, tetapi jawabannya selalu berubah-ubah membingungkan.
Ada yang menyebut di sekitar perbukitan, dan ada yang menyebut arah sebaliknya ataupun di lokasi yang berbeda lagi. Saya sempat menyewa keledai milik penduduk setempat untuk menuju kawasan yang dimaksud, karena tidak mungkin menggunakan mobil, tetapi hasilnya nihil. Sampai akhirnya, kami memutuskan untuk melanjutkan saja perjalanan menuju kota Minya yang tidak jauh lagi.
Kami pun menuju ke dermaga penyeberangan untuk menunggu datangnya kapal Feri, sekitar satu jam kemudian. Saat menunggu kapal penyeberangan itulah kami berbincang-bincang dengan seorang sopir Tuk-Tuk, yaitu kendaraan sejenis bajaj di Indonesia. Ternyata dia tahu adanya reruntuhan yang kami maksudkan. Tetapi, kata dia, kami tidak bisa mencapainya dengan mobil. Melainkan harus naik Tuk-Tuk. Maka, kami berempat pun naik Tuk-Tuk menuju lokasi reruntuhan Akhetaten.
Alhamdulillah, ternyata benar. Itu adalah reruntuhan kota Akhetaten di zaman Ikhnaton yang sudah berusia lebih dari 3000 tahun silam. Istananya benar-benar hancur, tinggal satu tiang besar saja yang masih tersisa. Di sekitarnya, tampak fondasi-fondasi bekas rumah kuno, dalam radius beberapa kilometer. Secara umum, kawasan itu telah berubah menjadi dataran padang pasir yang tandus dengan batu-batu berserakan sepanjang mata memandang.
* * *
Perjuangan menegakkan kebajikan atas kebatilan tidak selalu mudah. Butuh pengorbanan yang besar dan kesabaran yang kuat, sampai Allah memutuskan untuk memberikan yang terbaik kepada hamba-hamba-Nya yang sabar dan istiqomah.
Kekuasaan boleh hilang, harta benda boleh lenyap, bahkan jiwa pun boleh melayang untuk memperjuangkan kebajikan. Tetapi, kebajikan tetap saja kebajikan, dan kebatilan tetap saja kebatilan. Akan datang suatu masa dimana kebajikan akan bersinar terang benderang, ketika umat memperoleh manfaat yang besar dari sebuah perjuangan.
وَلۡتَكُن مِّنكُمۡ أُمَّةٌ۬ يَدۡعُونَ إِلَى ٱلۡخَيۡرِ وَيَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَيَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِۚ وَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ (١٠٤
''Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang baik dan mencegah dari yang buruk; merekalah orang-orang yang beruntung'' [QS 3:104].
Bersambung besok:Kincir Nabi Yusuf di Kota yang Subur
Dari Tell Al Amarna, kami meneruskan perjalanan ke kota Fayoum. Ini adalah kota paling subur di negeri Mesir. Jaraknya sekitar 170 km dari kota Minya, dimana kami bermalam. Lepas dari Minya kami menelusuri jalanan zira'i, melewati desa-desa di sepanjang sungai Nil. Sungguh menyenangkan melewati kawasan hijau penuh pepohonan, setelah berhari-hari berada di jalan sakhrawi yang berpemandangan padang pasir nan tandus.
Berbelok ke arah barat, kami menyusuri sebuah kanal besar yang bersumber dari Sungai Nil sebagai aliran utamanya. Kanal ini dikenal sebagai Bahr Yusuf, alias Sungai Nabi Yusuf. Sebenarnya, bukan hanya kanal ini yang mengairi kawasan Fayoum, melainkan ada lagi dua kanal yang mengapit tepi-tepi kota Fayoum, yang bersumber dari sungai Nil. Konon, kanal-kanal ini adalah peninggalan nabi Yusuf, yang hidup di Zaman Pertengahan, kerajaan Mesir kuno. Diperkirakan sekitar abad 17 SM.
Ketika itu, sebagian besar kawasan Timur Tengah sedang dilanda musim kering berkepanjangan. Maka, Nabi Yusuf memperoleh kepercayaan dari raja yang berkuasa untuk mengatasi musim kering yang melanda selama 7 tahun berturut-turut. Nabi Yusuf lantas membangun kota Fayoum untuk dijadikan lumbung makanan bagi negeri Mesir dan sekitarnya. Dan selama tujuh tahun menjelang datangnya musim paceklik itu, ia berhasil menumpuk makanan sebanyak-banyaknya dari hasil pertanian di kota Fayoum ini. Hasil kerja selama tujuh tahun, berhasil mengatasi musik paceklik selama tujuh tahun berikutnya. Begitulah yang dijelaskan panjang lebar dalam al Qur'an, Surat Yusuf.
Bukan hanya orang-orang Mesir yang menerima berkah dari Kota Fayoum, melainkan penduduk negeri-negeri di sekitar Mesir juga. Diantaranya adalah bani Israil yang tinggal di kawasan Palestina. Digambarkan dalam al Qur'an, saudara-saudara Yusuf berdatangan ke Mesir untuk meminta bantuan makanan, dan mereka bawa pulang ke Palestina, yang berjarak ratusan kilometer dari Fayoum.
Setelah mereka tahu bahwa Yusuf yang menjadi pembesar di ibukota Mesir itu adalah saudara mereka, maka serombongan besar keluarga Nabi Ya'kub pun hijrah untuk menetap di Mesir. Ini terbukti dalam penelitian arkeologi modern, bahwa kawasan Fayoum ini ternyata pernah menjadi permukiman bangsa Yahudi.
Orang-orang Yahudi, saat itu bisa memperoleh izin tinggal di sana, karena yang berkuasa di Mesir pada waktu itu adalah bangsa Hyksos, yang berasal dari kawasan dekat Palestina. Di masa-masa itu, kerajaan Mesir Kuno memang mengalami kemunduran, dan dijajah oleh bangsa-bangsa lain. Secara garis besar, kerajaan Mesir kuno terbagi dalam empat era, yakni: Old Kingdom (abad 30 – 21 SM), Middle Kingdom (abad 21 – 16 SM), New Kingdom (abad 16 – 7 SM), dan yang terakhir adalah era Late Period (7 – 1 SM).
Di era Old Kingdom dan New Kingdom itulah Mesir dikuasai oleh para Firaun. Sedangkan di era Middle Kingdom dan Late Period, Kerajaan Mesir terpecah belah menjadi kekuasaan-kekuasaan kecil dan dijajah oleh sejumlah bangsa asing. Sampai akhirnya jatuh ke tangan Yunani-Romawi di akhir-akhir pergantian abad Masehi dan sesudahnya.
Nama 'Fayoum' sendiri berasal dari bahasa Koptik, yaitu bahasa Mesir kuno yang sudah bercampur dengan bahasa Yunani: Phiom atau Pa-youm yang bermakna danau atau laut. Karena di kawasan ini memang terdapat danau cukup besar yang terbentuk sejak berabad silam. Danau itu memiliki ketinggian 45 meter di bawah laut. Sehingga sulit menggunakan air danau untuk mengairi kawasan yang lebih tinggi di sekitarnya.
Maka, disinilah kecerdikan Nabi Yusuf. Dia mengalirkan air dari sungai Nil yang berjarak sekitar 100 km ke danau itu. Ada beberapa kanal yang dilewatkan daerah pertanian seluas 340.000 ha di kota Fayoum. Untuk meratakan distribusi irigasinya, Nabi Yusuf menggunakan teknik kincir air. Ada ratusan kincir air yang dipakai oleh penduduknya hingga sekarang. Salah satunya adalah kincir raksasa yang diabadikan di tengah-tengah kota Fayoum, dekat Kanal Utama yang dikenal sebagai Bahr Yusuf alias kanal Nabi Yusuf.
Kini kota Fayoum menjadi lumbung Negeri Mesir. Berbagai macam hasil pertanian dikirim dari kota tua yang subur ini. Sehingga, banyak ungkapan yang bersifat pujian terhadap makanan yang lezat dikaitkan dengan kota Fayoum. Misalnya, ayam Fayoumi adalah ayam yang berasa lezat. Dan memang benar adanya, karena saya sempat berbuka puasa di kota ini. Demikian pula buah-buahan, sayuran, dan hasil pertanian yang baik-baik disebut sebagai Fayoumi...!
* * *
Nabi Yusuf adalah nabi keturunan Israil. Atau sering disebut sebagai Bani Israil. Sebab, Israil adalah nama lain dari Nabi Ya'kub. Anak-anaknya berjumlah 12 orang, yang kelak menjadi 12 suku dalam bani Israil di zaman nabi Musa.
Yusuf kecil dijahati oleh saudara-saudaranya, dan dibuang ke sebuah sumur di kawasan Sinai. Lantas ditemukan oleh seorang pedagang karavan dari negeri Madyan yang sedang lewat di daerah itu untuk mengambil air di sumur. Yusuf, lantas dibawanya untuk dijual di negeri Mesir. Kawasan tempat menjual Yusuf itu adalah Fayoum. Dimana kawasan ini memang menjadi tempat pemberhentian para pedagang karavan dari berbagai negara di sekitar Mesir.
Di Fayoum itulah Yusuf dibeli oleh seorang pembesar bernama Potiphar, orang Hyksos yang dekat dengan kalangan Istana. Sayang, isteri Potiphar menyebabkan Yusuf dipenjara dengan tuduhan mau memperkosanya. Padahal yang terjadi sebenarnya adalah sebaliknya. Wanita yang di dalam al Qur'an dikenal dengan nama Zulaikha itulah sebenarnya yang membujuk Yusuf untuk berlaku serong, dan Yusuf berlari keluar ruangan. Celakanya, di depan pintu itu ada sang suami. Dan, dia lebih percaya kepada istrinya daripada Yusuf. Maka, Yusuf pun masuk penjara tanpa proses pengadilan.
Yusuf dipenjara selama 7 tahun. Tetapi, disanalah ia justru memperoleh ilmu hikmah untuk menakwilkan mimpi. Yang, kelak mengantarkan ia menjadi seorang kepercayaan Raja. Sang Raja bermimpi ada tujuh ekor sapi kurus yang memakan tujuh tangkai padi yang gemuk. Para pendeta pagan yang ada di sekelilingnya tidak ada yang bisa menakwilinya, tetapi Yusuf memberikan makna yang tepat tentang mimpi sang Raja. Bahwa Mesir akan mengalami masa paceklik selama tujuh tahun, setelah masa panen raya selama tujuh tahun.
قَالَ ٱجۡعَلۡنِى عَلَىٰ خَزَآٮِٕنِ ٱلۡأَرۡضِۖ إِنِّى حَفِيظٌ عَلِيمٌ۬ (٥٥
''Yusuf berkata kepada raja: jadikanlah aku seorang yang berkuasa untuk mengelola (hasil) bumi (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan" [QS 22:55].
Maka, atas bimbingan Allah, Yusuf membangun kota Fayoum menjadi kota yang subur. Dan membekas hingga sekarang. Karya orang-orang yang berilmu, yang diniatkan ikhlas karena Allah semata adalah karya abadi yang akan membawa manfaat buat umat manusia.
Bersambung besok: Mencari Tempat Tenggelamnya Istana Qarun
Berada di kota Fayoum kami penasaran dengan nama danau Qarun. Apalagi setelah saya telusuri, tidak jauh dari danau itu ada perkampungan yang juga bernama Desa Qarun. Apakah ini ada kaitannya dengan tokoh Qarun di zaman nabi Musa, yang harta benda beserta istananya ditenggelamkan Allah, karena kesombongannya? Ternyata benar. Di sekitar danau inilah Qarun dan istananya ditenggelamkan.
Qarun adalah Bangsa Israil sebagaimana nabi Musa. Sejumlah penafsir al Qur’an mengatakan ia adalah sepupu Nabi Musa. Sebagian yang lain menyebutnya paman Nabi Musa. Tetapi, di dalam al Qur’an memang hanya disebut sebagai ’kaum Musa’. Tidak begitu jelas apakah ia paman ataukah sepupu.
Qarun hidup di zaman Fir'aun Ramses II sebagaimana juga Musa. Meskipun Qarun mengaku mengikuti agama Musa, ia justru sangat dekat dengan Ramses II yang memusuhi Rasul Allah itu. Bahkan ia memperoleh penghasilan besar dari posisinya yang mendua. Ramses memanfaatkan Qarun untuk menjadi mata-mata dan pengendali Bani Israil agar tidak berbuat macam-macam yang bisa membahayakan kedudukan Fir'aun.
Sebagaimana kita ketahui, Bani Israil adalah bangsa pendatang di negeri Mesir. Mereka datang ke negeri Fir'aun ini pada zaman Nabi Yusuf, di sekitar abad 17 SM. Mereka memperoleh izin tinggal di Mesir karena penguasa saat itu adalah Bangsa Hyksos yang secara emosional dekat dengan penduduk Palestina, Bani Israil. Namun, seiring dengan jatuhnya kekuasaan Hyksos ke tangan Fir'aun lagi di zaman New Kingdom, Bangsa Israil menjadi bangsa kelas dua yang sering dianiaya oleh Fir'aun. Mereka banyak yang dijadikan budak, dan dijadikan sebagai ’pekerja paksa’ untuk membangun proyek-proyek Fir'aun. Sampai kelak dibebaskan oleh Nabi Musa, dengan cara eksodus ke palestina kembali.
Qarun memainkan peran sebagai orang munafik, yang bekerja untuk kepentingan Ramses II. Karena itu sebagian besar kaumnya sangat membenci dia. Tetapi, dia memiliki harta berlimpah ruah karenanya. Dan memiliki sejumlah pengikut yang sesama penjilat kekuasaan. Kekayaan Qarun digambarkan sangat fantastis, dan sering melakukan pamer kekayaan kepada kaumnya yang miskin.
Musa tak bosan-bosannya mengingatkan Qarun, agar ia membagikan sebagian kekayaannya kepada kaumnya dalam bentuk zakat. Bukan malah pamer kekayaan seperti itu. Tetapi, kesombongan Qarun semakin menjadi-jadi. Ia kumpulkan seluruh harta bendanya, dan diaraknya keliling kota Fayoum. Ia kerahkan puluhan kuda dan unta, serta ratusan laki-laki dan perempuan, semata-mata untuk pamer kekayaan.
Maka, Allah pun memberikan pelajaran dengan menghancurkan kekayaannya itu di depan mata penduduk Fayoum. Istananya ditenggelamkan ke dalam perut bumi beserta segala isinya. Tanpa bekas, kecuali nama perkampungan Qarun, danau Qarun dan Qasr Qarun. Mengenai Qasr Qarun atau Istana Qarun, terjadi pro kontra. Saya juga sempat menelusurinya.
Kami sempat mendatangi sebuah reruntuhan bangunan yang disebut-sebut sebagai istana Qarun itu. Lokasinya ada di dekat pemukiman penduduk desa Qarun. Kini sedang digali kembali oleh pemerintah bekerjasama dengan sejumlah arkeolog mancanegara. Tetapi, sejauh yang saya telusuri, gedung bergaya Romawi itu bukan istana Qarun. Melainkan kuil peribadatan di zaman Yunani-Romawi. Kuil ini dipersembahkan kepada Dewa Sobek alias Dewa Buaya yang menghuni danau Qarun. Karena itu, di dalamnya ada patung manusia berkepala buaya sebagai ikon utamanya.
Kawasan danau Qarun dan Fayoum yang subur, memang pernah menjadi lumbung makanan bagi Bangsa Romawi ketika menduduki Mesir. Mereka membangun markas tentara, pemukiman, dan kuil-kuil di sana. Bahkan juga villa-villa di pinggiran danau Qarun itu. Tetapi seiring dengan runtuhnya kekuasaan Romawi di Mesir, kawasan itu mengalami keruntuhan juga. Sebagiannya masih tertinggal dalam bentuk reruntuhan, termasuk kuil Dewa Sobek yang dikira sebagai istana Qarun.
Sedangkan istana Qarun yang sesungguhnya berada di tepian danau, kini sudah tidak ada bekasnya lagi, karena ditenggelamkan oleh Allah, sebagaimana diceritakan dalam al Qur’an.
فَخَسَفۡنَا بِهِۦ وَبِدَارِهِ ٱلۡأَرۡضَ فَمَا ڪَانَ لَهُ ۥ مِن فِئَةٍ۬ يَنصُرُونَهُ ۥ مِن دُونِ ٱللَّهِ وَمَا كَانَ مِنَ ٱلۡمُنتَصِرِينَ (٨١
’’Maka Kami benamkanlah Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi. Tidak ada baginya suatu golongan pun yang menolongnya terhadap azab Allah. Dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (diri)’’ [QS 28:81].
* * *
Benarkah istana Qarun dibenamkan Allah di sekitar danau Qarun itu? Penelusuran geologis menunjukkan adanya kemungkinan besar. Karena, ternyata kawasan ini adalah kawasan labil berupa patahan lempeng bumi yang pernah mengalami penurunan. Dan itu sudah terjadi sejak jutaan tahun yang lalu.
Karena itu ketinggian danau Qarun tersebut lebih rendah dari permukaan air laut, sejauh 45 meter. Danau ini airnya agak asin, dikarenakan mengalami penguapan terus menerus, tanpa bisa mengalir untuk berganti air. Dan di zaman Nabi Yusuf, kota Fayoum dibentuk menjadi kawasan pertanian yang subur dengan cara mengalirkan air sungai Nil yang berjarak sekitar 100 km timur danau. Aliran airnya justru mengarah ke barat, yaitu masuk ke danau Qarun. Karena danau ini memang lebih rendah dari sungai Nil.
Di zaman Qarun, kawasan ini mengalami gempa disebabkan oleh pergerakan patahan lempeng bumi tersebut. Sehingga, istana Qarun yang berada di tepi Danau pun runtuh karenanya. Dan tenggelam beserta isinya ke dalam perut bumi. Sejak itu luasan Danau Qarun menjadi lebih besar dari sebelumnya. Kini, danau tersebut memiliki panjang sekitar 40 km membentang dari timur ke barat, dan lebar sekitar 10 km.
Di bagian utara-barat danau adalah perbukitan Jabbal Qatrani dengan ketinggian 350 meter. Sedangkan di bagian selatan-timur justru dataran rendah, puluhan meter di bawah permukaan laut. Di bagian yang runtuh inilah terbentuk danau, dan menjadi tandon air bagi sekitarnya. Di zaman Ramses II, Qarun memperoleh hadiah rumah di kawasan tepi danau. Bahkan, sebagian sumber informasi mengatakan kawasan ini memang dihadiahkan kepada Qarun. Sehingga danau dan desa yang di situ pun dinamai dengan nama Qarun.
Allah memberikan pelajaran dengan banyak cara dan peristiwa. Pada dasarnya ingin mengingatkan manusia agar memahami hukum alam yang sudah digelar-Nya. Bahwa kebaikan akan berbalas kebaikan, dan kejahatan akan berbalas kejahatan.
فَكُلاًّ أَخَذۡنَا بِذَنۢبِهِۦۖ فَمِنۡهُم مَّنۡ أَرۡسَلۡنَا عَلَيۡهِ حَاصِبً۬ا وَمِنۡهُم مَّنۡ أَخَذَتۡهُ ٱلصَّيۡحَةُ وَمِنۡهُم مَّنۡ خَسَفۡنَا بِهِ ٱلۡأَرۡضَ وَمِنۡهُم مَّنۡ أَغۡرَقۡنَاۚ وَمَا ڪَانَ ٱللَّهُ لِيَظۡلِمَهُمۡ وَلَـٰكِن ڪَانُوٓاْ أَنفُسَهُمۡ يَظۡلِمُونَ (٤٠
’’Maka masing-masing Kami azab disebabkan oleh dosanya sendiri. Di antaranya ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu, dan di antaranya ada yang ditimpa suara menggelegar, dan di antaranya ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antaranya ada yang Kami tenggelamkan. Dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri’’ [QS. 29:40].
Bersambung besok: Memphis, dan Necropolis Pertama di Dunia
Keluar dari kota Fayoum membawa kami ke pemandangan padang pasir kembali. Kawasan hijau yang begitu subur berganti dengan pemandangan cokelat tanah dan bebatuan yang tandus. Tak jauh dari Fayoum, sekitar 80 km, kami memasuki kota tua yang sangat terkenal dalam sejarah Mesir kuno, yaitu kota Memphis. Inilah ibukota Mesir kuno di zaman Old Kingdom selama lebih dari 1000 tahun.
Dibandingkan dengan Luxor yang menjadi ibukota New Kingdom, Memphis memainkan peran yang lebih lama. Bahkan, ketika ibukota kerajaan Mesir kuno sudah dipindahkan ke Luxor, jauh di selatan, pun kota Memphis masih memainkan peran sebagai kota besar yang ramai. Luxor hanya berperan sekitar 500 tahun, tetapi Memphis bertahan sampai lebih dari 3000 tahun, yakni sampai zaman Romawi berkuasa di Mesir.
Setelah itu, peran Memphis mengalami kemunduran seiring dengan datangnya kekuasaan Islam yang beribukota di Kairo. Kini, Memphis hanya berupa sebuah desa kecil. Ketika saya memasuki kawasan ini, saya melihat sebuah rambu lalulintas bertuliskan: Village Memphis. Dan memang benar, saya hanya menemukan sebuah Museum tak berapa besar di antara kawasan pedesaan yang tak lagi megah. Di museum itulah sejumlah peninggalan kerajaan Mesir kuno menampakkan kejayaan masa lalunya.
Untuk melihat kemegahan kota Memphis lebih baik dengan cara menyaksikan langsung reruntuhan kotanya, dalam kawasan yang sangat luas. Maka, kami pun hanya sebentar berada di dalam Museum. Kami langsung menjelajah ’bekas kota’ yang didirikan oleh dinasti pertama kerajaan Mesir kuno. Kami menyaksikan reruntuhan kota yang kini sedang digali kembali oleh para arkeolog untuk dihadirkan kepada kita.
Adalah Firaun Menes atau yang lebih dikenal dengan nama Narmer yang mula-mula membangun kota Memphis. Dia adalah raja pertama Old Kingdom yang berkuasa di abad 32 SM. Dialah Firaun yang pertamakali berhasil menyatukan kerajaan Mesir Utara dan Selatan. Atau, di dalam sejarah dikenal sebagai Lower Egypt dan Upper Egypt.
Maka, sejak Narmer itu Firaun Mesir menggunakan mahkota bertumpuk dua, yang dikenal sebagai Double Crown, sebagai simbol penyatuan kerajaan utara dan selatan. Dilanjutkan dengan penyatuan lambang bunga Lotus dan pohon Papirus yang menjadi simbol kesejahteraan kedua kerajaan. Sampai pada pemilihan kota Memphis yang berada di perbatasan wilayah kerajaan utara dan selatan di lembah sungai Nil, itu pun sengaja dipilih sebagai lambang penyatuan.
Kota yang tepat berada di ’pintu’ Delta Sungai Nil yang subur tersebut dikelilingi oleh tembok yang melindunginya dari luapan sungai Nil saat banjir tahunan. Kota itu diberi nama Ineb-Hedj, yang dalam bahasa Mesir kuno bermakna ’Tembok Putih’, menunjuk kepada tembok yang mengelilingi kota. Sedangkan nama Memphis baru muncul kemudian, dalam bahasa Yunani, yang bermakna ’Kota Indah yang Tertata Rapi’, karena di dalamnya banyak ditemukan taman-taman yang indah dengan air mancurnya, kuil-kuil dan istana-istana yang megah.
Bukti-bukti kemegahannya kini sedang digali kembali oleh para arkeolog. Salah satunya, adalah sebuah kota pemakaman yang dikenal sebagai Necropolis. Kawasannya membentang sepanjang 40 km. Dan di dalamnya terdapat lebih dari seratus buah Piramida yang menakjubkan, serta ratusan makam para kerabat Firaun, pendeta, dan pejabat-pejabatnya. Areanya lebih luas dari kawasan Lembah Raja yang sudah saya kunjungi di Luxor.
Sayang, karena usianya sudah lebih dari 5000 tahun, penggalian kawasan ini membutuhkan keahlian dan kehati-hatian yang ekstra. Benda-benda bersejarahnya sudah banyak yang hancur dimakan waktu, atau hilang dicuri para perampok kuburan Firaun. Tetapi, fisik kota secara kesuluruhan, kini sedang direkonstruksi untuk dimunculkan kembali. Setidak-tidaknya, kawasan Kota Makam yang disebut Necropolis itu bakal kelihatan kembali.
Jika jenazah Firaun di Lembah Raja, Luxor, dimasukkan ke dalam perut bukit berbentuk piramida, maka di Necropolis ini jenazah Firaun dimasukkan ke dalam perut ’bukit buatan’: sebuah bangunan berbentuk Piramida yang menjulang tinggi puluhan meter ke angkasa. Tentu, jauh lebih dahsyat karena membutuhkan keahlian dan waktu konstruksi selama bertahun-tahun.
Ide dasarnya datang dari seorang arsitek multitalenta yang terkenal zaman itu: Imhotep. Awalnya, makam-makam raja Mesir hanya berbentuk Mastaba. Yaitu, sebuah ruangan yang dibentuk dari tumpukan batu yang di dalamnya ada peti mumi Firaun. Imhotep memgembangkannya menjadi sebuah bangunan Piramida yang monumental. Karena jasa dan ide-idenya yang brilian, di kawasan Necropolis itu kini didirikan sebuah Museum bernama Imhotep. Di dalamnya, kita bisa menyaksikan bagaimana karya-karyanya dalam membangun sebuah Piramida.
Piramida yang tertua adalah Piramida Sakkara. Bentuknya unik, dan berbeda dari piramida-piramida lainnya. Bangunan yang menjadi makam Firaun Djoser dari Abad ke 3 di zaman Old Kingdom itu berbentuk bangunan bertingkat yang mengecil di bagian paling atas. Piramida ini sering juga disebut sebagai Piramida Djoser, nama Firaun yang berkuasa di tahun 2667 – 2648 SM.
Tingginya 60 meter, terdiri dari enam tingkat, terbuat dari blok-blok batu kapur yang ditumpuk secara berjenjang. Ketika saya datang ke kawasan Sakkara, piramida tersebut sedang dalam renovasi. Kawasan makam ini memang masih terus diekskavasi untuk menemukan piramida-piramida lainnya. Yang sudah diketemukan ada ada sebelas. Diantaranya adalah piramida Userkaf, piramida Unas, Pepi, Djoser, dan Sekhemket. Dan baru-baru ini diketemukan lagi satu piramida yang masih terus dalam penggalian...
* * *
Mesir benar-benar menjadi gudang bukti-bukti sejarah masa lampau. Bukti adanya peradaban yang tidak kalah oleh zaman sekarang. Tentu, dalam bentuk yang berbeda. Allah, Sang Pencipta peradaban, memerintahkan kepada kita untuk melakukan perjalanan menyusuri peninggalan-peninggalan mereka. Agar kita bisa mengambil pelajaran. Bahwa peradaban setinggi apa pun kelak akan runtuh dimakan waktu. Tak ada yang mampu mengalahkan ’Sang Penguasa’alam semesta.
أَفَلَمۡ يَسِيرُواْ فِى ٱلۡأَرۡضِ فَيَنظُرُواْ كَيۡفَ كَانَ عَـٰقِبَةُ ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِمۡۚ كَانُوٓاْ أَڪۡثَرَ مِنۡہُمۡ وَأَشَدَّ قُوَّةً۬ وَءَاثَارً۬ا فِى ٱلۡأَرۡضِ فَمَآ أَغۡنَىٰ عَنۡہُم مَّا كَانُواْ يَكۡسِبُونَ (٨٢
’’Maka apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi, lantas memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang yang sebelum mereka ? Padahal orang-orang zaman dulu itu lebih hebat kekuatannya dan (lebih banyak) bekas-bekasnya di muka bumi, maka apa yang mereka usahakan (untuk mempertahankan kekuasaan) itu tidak dapat menolong mereka (dari kehancuran)’’ [QS 40:82].
Bersambung besok: Dashur, Piramida Bengkok yang Gagal
Dari kawasan Sakkara kami melanjutkan perjalanan ke kawasan Dahshur, yang sebenarnya lebih dekat ke kota Fayoum. Tapi kami sengaja mengunjunginya setelah dari Sakkara, karena Sakkara adalah Piramida yang paling awal dibangun di zaman Mesir kuno. Sedangkan Dahshur adalah piramida yang dibangun setelahnya. Saya ingin merasakan proses yang berlangsung di zaman itu.
Kawasan Dahshur lebih sepi dibandingkan dengan kawasan Sakkara. Demikian pula turis yang berkunjung ke piramidanya. Salah satu sebabnya, kawasan ini tidak sekaya Sakkara dalam kandungan peninggalannya. Selain itu, kawasan Dahshur adalah kawasan militer, sehingga terkesan lebih angker dan tidak boleh sembarangan. Tidak ada pedagang yang berani jualan di sini. Demikian pula tidak ada persewaan kuda dan unta.
Namun beruntung, saya sempat ’menyewa’ unta para polisi yang menjaga kompleks ini untuk berkeliling kawasan. Mengingat, cuacanya sangat terik, bermedan padang pasir yang luas. Sehingga melakukan eksplorasi dengan jalan kaki dalam keadaan puasa bukan main beratnya. Itupun masih basah kuyup dengan keringat, kepanasan.
Sebenarnya, di Dahshur ada sebelas piramida yang dibangun pada zaman dinasti ke 4 sampai ke 12. Tetapi yang utuh tinggal dua buah saja, yaitu Piramida Snefru Bent dan Red Piramid. Selebihnya sudah runtuh menjadi gundukan pasir dan bebatuan lapuk. Ini menunjukkan betapa tidak mudah untuk membangun sebuah piramida yang bisa bertahan ribuan tahun.
Kompleks Dahshur memang lebih kecil dibandingkan Sakkara. Areanya hanya membentang sepanjang 4 km. Bandingkan dengan Sakkara yang 7 km. Tetapi, yang menarik dari kawasan Dahshur adalah nilai sejarah pembuatan Piramidanya. Inilah Piramida kedua yang dibangun setelah piramida berjenjang di Sakkara. Maka, ada yang menyebut Piramida Dahshur ini sebagai piramida pertama yang berbentuk benar-benar piramida. Sebab, yang di Sakkara itu tidak berbentuk piramida murni. Melainkan seperti sebuah bangunan bertingkat yang bertumpuk mengerucut.
Berdasar pengalaman piramida Sakkara yang dibangun oleh dinasti sebelumnya itulah, Raja Snefru (2613 – 2589 SM) mencoba membangun bentuk piramida yang lebih sempurna. Maka, ia memerintahkan para arsiteknya untuk merancang sebentuk piramida yang utuh. Sayang, kemiringan Piramida itu terlalu terjal, yaitu 54 derajat. Sehingga ketika dibangun, para pekerjanya mengalami kesulitan untuk merealisasikan bagian atas bangunan. Dan kemudian arsiteknya mengubah sudut kemiringannya menjadi 43 derajat.
Setelah jadi, ternyata kelihatan jelek. Bangunan piramida itu terlihat bengkok di bagian atasnya. Sehingga, sampai sekarang banyak yang menyebut Piramida Dahshur yang memiliki tinggi 105 meter itu sebagai Piramida Bengkok. Atau, ada juga yang menyebutnya sebagai Piramida Snefru-Bent.
Tentu saja, Raja Snefru tidak puas melihat hasilnya. Dan kemudian, memerintahkan untuk membangun kembali sebuah piramida yang lebih sempurna. Padahal, sebelum membangun piramida bengkok itu sebenarnya Snefru sudah bereksperimen dengan Piramida Maydum, yang berada di kawasan lebih selatan dari kompleks Dahshur. Itulah piramida yang dibangun oleh ayahnya, Firaun Sanakhit, di generasi sebelumnya. Dia bersama tim arsiteknya mengotak-atik piramida Maydum sehingga mengalami kerusakan disana-sini. Tetapi piramida Maydum memang masih mirip dengan Sakkara yang bentuknya berjenjang seperti anak tangga.
Akhirnya, Snefru tidak mau menggunakan Piramida Bengkok itu sebagai bakal makamnya. Dan dibiarkan serta dikosongkan tanpa pernah dimanfaatkan. Ia lantas memerintahkan para arsiteknya untuk membuat Piramida lagi di kawasan yang sama, hanya berjarak sekitar 2 km dari Piramida yang gagal. Jadilah piramida yang kedua dengan lebih sempurna. Namanya Red Pyramid, karena dibuat dari bebatuan yang berwarna agak kemerahan. Dan, di dalam ruang piramidanya ada grafiti menggunakan cat berwarna merah.
Bersamaan dengan membuat Piramida yang kedua itu, Snefru juga membuatkan piramida yang lebih kecil untuk istrinya. Posisinya ada di sebelah Piramida Merah. Tetapi, kini kondisinya juga sudah banyak yang rusak. Selain desain konstruksi yang benar, pemilihan jenis batu sebagai bahan pemuatan piramida juga membawa pengaruh yang besar bagi ketahanannya dalam jangka panjang.
Yang menarik, Raja Snefru ternyata adalah bapak dari Cheops yang membangun Piramida paling terkenal di dunia, sehingga masuk sebagai salah satu keajaiban dunia, yaitu Piramida di kompleks Giza. Juga, kakek dari Chepren yang membangun piramida selanjutnya di kompleks Giza yang terkenal itu. Disana ada 3 buah Piramida yang dibangun oleh keturunan Snefru.
Pengalaman Snefru menjadi pelajaran yang berharga bagi anak-cucunya untuk membangun kompleks Piramida Giza. Bukan hanya bentuknya yang sempurna, melainkan juga bebatuan yang menjadi bahan bakunya. Kalau, Piramida Snefru memiliki ketinggian 105 meter, maka yang dibangun anaknya di Giza itu lebih tinggi lagi, yakni 146 meter. Dan bisa bertahan sampai kini meskipun sudah berumur lebih dari 5000 tahun. Sayang, benda-benda berharga di dalamnya sudah lenyap. Termasuk muminya. Lagi-lagi karena ulah pencuri kuburan Firaun..!
* * *
Bekerja keras pantang putus asa, dan mengambil pelajaran dari peristiwa sebelumnya adalah kunci dari sebuah keberhasilan. Tidak peduli apakah ia hanya mengejar kesuksesan duniawi atau pun ukhrawi. Bahkan, juga untuk sebuah kejahatan ataukah kebaikan. Allah adalah Zat yang Maha Pemurah kepada siapa saja yang bekerja keras dan bekerja cerdas untuk mencapai tujuannya. Dia memberikan ’bantuan’-Nya berdasar sifat Maha Pemurahnya. Sebagaimana diceritakan-Nya dalam Qur'an
مَّن كَانَ يُرِيدُ ٱلۡعَاجِلَةَ عَجَّلۡنَا لَهُ ۥ فِيهَا مَا نَشَآءُ لِمَن نُّرِيدُ ثُمَّ جَعَلۡنَا لَهُ ۥ جَهَنَّمَ يَصۡلَٮٰهَا مَذۡمُومً۬ا مَّدۡحُورً۬ا (١٨) وَمَنۡ أَرَادَ ٱلۡأَخِرَةَ وَسَعَىٰ لَهَا سَعۡيَهَا وَهُوَ مُؤۡمِنٌ۬ فَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ ڪَانَ سَعۡيُهُم مَّشۡكُورً۬ا (١٩) كُلاًّ۬ نُّمِدُّ هَـٰٓؤُلَآءِ وَهَـٰٓؤُلَآءِ مِنۡ عَطَآءِ رَبِّكَۚ وَمَا كَانَ عَطَآءُ رَبِّكَ مَحۡظُورًا (٢٠) ٱنظُرۡ كَيۡفَ فَضَّلۡنَا بَعۡضَہُمۡ عَلَىٰ بَعۡضٍ۬ۚ وَلَلۡأَخِرَةُ أَكۡبَرُ دَرَجَـٰتٍ۬ وَأَكۡبَرُ تَفۡضِيلاً۬ (٢١
"Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mu'min, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalas dengan baik. Kepada masing-masing golongan baik golongan ini maupun golongan itu kami berikan bantuan dari kemurahan Tuhanmu. Dan kemurahan Tuhanmu tidak dapat dihalangi Perhatikanlah bagaimana Kami lebihkan sebagian dari mereka atas sebagian yang lain. Dan pasti kehidupan yang lain. Dan Pasti kehidupan akhira lebih tinggi tingkatnya dan lebih besar keutamaannya" [QS 17:18-21].
Bahwa siapa saja bekerja sungguh-sungguh pasti akan mencapai tujuannya. Tetapi sambil mengingatkan, bahwa kehidupan akhirat adalah tujuan utama yang harus diperjuangkan dengan sebenar-benarnya, karena Akhirat adalah kehidupan yang jauh lebih berkualitas dibandingkan kehidupan dunia yang hanya sebentar saja.
لِمِثۡلِ هَـٰذَا فَلۡيَعۡمَلِ ٱلۡعَـٰمِلُونَ (٦١
’’Untuk mencapai kesuksesan seperti ini hendaklah berusaha orang-orang yang bekerja’’ [QS 37:61].
فَإِذَا فَرَغۡتَ فَٱنصَبۡ (٧) وَإِلَىٰ رَبِّكَ فَٱرۡغَب (٨
’’Maka apabila kamu telah selesai (mengerjakan suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap (akan hasilnya)" [QS 94:7-8].
Bersambung besok: Dua Setengah Juta Batu untuk Piramida Giza
Tidak lengkap berbicara piramida tanpa membahas Giza. Inilah kompleks terhebat yang ada di kawasan Necropolis – Kota Pekuburan – Memphis. Piramidanya dimasukkan dalam ‘ 8 Delapan Keajaiban Dunia’ yang menakjubkan dari sisi desain, serta bertahan lebih dari 5000 tahun.
Kompleks yang dibangun raja Khufu dari dinasti ke 4 ini memiliki luas sekitar 13 hektare. Di dalamnya ada 3 piramida utama, yang dibangun oleh anak cucu raja Snefru, yang membangun piramida bengkok di Dahshur. Yang tertinggi adalah yang dibangun oleh Khufu alias Cheops (2589 – 2566 SM). Tingginya saat dibangun adalah 146 meter. Tetapi kemudian runtuh di bagian ujungnya, sehingga tinggal 136 meter. Di bagian ujung itu, kini dipasangi kerangka besi berbentuk ujung piramida yang hilang, untuk menunjukkan ketinggian sesungguhnya.
Piramida kedua dibangun oleh Chefren (2558 – 2532 SM), anak Khufu. Tingginya 136 meter. Lebih rendah 10 meter dari punya ayahnya. Tetapi, karena piramida ini dibangun di atas dataran yang lebih tinggi, maka secara awam terlihat lebih tinggi dari pendahulunya. Rupanya, si Firaun Chefren bimbang antara ingin lebih tinggi tetapi segan kepada ayahnya. Maka, jalan tengahnya adalah piramidanya lebih rendah, dengan fondasi lebih tinggi. Sehingga, hasilnya tetap saja kelihatan lebih tinggi.
Sedangkan piramida ketiga adalah piramida yang dibangun oleh Menkhaure (2532 – 2503 SM) anak Chefren alias cucu Khufu. Tinggi aslinya 66,5 meter. Tetapi kini tinggal 62 meter, karena runtuh bagian atasnya. Di kompleks piramida Giza ada 6 piramida berukuran lebih kecil, sebagai makam istri-istri raja dan ibunya. Tiga buah ada di sebelah piramida Menkhaure, dan yang tiga lagi di sebelah piramida Khufu. Yang di dekat Khufu, salah satunya adalah makam ibunya, ratu Hethepheres, yakni istri Firaun Snefru. Piramida ini dibangun karena piramida Dahshur yang disediakan untuk makam sang ibu mengalami masalah desain. Dan, memang terbukti hancur lebih dulu.
Tentang proses pembangunan piramida ini masih kontroversial, sekaligus menakjubkan banyak pihak. Terutama piramida Khufu, yang paling tinggi, dengan ruang raja alias King’s Chamber yang dibuat dari batu granit utuh seberat puluhan ton. Dalam wacana umum di kalangan arkeolog dipercayai bahwa piramida Khufu dibangun selama lebih dari 20 tahun, hampir sepanjang masa kekuasaannya. Ia mengerahkan tenaga kerja lebih dari 100 ribu orang yang bekerja secara bergantian, dibantu tak kurang dari 20 ribu binatang ternak. Binatang-binatang ini digunakan untuk menarik batu-batu besar penyusun piramida yang beratnya antara 2,5 ton sampai 15 ton, yang tidak mungkin tenaga manusia bisa mengangkatnya.
Maka, proses pembangunan sebuah piramida benar-benar pekerjaan raksasa yang luar biasa menakjubkan. Baik dari segi jumlah pekerja yang terlibat, maupun jumlah batu penyusunnya. Diperkirakan, batu penyusunnya berjumlah 2,3 – 2,5 juta, bergantung pada ukurannya. Sebab, ukuran batu di bagian bawah adalah lebih besar dibandingkan yang berada di bagian atas.
Yang di bawah, berfungsi menjadi fondasi, sehingga harus berukuran lebih besar dan lebih kuat. Setiap blok batu berukuran lebar 1 meter, panjang 2,5 meter, dan tinggi 1,5 meter. Bobot setiap batu mencapai 6,5 – 10 ton. Sedangkan di lapisan yang lebih tinggi bobotnya lebih rendah, yaitu sekitar 1,3 ton, dengan ukuran 1 x 1 x 0,5 meter. Biasanya, para ahli Mesir Kuno menyebut bobot rata-rata batu sebesar 2,5 ton. Jadi kalau dikalikan dengan jumlah batu piramida sebanyak 2,5 juta, maka bobot Piramida Khufu itu kira-kira sebesar 6,25 juta ton.
Tentu ini membawa konsekuensi desain yang luar biasa, mulai dari kekuatan tanah pendukungnya, pondasinya, jenis batu yang dipakai, ukuran dan kepadatannya, sampai kepada bentuknya agar tidak runtuh sebelum waktunya. Juga, tingkat kesulitan dalam proses pembuatannya. Ternyata semua itu bisa diatasi dengan baik oleh arsitek Piramida Giza: Hemiunu, yang masih cucu Raja Snefru, dari pangeran Nefermaat. Tidak sia-sia Snefru bereksperimen dengan Piramida Bengkoknya di Dahshur.
Karena itu, untuk membangun Piramida Giza ini, kawasan yang dipilih adalah gunung batu kapur Giza. Ada empat alasan yang melandasinya. Yang pertama, berhitung pada kemampuan atau daya dukung lahan terhadap beban piramida yang demikian berat. Yang kedua, sekaligus sebagai tambang bahan baku untuk piramida, dengan cara memotong-motong bukit kapur itu dalam bentuk blok batu berukuran tertentu. Kesamaan jenis batu dengan lahan tempat piramida itu menjadikan hitungan konstruksinya menjadi lebih sederhana dan terjamin.
Yang ketiga, pemilihan dataran tinggi ini menyebabkan piramida terbebas dari banjir tahunan Sungai Nil yang selalu meluap menggenangi daerah yang luas. Terutama sebelum dibuat bendungan Aswan. Dan yang keempat, ini adalah kawasan Barat sungai Nil, yang memang dipersyaratkan bagi kawasan pemakaman para penyembah dewa matahari.
Tentang proses pembangunan ini, seorang ilmuwan Jerman, Franz Lohner punya pendapat lain. Menurutnya, dengan menggunakan teknik katrol, pembangunan Piramida khufu itu sebenarnya tidak usah mempekerjakan 100 ribu tenaga kerja ditambah 20 ribu binatang ternak. Melainkan cukup dengan 6.700 tenaga terampil, untuk masa pengerjaan yang sama, 20 tahun. Dan jika jumlah pekerja ditambah menjadi 2 kali lipat, maka piramida itu pun akan selesai dalam waktu 10 tahun. Semua itu, sangat mungkin dilakukan di zaman itu, karena tidak menggunakan peralatan berat dan teknologi tinggi, melainkan sekedar dengan kecerdikan memanfaatkan bobot tenaga pekerja sendiri.
Mereka cukup membangun katrol di bagian atas piramida yang sedang dibangun. Lantas, ’menimba’ batu dari bagian bawah piramida melewati kemiringannya yang bersudut 52 derajat itu. Mirip dengan orang menimba air sumur. Tetapi, di piramida ini pekerjanya menarik batu seberat 2,5 ton dengan bobot mereka yang bergerak turun di bidang miring piramida. Jadi, setiap batu yang berbobot 2,5 ton cukup ditarik oleh sekitar 40 orang yang berjalan menuruni lereng piramida, maka batu 2,5 ton itu pun bergerak ke bagian atas piramida dengan mudahnya..!
* * *
Kecerdikan manusia bisa mengatasi segala masalah yang ada di sekitarnya. Allah sudah menyiapkan segala sesuatunya di alam yang diciptakan-Nya. Dan pada diri manusia sendiri sebagai potensi. Serta memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia untuk membangun peradabannya.
هُوَ ٱلَّذِى خَلَقَ لَكُم مَّا فِى ٱلۡأَرۡضِ جَمِيعً۬ا ثُمَّ ٱسۡتَوَىٰٓ إِلَى ٱلسَّمَآءِ فَسَوَّٮٰهُنَّ سَبۡعَ سَمَـٰوَٲتٍ۬ۚ وَهُوَ بِكُلِّ شَىۡءٍ عَلِيمٌ۬ (٢٩
’’Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi ini untuk kamu semuanya...’’ [QS 2:29].
أَلَمۡ تَعۡلَمۡ أَنَّ ٱللَّهَ يَعۡلَمُ مَا فِى ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِۗ إِنَّ ذَٲلِكَ فِى كِتَـٰبٍۚ إِنَّ ذَٲلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٌ۬ (٧٠
Apakah kamu tidak tahu bahwa Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi? Bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab. Sesungguhnya semua itu amat mudah bagi Allah" [QS 22:70].
Bersambung besok: Mumifikasi, Otak dan Isi Perut pun Dikeluarkan
Masih tentang Necropolis alias Kota Pekuburan, Memphis. Adalah sangat menarik, dari kawasan yang membentang sepanjang puluhan kilometer itu tidak diketemukan artefak istana Firaun secara signifikam. Justru, yang diketemukan adalah pekuburan. Ini terkait dengan filosofi masyarakat Mesir kuno, yang memandang kehidupan sesudah mati jauh lebih penting dibandingkan kehidupan sekarang.
Kebanyakan raja Mesir kuno bersegera menyiapkan pekuburannya sesaat sesudah pelantikannya sebagai raja. Hari ini dilantik, hari ini juga merancang pekuburan. Baik dalam bentuk mastaba – tumpukan batu sederhana. Ataupun, piramida yang spektakuler. Ataupun, perbukitan yang disulap menjadi Valley of The King. Istana raja dibuat dari bahan-bahan yang mudah hancur, semisal batu bata atau semacam tanah yang diperkeras. Tetapi, pekuburan dibuat dari bebatuan yang tahan lama.
Para penganut agama pagan menyiapkan kehidupan sesudah mati sebaik-baiknya. Mereka membuat Piramida yang berbentuk lancip ke arah langit, dengan harapan, itu bisa mengumpulkan energi alam semesta yang memberikan kekuatan abadi bagi jenazah. Karena mereka yakin, bahwa tubuh yang telah mati itu akan dipakai kembali saat hidup di alam keabadian. Karenanya, harus dipersiapkan sesempurna mungkin.
Orang Mesir kuno adalah pioner dalam pembuatan mumi. Proses mumifikasi sudah mulai dikenal sekitar 4000 tahun SM. Saat itu, orang Mesir melakukan mumifikasi secara alamiah dengan memanfaatkan padang pasir yang panas dan kering. Para arkeolog menemukan mumi kering semacam itu di kawasan padang pasir Mesir, di sebuah mastaba alias ruang bawah tanah bertumpuk bebatuan. Dan kini, mumi yang posisinya tertelungkup itu disimpan dan dipamerkan di British Museum, London.
Akan tetapi, sejak tahun 2600 SM, para dokter Mesir kuno menemukan teknik mengawetkan jenazah yang kemudian dikenal sebagai mumifikasi. Dan semakin lama, tekniknya semakin maju. Sehingga teknik ini tidak hanya dilakukan oleh orang-orang Mesir, tetapi juga oleh orang-orang Romawi saat mereka menguasai Mesir di peralihan Abad Masehi selama ratusan tahun. Dan juga bangsa-bangsa lain, hingga abad Modern. Maka, kita menyaksikan jenazah beberapa tokoh diawetkan dengan cara dibalsem. Diantaranya adalah Deng Xiaoping, Lenin, dan sejumlah Paus Vatikan.
Di zaman Mesir kuno, mumifikasi adalah bagian dari prosesi agama pagan yang mengiringi kematian seorang tokoh. Maka, suasananya bukan hanya medis, melainkan juga mistis, dengan dipimpin oleh seorang pendeta. Dan tentu, tim ahli pembuat mumi.
Jasad tokoh yang meninggal dibawa dengan keranda ke sebuah ruang khusus mumifikasi, dan menjalani proses itu hingga sekitar 70 hari, sebelum siap untuk dimakamkan. Ketua timnya disebut sebagai ’Controller of The Mysteries’ yang mengetahui ramuan rahasia mumifikasi. Diantaranya, menurut para arkeolog, ada 7 jenis minyak rahasia yang belum terkuak bahannya sampai sekarang.
Sang ketua memakai topeng serigala hitam sebagai simbol Dewa Anubis, yaitu dewa penjaga Necropolis. Ia dibantu oleh beberapa asisten yang biasanya adalah pendeta, sambil melagukan nyanyian-nyanyian khusus selama proses pembuatan mumi, menyiapkan kain dan mengafaninya.
Di dalam ruang khusus itu, jasad dimandikan dengan air dicampur garam Natron. Kemudian dibawa ke sebuah ’meja operasi’ bernama Wabet, untuk dikeluarkan organ dalam perutnya dan otak dari kepalanya. Otak dikeluarkan dengan cara menyedotnya menggunakan pipa besi dari lubang yang dibuat di bagian hidung, atau tengkuk.
Sedangkan, organ-organ dalam dikeluarkan lewat sayatan yang dibuat di perut. Setelah itu, dimasukkan ke dalam vas khusus sebanyak 4 buah yang ada tutupnya. Semua organ dikeluarkan kecuali jantung dan dua buah ginjal. Ketiga organ ini dibiarkan berada di dalam tubuh karena membentuk segitiga piramida yang dipercaya memberikan keabadian kepada tubuh jenazah. Jantung, dipercaya akan ditimbang saat hari perhitungan untuk menentukan baik-buruknya balasan di alam keabadian.
Sedangkan organ lainnya, dimasukkan ke dalam vas yang diberi hiasan Anak-anak dewa Horus. Paru-paru dimasukkan ke dalam vas yang berhiaskan Hapi, yaitu dewa berkepala monyet babon. Lambung dimasukkan ke dalam vas Duamutef, dewa berkepala serigala. Hati atau liver dimasukkan ke dalam vas bergambar Imheti, sebentuk kepala manusia. Dan usus dimasukkan ke dalam vas Qebehsunuef, dewa berkepala Elang. Semua vas itu, nantinya dikubur bersama jasadnya, karena dipercaya akan kembali kepada tubuh saat dihidupkan kembali.
Setelah itu, tubuh jenazah dilumuri garam Natron untuk proses pengeringan selama 40 hari. Rongga perut yang sudah kosong, diisi kapas atau kain. Dan, selanjutnya jenazah dilumuri lagi dengan The Seven Secret Oil serta cairan khusus, wewangian Lotus, resin, dan lain sebagainya sampai sekitar 70 hari. Setelah selesai, jenazah dibalut dengan kain kafan, dengan posisi tangan menyilang di depan dada. Juga diselipkan berbagai azimat untuk melindunginya selama perjalanan menuju alam keabadian.
Terakhir, wajah sang mumi ditutupi dengan topeng yang dibuat persis dengan wajah aslinya. Agar, ’Ka’, sang ruh mengenalinya kembali saat memasuki jasadnya. Kemudian dimasukkan ke dalam peti mati belapis-lapis agar tidak terganggu oleh binatang di dalam tanah, atau pun manusia yang bermaksud jahat. Di sepanjang dinding makamnya, dipahatkan sejumlah gambar untuk memandu orang yang mati itu agar tidak ’tersesat’menuju alam keabadian, dalam bentuk Kitab Kematian..!
* * *
Semua manusia bakal mengalami kematian. Dan secara instinktif meyakini, bahwa hidup di dunia ini bukanlah satu-satunya kehidupan. Ada sebuah kehidupan lain yang bakal kita jalani sebagai kelanjutannya. Karena itu, kita semua harus mempersiapkannya. Hanya orang-orang yang keras kepala saja yang menyimpulkan bahwa dunia adalah satu-satunya kehidupan. Dia telah menentang bisikan nuraninya, bahwa kehidupan dunia sebenarnya adalah kehidupan yang belum selesai..!
Allah mengingatkan ini kepada manusia, siapa pun dia. Bahwa, setelah kematian memang ada kehidupan lain yang lebih panjang waktunya. Dan disanalah kita bakal menuai hasil perbuatan selama di dunia. Jangan sampai kita lupa diri di sini, dan baru menyesal setelah kita berada disana. Tak ada gunanya.
’’Dan (alangkah ngerinya), ketika kamu melihat orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepala di hadapan Tuhannya (di akhirat): "Ya Tuhan kami, kini kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami (ke dunia), kami akan berbuat kebajikan, sungguh kami meyakininya (sekarang)". [QS. 32: 12]
Bersambung besok: Kairo, Ibukota Negeri Seribu Menara
Meninggalkan kawasan Necropolis, kami memasuki ibukota Mesir Modern, yaitu Kairo. Inilah ibukota keempat setelah Memphis, Luxor, dan Alexandria, yang menjadi pusat pemerintahan negeri Mesir selama ribuan tahun. Masing-masing ibukota itu memiliki ciri khas yang sangat kental, terkait dengan peradabannya.
Memphis dan Luxor, adalah ibukota di zaman para Firaun yang beragama pagan. Karena itu, kedua kota tersebut meninggalkan artefak-artefak yang kental dengan tempat-tempat peribadatan agama pagan dan segala aksesorinya. Seperti kuil, patung sesembahan, dan makam raja-raja yang dipertuhankan.
Ini berbeda dengan Alexandria. Kota yang berseberangan dengan Eropa di Laut Mediterania itu, banyak meninggalkan bekas-bekas yang terkait dengan peralihan agama pagan ke Kristen. Kota pantai ini menjadi saksi masuknya dua peradaban besar, yaitu Yunani dan Romawi ke Mesir. Tetapi, kelak terbukti, mereka pun membawa peradaban Mesir yang juga pagan ke dalam budaya mereka.
Sebelum Nabi Isa terlahir, Alexandria menjadi pusat agama pagan ala Yunani-Romawi. Tetapi, setelah beliau lahir, berangsur-angsur Alexandria menjadi pusat penyebaran agama Kristen di Mesir. Sehingga, terlahirlah agama Kristen Koptik yang khas Mesir, yang mengklaim dirinya sebagai penerima berita di masa-masa awal berkembanganya Kristen secara langsung.
Sedangkan Kairo, sangat kental dengan budaya Islam. Kota ini dibangun pertamakali dengan nama Fustat, oleh Amru bin Ash. Ia yang dikenal sebagai tokoh ’Pembuka Mesir’ itu menjadi gubernur pertama Mesir di zaman Khalifah Umar bin Khathab pada abad ke-7. Sejak itu, sang Gubernur memindahkan ibukota dari Alexandria ke Fustat.
Di zaman Ibnu Tulun, pusat pemerintahannya berpindah dari Fustat ke Al Qatta'i, yang juga berada di kawasan Kairo. Nama Kairo baru diperkenalkan pada zaman kerajaan Fathimiyah tahun 969 Masehi, dengan nama al Qahiroh. Namun, terbaca oleh para pedagang Eropa sebagai Cairo. Maka, Kairo pun tumbuh secara khas dalam perpaduan budaya Arab dan peradaban Islam.
Pemilihan lokasi kota Kairo agak mirip dengan Memphis sebagai ibukota Mesir kuno. Kawasannya berada di dekat delta sungai Nil yang subur. Luasnya sekitar 450 km persegi. Dengan sungai Nil membelah di tengah-tengahnya, menjelang berakhir di muara. Benar-benar sebuah kota yang indah dan strategis. Jaraknya yang tidak terlalu jauh dari pantai dan pelabuhan – sekitar 200 km – menyebabkan kota ini kemudian berkembang menjadi kawasan yang terbuka secara internasional, sejak belum adanya transportasi udara.
Kini, kota terbesar di Afrika dan dunia Arab ini menjadi kota yang sangat padat dengan kompleksitas yang tinggi disebabkan jumlah penduduknya yang besar. Yakni, sekitar 10 juta di malam hari, dan 20 juta di jam-jam kerja, di siang hari. Kompleksitas itu disebabkan berkembangnya Kairo menjadi Kairo Raya, yang mencakup kota-kota di sekitarnya, dan demikian banyaknya orang-orang yang masuk ke sini.
Sebagai ibukota yang didirikan oleh pemerintahan Islam, Kairo berkembang seiring dengan penyebaran agama Islam. Pembangunan masjid terjadi di semua penjuru kota. Ada ribuan masjid yang kini digunakan umat Islam Mesir yang berjumlah sekitar 70 juta jiwa. Di Kairo saja, ada sekitar 4000 masjid. Dan di seantero Mesir ada sekitar 24.000 buah. Jumlah penduduk Mesir sekitar 80 juta, dan 80 persennya beragama Islam.
Jadi, bisa dibayangkan bagaimana ’ramainya’ angkasa Mesir oleh suara Azan, saat datangnya waktu shalat. Karena itu, pemerintah Mesir sempat menetapkan peraturan untuk menyatukan suara Azan di seluruh Mesir, agar kumandangnya terdengar lebih sejuk dan teratur. Setiap masjid cukup me-relay saja suara azan yang dipancarkan dari sebuah stasiun radio terbesar. Tetapi, peraturan yang sudah ditetapkan sejak 3 tahun lalu itu, sampai sekarang belum bisa terlaksana, karena adanya pro-kontra di lapangan.
Demikian banyaknya masjid di Kairo, sehingga dalam satu kompleks bisa berdiri beberapa masjid. Diantaranya, kalau kita melihat dari ketinggian benteng Salahuddin ke arah barat, kita akan melihat dua buah masjid besar, yaitu masjid Sultan Hassan dan masjid Ar Rifai berdiri berdampingan. Dan di sekitarnya masih ada 3 buah masjid lain yang lebih kecil mengelilinginya.
Salah satu masjid yang sangat bersejarah, dan kini masih menjadi pusat pengkajian Islam adalah masjid Al Azhar (didirikan tahun 972 M). Inilah masjid tertua nomer 3 setelah masjid Amru bin Ash (dibangun tahun 641 M), dan masjid ibnu Tulun (dibangun tahun 876 M). Tetapi, aktifitasnya paling padat, karena masjid ini berada di dalam kampus al Azhar, salah satu kampus tertua di dunia, yang menghasilkan ribuan ulama di berbagai negara.
Memasuki kawasan al Azhar bukan main ramainya. Bahkan cenderung macet. Karena tidak jauh dari kampus ini ada pusat perbelanjaan terkenal yaitu Bazaar Khan El Khalili yang sangat legendaris. Di sebelah bazaar ini juga ada masjid besar, yaitu masjid Hussein. Disana terdapat makam cucu Rasulullah yang menjadi korban perang saudara di Karbala. Hampir setiap hari makamnya dikunjungi oleh umat Islam terutama kalangan syiah. Saya sempat shalat di dalamnya. Dan tak jauh dari situ ada lagi masjid Sayyidah Zaenab, yang sekaligus menjadi tempat pemakamannya. Ia juga cucu Rasulullah, adik dari Sayyidina Hussein.
Shalat di masjid Al Azhar yang sudah berusia lebih dari 1000 tahun, kita bisa merasakan kadar spiritual yang melingkupinya. Dari masjid inilah ribuan ulama Islam di seluruh penjuru dunia dihasilkan. Kajian-kajian dengan sistem halaqoh yang tradisional masih digelar di dalam masjid, melengkapi metode pembelajaran yang kini lebih modern di dalam kelas-kelas.
* * *
Ketika Rasulullah SAW hijrah ke kota Madinah, yang beliau bangun terlebih dahulu adalah masjid, yaitu masjid Quba’. Dari masjid inilah Rasulullah memulai penyebaran agama Islam untuk menyembah Allah yang Esa, dan menata peradaban umat. Setelah itu beliau membangun masjid demi masjid untuk mengembangkan perjuangannya, sekaligus mengikat erat persaudaraan umat Islam secara berjamaah.
Maka, tidak heran para sahabat Nabi dan pengikutnya meniru beliau dalam menyiarkan Islam ke berbagai penjuru dunia. Yakni, membangun masjid sebagai awal dari pembentukan umat. Termasuk ketika umat Islam masuk ke Mesir mengalahkan kekuasaan Romawi yang menjajah disini. Masyarakat Mesir sangat bergembira ketika tentara Islam berhasil meruntuhkan kekuasaan Imperium Romawi disini, dan kemudian membangun masjid Amru bin Ash yang legendaris itu..!
Masjid yang hebat menjadi pondasi dari umat yang hebat pula. Dari sinilah berkumandang puji-pujian untuk Allah, Sang Penguasa Alam semesta.’’ Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk memuliakannya, dan disebut nama-Nya di waktu pagi dan petang hari,’’ [QS. 24: 36].
Bersambung besok: Masjid Berdamping dengan Gereja dan Sinagog.
Oleh Agus Mustofa
Ada sebuah kawasan yang menjadi saksi bisu atas masuknya Islam ke negeri Mesir. Kawasan itu adalah Kairo Lama, dimana kota Fustat dulu berdiri sebagai pusat pemerintahan Provinsi Mesir. Gubernurnya adalah Amru bin Ash, yang langsung ditunjuk oleh khalifah Umar bin Khathab yang berkedudukan di Madinah, seusai menundukkan kekuasaan Romawi disini.
Memasuki kawasan ini, kita memang sudah tidak bisa merasakan lagi kemegahannya. Khususnya, jika dibandingkan dengan kawasan Kairo Modern yang penuh gedung bertingkat. Tetapi, sungguh sangat menarik jika kita melakukan penelusuran lebih jauh. Terutama, kalau kita memasuki lorong-lorong bawah tanah yang menjadi bagian kawasan asli waktu itu. Disanalah saya menemukan gereja Kristen dan Sinagog Yahudi yang sampai sekarang masih aktif digunakan. Kedua tempat ibadah ini berada tidak jauh dari masjid besar Amru bin Ash yang menjadi pusat kegiatan kekuasaan.
Beberapa kali saya sempat shalat di masjid tua yang sudah berusia sekitar 1500 tahun ini. Termasuk shalat tarwih, dua hari yang lalu. Imam shalatnya menyenangkan. Bacaan Qur’annya sangat bagus, suaranya merdu dan berwibawa. Shalat disini terasa mantap dan khusyu’, meskipun surat yang dibaca panjang-panjang.
Setiap shalat – 2 rakaat, 1 salam – rata-rata memakan waktu 15 menit. Maka, bagi yang menjalankan tarwih sebanyak 8 rakaat, shalatnya selesai dalam waktu 1 jam. Dan bagi yang menjalankan 20 rakaat, shalatnya selesai dalam waktu 2,5 jam. Menjelang musim dingin begini, waktu di Mesir digeser satu jam. Shalat Isya’ yang biasanya jam 21.30, kini menjadi jam 20.30. Maka, shalat tarwih sudah selesai sekitar jam 23.30 termasuk witir dan jeda di sela-sela shalat. Namun, ada yang masih melanjutkan dengan shalat tasbih, dan shalat tahajud, sepanjang malam.
Yang menarik, karena surat yang dibaca imam cukup panjang, banyak diantara makmum yang menyimak sambil membaca kitab al Qur’an. Jadi, dalam keadaan berdiri shalat, mereka membuka-buka kitab Qur’an. Yang demikian ini di Indonesia jarang ditemukan. Tetapi, di Mesir dan negara-negara Arab adalah biasa. Ada pula, yang sambil shalat membaca al Qur’an digital di dalam handphone-nya. Sehingga bagi yang tidak mengerti, mengira dia shalat sambil SMS-an.
Amru bin Ash adalah panglima perang yang tangguh, sekaligus politisi ulung. Dia yang masuk Islam menjelang ditaklukkannya kota Mekah, menjadi ujung tombak syiar Islam yang hebat di zaman Khulafaurrasyidin. Dia menjadi salah satu kekuatan inti sejak zaman Khalifah Abu Bakar. Prestasi terbesarnya adalah di zaman Umar bin Khathab, ketika ia bisa menundukkan kekuasaan Romawi yang waktu itu menjadi salah satu negara Super Power dunia bersama kerajaan Persia.
Pasukannya yang hanya berjumlah 4000 orang berhasil mengalahkan pasukan garis depan Romawi yang berada di kawasan sekitar Gaza sekarang. Dan setelah memperoleh bantuan pasukan sebesar 5000 orang di bawah pimpinan Zubair, Amru bin Ash menyerang jantung pertahanan penguasa Romawi di benteng Babylon, Kairo. Dalam waktu sekitar 7 bulan, kekuasaan Romawi yang dikawal pasukan berjumlah dua kali lipat itu pun runtuh.
Amru bin Ash membangun masjid di dekat kawasan benteng Romawi itu. Dan ia menamai kawasan ini sebagai kota al Fustat, yang menjadi pusat pemerintahan Islam pertama di Mesir. Di tahun 642 M itulah ia mulai membangun Mesir sebagai sebuah provinsi yang besar, dan menyiarkan agama Islam dengan damai kepada masyarakat Mesir yang sebelumnya dijajah oleh bangsa Romawi. Ia pun memindahkan ibukota Mesir dari Alexandria ke Fustat, yang 3 abad kemudian menjadi kota Kairo.
Di dekat masjid Amru bin Ash, ada beberapa gereja Kristen dan Sinagog milik orang Yahudi. Amru bin Ash tidak mengutak-atiknya. Ia memberikan keleluasaan beribadah kepada masing-masing penganut agama Samawi itu. Di antaranya adalah gereja St Sergius yang didirikan pada abad ke-3 M. Gereja ini dibangun di sebuah gua yang dulu pernah dijadikan tempat singgah Nabi Isa dan Bunda Maryam, dalam pelariannya ke Mesir saat dikejar-kejar oleh raja Herodes, penguasa Romawi di Palestina.
Bahkan, di bekas benteng Romawi pun kemudian didirikan gereja Babylon yang menjadi pusat perkembangan Kristen Koptik di Mesir. Gereja gantung tersebut dibangun di bagian atas tembok-tembok benteng, pada abad ke 7 M. Saya sempat masuk ke dalamnya dan menikmat desain bangunannya. Arsitekturalnya perpaduan antara Romawi dan Arab. Banyak tulisan-tulisan kaligrafi di dinding maupun di atas pintu-pintunya.
Menelusuri lorong-lorong bawah tanah di kawasan Kairo lama, kami juga menemukan sebuah Sinagog, yakni tempat peribadatan umat Yahudi. Sayang, ketika kami sampai di depan sinagog itu, pintu gerbangnya baru saja ditutup. Pada hari biasa, sinagog bisa dikunjungi oleh masyarakat sampai jam 4 sore. Tetapi karena bulan Ramadan, jam kunjungnya menjadi sampai jam 3 saja.
Sinagog ini dibangun pada abad ke 9, dan kemudian direnovasi oleh seorang Rabbi Yahudi dari Yerusalem pada abad 12. Tempat peribadatan tersebut kemudian dinamai Ben Ezra Synagogue, sesuai dengan nama sang Rabbi. Amru bin Ash memelihara semua itu sebagai bagian dari wilayah yang dipimpinnya.
Hidup berdampingan dalam tatanan yang saling hormat menghormati dalam kedamaian. Saling tolong menolong dan melindungi kepentingan bersama dari ancaman luar yang menghancurkan. Sahabat Rasul ini tahu persis bahwa Islam memberikan kebebasan dalam beragama. Apalagi, ketiga agama samawi ini adalah agama yang dibawa oleh keluarga Nabi Ibrahim alaihissalam...
* * *
Ketika Rasulullah hijrah ke Madinah, beliau mendirikan sebuah cikal bakal negara disana. Selain mendirikan masjid sebagai pusat dakwah dan perekat umat Islam, Sang Nabi membuat perjanjian dengan masyarakat setempat yang sudah mapan duluan. Perjanjian itu, lantas dikenal sebagai piagam Madinah.
Salah satu isi piagam Madinah adalah memberikan jaminan keamanan bagi seluruh warga yang berbeda suku dan agama, untuk menjalankan segala tradisi kebiasaannya. Termasuk kebebasan untuk menjalankan agama masing-masing, selama mereka ingin hidup berdampingan secara damai dalam negara yang sama. Konsep piagam Madinah inilah yang kemudian menjadi tonggak sejarah bagi berdirinya negara-negara Modern dalam semangat pluralitas yang saling menghormati.
’’Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan lebih baik, atau (setidak-tidaknya) balaslah (serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu. [QS. 4: 86] ’’Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku". [QS. 109: 6]
Bersambung besok: Benteng Megah yang Tak Pernah Dipakai Perang
Shalahuddin al Ayyubi adalah legenda yang masih hidup sampai sekarang. Namanya tercatat dalam buku-buku sejarah dunia, dan salah satu peninggalannya masih berdiri megah di kota Kairo: Benteng Shalahuddin. Penguasa Mesir abad 12 kelahiran Tikrit, Iraq ini dikenal sebagai pahlawan Islam dalam cerita perang Sabil.
Bentengnya sangat megah, berdiri di kawasan Jabbal Muqattam. Ini adalah kawasan perbukitan paling tinggi yang berada di kota Kairo. Shalahuddin memilih perbukitan ini dengan pertimbangan posisinya yang sangat strategi untuk mengontrol kawasan-kawasan penting dari serangan musuh.
Tapi selain itu, udaranya cukup segar. Sehingga, saat pemilihan lokasi, dikabarkan Shalahuddin memerintahkan stafnya untuk menyebar daging di berbagai kawasan sekitar Kairo. Ternyata daging yang ada di kawasan Muqattam bertahan lebih lama dibandingkan kawasan lain. Juga, kawasan ini sangat indah di waktu malam. Tak jauh dari benteng itu, masih di kawasan perbukitanl Muqattam, saya sempat duduk-duduk dengan orang-orang yang menikmati teh atau kopi, sambil menyaksikan kerlap-kerlipnya kota Kairo di waktu malam.
Untuk memasuki benteng, kendaraan pribadi harus parkir agak jauh, di bawah bukit. Dan tidak ada kendaraan untuk naik, kecuali harus berjalan kaki. Namun, dari jauh keindahan benteng ini memang sudah sangat menarik hati sehingga jarak ratusan meter itu tidak menjadi masalah. Ada 3 pintu gerbang yang bisa dimasuki, yaitu dari arah barat, utara dan selatan. Yang kini diaktifkan adalah bagian selatan, dengan halaman yang luas. Sebagiannya untuk parkir bus-bus wisatawan.
Memasuki benteng kita disambut oleh pintu gerbang yang megah, dengan menara yang kokoh menjulang ke langit. Tinggi dinding benteng sekitar 10 meter, dengan ketebalan 3 meter. Sedangkan menaranya dibangun pada jarak setiap seratus meter, sebagai konsentrasi pertahanan terhadap serangan musuh. Di menara ini banyak terlihat lubang-lubang jendela bagi pasukan pemanah. Sedangkan di bagian paling atas, adalah dek terbuka yang digunakan untuk menempatkan senjata meriam.
Benteng yang didirikan pada tahun 1176 ini dibangun dengan arsitektur Kastil termaju di zamannya. Pertahanannya ada 3 lapis. Yang pertama adalah pertahanan jarak jauh menggunakan meriam dan senjata panah. Ini dilakukan lewat menara-menara yang ada di sekeliling benteng.
Jika pasukan berhasil masuk ke benteng, mereka akan disambut dengan ruang terbuka di dalam benteng, yang dikelilingi tembok-tembok tinggi. Sehingga otomatis, pasukan musuh akan menjadi sasaran tembak yang empuk bagi pasukan di sekelilingnya. Dan, seandainya pun mereka berhasil melewati daerah ini, mereka akan disambut oleh lorong-lorong bercabang yang panjangnya 2100 meter. Disinilah, pasukan musuh akan dibantai satu-per satu.
Shalahuddin al Ayyubi datang ke Mesir pada usia 30 tahun, bersama dengan pamannya, Assaduddin Shirkuh seorang gubernur Homs di Syria untuk melakukan ekspedisi militer. Mereka dikirim oleh penguasa dinasti Abbasiyah, Sultan Nuruddin, untuk membantu dinasti Fatimiyah yang berkuasa di Mesir mengatasi pergolakan politik yang membahayakan posisi sultan Al ’Adid.
Misi itu sukses, sehingga Shirkuh diangkat sebagai penasehat sultan ’Adid sampai wafatnya. Sepeninggal Shirkuh, sultan Adid mengangkat Shalahuddin sebagai penggantinya menjadi penasehat kerajaan Mesir. Shalahuddin yang terlahir dari keluarga Islam Sunni madzab Syafii itu memang memiliki latar belakang militer yang kuat. Karena ayahnya, Najmuddin Ayyub adalah salah seorang panglima perang yang tangguh di Dinasti Abbasiyah.
Selama menjadi penasehat sultan itulah Shalahuddin belajar banyak, dan kemudian menjadi batu loncatan bagi kariernya untuk menduduki tahta kekuasaan Mesir. Pada tahun 1171 sultan al Adid wafat, maka Shalahudin menjadi penguasa penuh kerajaan Mesir. Ia mengangkat dirinya sebagai sultan, dan menjadi pendiri dinasti al Ayyubi di Mesir. Kemudian, ia memisahkan diri dari Dinasti Abbasiyah yang berkuasa di Damaskus pada tahun 1174, ketika sultan Nuruddin wafat.
Dua tahun setelah berkuasa penuh itulah Shalahuddin membangun bentengnya di Kairo. Kekuasaannya melebar sampai ke Syria, Yaman, Maroko, Palestina, Irak, dan sebagian jazirah Arabiyah, termasuk kota suci Mekah. Karena itu, tidak sedikit yang menyejajarkan kehebatan Sultan Shalahuddin ini dengan Umar bin Khaththab, Umar bin Abdul Aziz, ataupun Harun Al Rasyid yang juga legendaris.
Shalahuddin memberikan warna yang berbeda kepada masyarakat Mesir, dengan mengubah orientasi keislaman mereka. Di zaman bani Fatimiyah, mazhab Islamnya adalah Syiah. Di zaman Shalahuddin, berangsur-angsur berubah menjadi Sunni, bermazhab Syafii yang kental. Dan itu berlangsung sampai sekarang. Meskipun masyarakat Mesir sangat terbuka untuk berbagai aliran dan mazhab, tetapi dominannya adalah sunni.
Setelah merasa kuat dan bisa mengatasi situasi dalam negeri Mesir, Shalahuddin memulai perang Sabil pada tahun 1187, untuk merebut Al Quds di Palestina dari tangan orang-orang kristen. Ada pula yang menyebut perang ini sebagai perang Salib. Dalam waktu empat bulan ia berhasil menguasai Tiberias, Hittin. Raja Yerusalem saat itu, Guy De Lugsinan berhasil ditawannya. Maka, itu menjadi pembuka jalan baginya untuk masuk ke al Quds. Shalahuddin, lantas membuat perjanjian damai dengan orang-orang Kristen untuk boleh memasuki Yerusalem. Sampai akhirnya, ia meninggal di Syria pada tahun 1193, dan dimakamkan disana.
* * *
Benteng Shalahuddin yang megah itu, tidak pernah digunakan untuk berperang selama masa berdirinya. Dibangun pada tahun 1176, kini sudah berusia 834 tahun. Selama itu, benteng ini berganti-ganti tangan dari satu penguasa ke penguasa yang lain, hanya sebagai istana tempat tinggal raja dan sultan, sampai abad 19. Sultan Ali Pasha adalah pendiri dinasti terakhir kerajaan Mesir ini.
Orang besar meninggalkan karya besar, dan namanya akan dikenang sepanjang sejarah kehidupan manusia. Shalahuddin al Ayyubi adalah salah satu diantaranya. Dia seorang panglima perang yang hebat, politikus yang ulung, negarawan yang tangguh, sekaligus seorang ulama yang memberikan keteladanan lewat akhlaknya yang mulia. Bukan hanya umat Islam yang mengakui kehebatannya, tetapi juga para orientalis Barat. Diantaranya diceritakan dalam buku Talisman karya Walter Scott dan Nathan der Weise karya Lessing.
’’Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan banyak mengerjakan amal kebajikan adalah sebaik-baiknya makhluk. [QS. 98: 7]. ... maka Allah akan memberikan kepada mereka dengan sempurna pahala atas amalan-amalan mereka itu...’’ [QS. 3: 5].
Bersambung besok: Kubah Timah Putihnya Berpendar di Langit Kairo.
Ada satu ikon kota Kairo yang selalu menghiasi buku-buku panduan para turis. Yaitu, Masjid Muhammad Ali Pasha. Masjid yang berada di dalam benteng Shalahuddin itu sungguh Indah. Kubahnya yang berlapis timah putih berpendar di langit Kairo, terlihat dari berbagai penjuru kota. Apalagi posisi benteng itu memang berada di kawasan Bukit Muqattam yang tinggi.
Masjid yang didirikan tahun 1830 di zaman sultan Ali Pasha itu, kini sudah berusia 180 tahun. Dibangun oleh arsitek dari Turki kelahiran Bosnia, Yusuf Bushnak. Desainnya mengadaptasi bangunan-bangunan Romawi dan Eropa modern. Lokasinya dipilih di bagian tertinggi dari Benteng Shalahuddin, sehingga perlu menghancurkan dua bangunan bekas istana Mamluk yang pernah berkuasa di Mesir.
Shalat jumat di masjid tersebut memberikan suasana yang berbeda. Saya sengaja datang pada hari Jumat, karena masjid ini tidak digunakan untuk shalat 5 waktu lagi. Hanya seminggu sekali. Ruang masjidnya luas, dengan desain akustik yang memukau. Gema suara di dalam masjid didesain sedemikian rupa, sehingga muadzin yang mengumandangkan azan tanpa pengeras suara pun, suaranya sudah terdengar cukup jelas. Apalagi ketika khatibnya berkhutbah dengan mikrofon, suaranya bergema megah.
Desain konstruksinya juga hebat. Kubah setinggi 52 meter yang megah itu hanya disanggah empat tiang dengan bentangan yang lebar, lebih dari 25 meter. Apalagi, kubah tersebut di bagian dalamnya masih dibebani dengan lampu gantung khas Eropa yang berbobot lebih dari 2 ton. Membuat kawan saya yang berpendidikan Teknik Sipil berdecak kagum mengamatinya. Di bagian luar, dibangun menara-menara setinggi 82 meter.
Kubah itu, bukan hanya indah dilihat dari luar, melainkan juga dari dalam. Selain ornamennya yang sangat indah, kubah utamanya disanggah oleh empat kubah yang lebih kecil berbentuk setengah lingkaran sebagai penyanggah beban kubah utama. Disinilah kecerdikan sang perancang, dia bisa memadukan antara kebutuhan artistik dengan kekuatan konstruksi.
Di pojok-pojok pertemuan antar kubah utama dan kubah pendukung dibuat tulisan kaligrafi nama-nama Khalifah di zaman Khulafaurrasyidin: Abu Bakar, Umar bin Khathab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Sedangkan di bagian atas Mihrab bertuliskan Allah dan Muhammad Rasullah.
Warna Hijau dan emas mendominasi dekorasi interior masjid. Berpadu dengan batu onyx dan marmer putih bergurat-gurat coklat. Dikombinasi dengan karpet merah menyala, sungguh sangat indah. Sebuah masjid dengan desain modern yang berselera tinggi, cerminan citarasa Sultan Ali Pasha yang ingin menampilkan Islam Mesir dalam wajah modern.
Ali Pasha memang bukan orang Mesir asli. Dia seorang Albania asal Kavalla yang datang ke Mesir sebagai panglima pasukan Turki utusan Dinasti Usmani. Dia dikirim untuk membantu rakyat Mesir melawan pasukan Perancis di bawah pimpinan Napoleon Bonaparte yang menjajah Mesir.
Keberhasilannya memukul mundur tentara Napoleon, mengantarkan Ali Pasha menduduki jabatan gubernur Mesir. Dia didukung oleh rakyat dan memperoleh restu ulama-ulama al Azhar. Maka, sejak itulah dia merintis Dinasti Muhammad Ali Pasha yang menjadi kerajaan terakhir di Mesir. Ali Pasha berkuasa di Mesir pada tahun 1805 – 1849, selama 44 tahun.
Pemerintahannya bergaya militeristik. Untuk menstabilkan situasi dalam negeri, Ali Pasha membasmi petinggi-petinggi Mamluk yang menguasai Mesir generasi sebelumnya. Ratusan petinggi mereka diundang makan di istana, dan kemudian dihabisi tanpa ada yang tersisa. Konon, tak kurang dari 500 orang.
Sultan yang kontroversial ini mengembangkan Mesir Modern dengan dibantu anaknya, Ibrahim Pasha. Dibawah kendali mereka kekuasaan Mesir meluas sampai ke Syria, Palestina, Yaman, Saudi Arabia; bahkan hingga Oman, Iraq, dan Bahrain. Ia bercita-cita membuat Imperium Islam baru menyaingi Dinasti Usmani, Turki yang mengutusnya. Tetapi, akhirnya ia bisa ditekan oleh Turki yang bersekutu dengan Inggris dan Perancis. Sejak itulah, intervensi dunia Barat mengalir masuk ke Mesir hingga kini.
Di zaman dinasti Ali Pasha Mesir berkembang dengan berorientasi ke Barat, khususnya Eropa. Dan lebih khusus lagi Perancis. Ia banyak mengirim pelajar-pelajar untuk bersekolah di Eropa. Dia juga melakukan berbagai kerjasama ekonomi dan perdagangan, pengembangan sistem administrasi pemerintahan, arsitektur, seni budaya, dan konstruksi bangunan.
Di zaman Muhammad Ali pula Mesir membangun bendungan-bendungan baru, memperbaiki kanal-kanal pengairan dari sungai Nil, dan menumbuhkan sektor pertanian. Ia memberikan perhatian lebih pada komoditas kapas dan tebu. Dan tentu, ia lantas memperkuat armada militernya, sehingga sangat disegani di kawasan Timur Tengah.
Ketika wafat, keturunannya meneruskan kebijakan untuk membawa Mesir ke Western-minded. Di zaman Said Pasha, Mesir membangun terusan Suez bekerjasama dengan Inggris dan Ferdinand de Lesseps dari Perancis. Kanal strategis ini menjadi salah satu sumber pemasukan yang signifikan, yang kelak menjadi rebutan antara ketiga negara pengelola. Sampai kini, terusan Suez menjadi jalur kapal-kapal besar yang berlalu lalang antara Laut Mediterania dan Laut Merah.
Dinasti Muhammad Ali Pasha runtuh di zaman Raja Farouq, tahun 1952. Raja yang terkenal hidup mewah itu dikudeta oleh rakyat Mesir dibawah pimpinan Jenderal Muhammad Najib dan Gamal Abdul Nasser, yang kemudian mereformasi pemerintahan Mesir menjadi Republik pada tahun 1953, hingga sekarang. Sedangkan Raja Farouq diasingkan ke Monaco sampai meninggalnya. Ia yang memiliki bobot 140 kg itu meninggal di atas meja makan, saat jamuan di Roma Italia, dalam usia 45 tahun..!
* * *
Begitu banyak kisah yang dihamparkan Allah di sekitar kita. Ada yang baik dan ada yang buruk. Semua mengandung pelajaran bagi kita agar menjadi orang yang lebih baik ke masa depan. Orang sukses adalah orang yang bisa mengendalikan dirinya untuk selalu berbuat baik. Itulah yang di dalam al Qur’an disebut sebagai orang yang bertakwa. Sedangkan orang zalim adalah mereka yang tak mampu mengendalikan dorongan hawa nafsunya, sehingga mencelakakan dirinya sendiri, di dunia maupun di akhirat.
’’Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhan? Dan Allah membiarkannya tersesat berdasarkan ilmu-Nya. Dan Allah mengunci mati pendengaran dan hatinya, serta meletakkan tutup atas penglihatannya. Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk selain Allah? Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?’’ [QS. 45: 23]
Bersambung besok: Tangannya Bergerak Setelah 3.127 Tahun Jadi Mumi
Tangannya Bergerak Setelah 3.127 Tahun Jadi Mumi
Sejak kemarin kami menyimpang dari jalur sungai Nil menuju Gurun Sinai, untuk napak tilas kisah Nabi Musa. Dialah musuh besar Firaun yang diceritakan oleh agama-agama Ibrahim di dalam kitab Taurat, Injil dan Al Qur’an. Utusan Allah yang terlahir di zaman Ramses II ini sangat banyak diceritakan di dalam kitab suci sebagai ’petarung tangguh’ yang diutus Tuhan untuk menghentikan keganasan Firaun.
Sejak dari Abu Simbel di perbatasan Sudan sampai Kairo, sebenarnya tim Ekspedisi sudah menempuh sekitar 85 persen panjang sungai Nil. Tidak jauh lagi, kami akan sampai di Alexandria sebagai muaranya. Jaraknya hanya tinggal 250 km. Tetapi, selama beberapa hari ke depan, kami sengaja tidak melanjutkan perjalanan menyusuri sungai ke arah muara, melainkan menyimpang ke timur menyeberang Teluk Suez terlebih dahulu.
Ada beberapa agenda yang ingin kami telusuri, terkait dengan kisah eksodus Bani Israil dari Mesir. Dan ini terkait erat dengan berbagai situs Mesir kuno yang bercerita tentang Firaun di sepanjang sungai Nil. Dengan mengembangkan penelusuran ini, saya harapkan pembaca akan memperoleh gambaran lebih utuh tentang kisah Firaun vs Musa.
Dimanakah Musa dilahirkan? Dimana dia dibesarkan? Dimana pula dia melakukan penyeberangan saat dikejar oleh Firaun? Siapakah Firaun yang tenggelam di Laut Merah: Ramses II ataukah Firaun yang lain? Dan seterusnya, termasuk saya akan mendaki gunung Sinai untuk merasakan suasana saat Nabi Musa menerima wahyu Taurat di Jabbal Musa.
Dan kemudian, kami akan mengakhiri napak tilas kisah Musa ini di kota Sharm El Sheikh, dimana Musa bertemu dengan manusia misterius, Khidr, yang sempat menjadi guru spiritualnya. Perjalanan menyusur kawasan Sinai menempuh jarak lebih dari 1000 km, sampai balik lagi ke lembah Nil di dekat Delta, untuk melanjutkan Ekpedisi ke muaranya di laut Mediterania.
Tidak seperti biasanya yang hanya bercerita secara deskriptif, setidak-tidaknya dalam dua tulisan hari ini dan besok, saya akan memberikan sedikit analisa untuk menyambungkan cerita secara utuh tentang kisah Musa vs Firaun. Selebihnya, saya akan menuangkan cerita perjalanan spiritual ini dalam bentuk buku yang insya Allah, akan saya terbitkan bulan depan.
Sempat saya singgung ketika bercerita tentang kota Fayoum, bahwa kawasan subur itu pernah menjadi permukiman orang Yahudi alias Bani Israil, yakni sejak zaman nabi Yusuf. Disanalah istana Qarun berada. Dan di sekitar kawasan itu pula Nabi Musa dilahirkan.
Kalau kita lihat dalam peta sungai Nil, maka kota ini berada sebelum kota Memphis, yang kala itu sudah tidak menjadi ibukota kerajaan Firaun lagi. Ibukota di zaman Ramses II sudah berpindah ke Luxor. Tetapi, kota Memphis masih menjadi kota metropolitan sampai ribuan tahun berikutnya. Sehingga, lazim para raja memiliki istana musim panas di kawasan dekat delta sungai Nil itu. Termasuk Ramses II. Dan, tidak heran pula di museum Memphis bertengger patung Ramses II dalam ukuran raksasa.
Saat Musa dilahirkan, Ramses II sudah berusia diatas 54 tahun. Dan sudah mengangkat dirinya sebagai Tuhan. Kalau kita telusuri sejarahnya, Ramses II diangkat sebagai Firaun pada usia 24 tahun. Ia sudah sepenuhnya mengendalikan Mesir dalam waktu dua puluh tahun pertama. Dan kemudian, mengangkat dirinya sebagai Tuhan, setelah 30 tahun berkuasa.
Setelah itulah Musa terlahir dari rahim seorang wanita Bani Israil sebagai keturunan keempat dari Nabi Ya’kub. Musa sezaman dengan Qarun, familinya, yang bekerja pada Ramses II sebagai penjilat. Kelahiran Musa membuat Firaun gusar. Sebab, para penasehat spiritualnya mengatakan bahwa akan lahir bayi laki-laki dari kalangan Bani Israil yang kelak akan mengalahkan kekuasaan Firaun. Ia pun memerintahkan untuk membunuhi bayi laki-laki dari Bani Israil [QS. 2: 49].
Tapi, bayi Musa diselamatkan oleh Allah dengan cara yang sangat istimewa. Ibu Musa memperoleh ilham dari Allah, untuk menghanyutkan bayinya di aliran sungai Nil. Dan atas kehendak-Nya, bayi yang ditaruh di keranjang bayi itu ’berlabuh’ di istana Firaun di Memphis. Saat itu, kemungkinan besar Nefertari, istri yang paling dicintai Firaun sedang berada di taman pinggiran sungai Nil. Ia melihat sang bayi lucu itu, dan jatuh hati kepadanya.
Diambilnya keranjang berisi bayi itu, dan ia meminta kepada Firaun untuk tidak membunuhnya. Tetapi, memelihara bayi laki-laki berkulit putih yang jelas-jelas bukan dari kaum Firaun tersebut [QS. 28:9]. Ramses tak mampu menolak permintaan sang isteri tercinta. Apalagi, Nefertari pernah kehilangan anak laki-laki Amunherkhepseshef, yang meninggal saat masih remaja. Padahal dialah pangeran utama yang digadang-gadang akan menggantikan kekuasaan Ramses II.
Perlindungan Allah terus berlanjut kepada Musa. Bayi itu tidak mau disusui oleh siapa pun. Dan hanya mau diberi air susu ibunya yang jelas-jelas berwajah Bani Israil. Tetapi hati Firaun luluh oleh permintaan isteri tercintanya. Sehingga dalam sebuah sayembara, ibu Musa terpilih sebagai pengasuh yang menyusui dan memelihara Musa sampai masa kanak-kanaknya berakhir. [QS. 28: 12].
Singkat cerita, Nabi Musa yang musuh besar Firaun dibesarkan di dalam istana Firaun sendiri. Sampai suatu ketika ia menjadi pemuda dan membunuh orang Qibthi alias orang Mesir asli, yang sedang berkelahi dengan seorang pemuda Bani Israil. Maka, Firaun pun tak mampu menahan diri untuk menghukum Musa. Dia geram kepada Musa, pemuda Bani Israil yang sudah dipeliharanya bertahun-tahun, tetapi tetap menunjukkan pembelaannya kepada Bani Israil yang dibenci Firaun.
Musa pun melarikan diri meninggalkan kota Memphis, menuju negeri Madyan, di timur negeri Mesir. Disana, Musa diambil menantu oleh Nabi Syuaib sekaligus belajar agama kepadanya, selama sepuluh tahun atau lebih.[QS.28: 27]. Menjelang usia empat puluh tahun, Musa bersama keluarganya meninggalkan negeri Madyan menuju ke Mesir. Di tengah jalan, di sekitar gunung Sinai, Musa melihat api di sebuah bukit. Dia pun mendaki bukit itu. Ternyata, disana dia menerima perintah dari Allah untuk menghentikan kesewenang-wenangan Firaun, serta mendakwahkan agama Tauhid. Allah pun membekalinya dengan beberapa mukjizat.
Sebelum kedatangannya ke negeri Mesir itulah, Firaun Ramses II meninggal dunia. Beberapa tahun terakhir sebelum kematiannya, Ramses menderita sakit komplikasi yang menyiksanya. Kekuasaannya tidak lagi efektif, sehingga pemerintahannya dikendalikan oleh anaknya, Merneptah, yang sekaligus panglima perangnya. Ramses II meninggal dunia dalam usia 97 tahun, dan dimakamkan di Lembah Raja. Sayang, makamnya dibobol pencuri harta Firaun. Dan muminya sempat tidak jelas keberadaannya.
Baru pada tahun 1881, mumi Ramses II diketemukan oleh para arkeolog di sekitar Lembah Raja, untuk dipindahkan ke Museum Mesir di Kairo. Tapi yang mengerikan, ketika kain kafan mumi itu dibuka, tangan kiri Firaun bergerak terangkat dari posisi silang di depan dadanya. Ia menunjukkan ekspresi terakhirnya saat meregang nyawa. Entah apa yang menyebabkan, tangan sang mumi masih bisa bergerak setelah lewat 3.127 tahun dari saat kematiannya..!
Bersambung besok: Siapakah Firaun yang Tenggelam di Laut Merah?
Merneptah, Firaun yang Tenggelam di Laut Merah
Misteri besar yang masih belum terjawab tuntas adalah: siapakah Firaun yang bertarung melawan Musa, dan akhirnya mati tenggelam di Laut Merah itu? Karena, ternyata Ramses II yang merawatnya sejak kecil sudah meninggal dunia dalam usia tua.
Kematian Ramses II menyebabkan Merneptah naik tahta. Karena dialah anak laki-laki tertua yang masih hidup, setelah dua belas kakak laki-lakinya meninggal dunia sebelum masa pewarisan. Merneptah sudah berusia sekitar 50 tahun waktu diangkat sebagai Firaun. Hampir sebaya dengan Musa. Sebelumnya, dia adalah panglima perang Ramses II yang sangat terkenal. Dan menguasai ratusan ribu tentara.
Ketika berkuasa, Merneptah juga mengaku dirinya sebagai Tuhan. Kelakuan sewenang-wenangnya tak jauh dari bapaknya. Jika nama Ra Mses bermakna keturunan Dewa Matahari (Ra), maka nama Merne Ptah bermakna Kesayangan Dewa Pencipta (Ptah). Merneptah mengendalikan kekuasaannya secara diktator militer. Dia biasa menghukum siapa saja yang berani menentangnya, dan tak segan-segan membunuhnya dengan cara menyiksa terlebih dahulu.
Al Qur’an menggambarkan, Nabi Musa merasa menciut nyalinya ketika diperintahkan Allah untuk menemui penguasa negeri Mesir itu. ’’Pergilah kepada Firaun; sesungguhnya ia telah melampaui batas. Berkata Musa: Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku,’’ [QS. 20: 24-25]
Maka, Musa meminta izin kepada Allah agar Harun yang masih saudara sepupunya diperbolehkan menemani dalam berdakwah. Apalagi, untuk menghadapi Firaun dengan balatentaranya yang terkenal bengis itu. ’’Sungguh, aku akan memotong tangan dan kakimu bersilangan secara timbal balik, kemudian sungguh aku akan menyalib kamu semuanya." Demikian ancam Firaun kepada siapa saja yang berani menentangnya.
Termasuk kepada para tukang sihir yang terbukti kalah melawan Musa, dan lantas memberikan pengakuan bahwa Musa benar-benar seorang utusan Tuhan. Apa yang dibawa Musa bukanlah sihir, melainkan mukjizat. Maka, bertambah murkalah sang Firaun. Dia pun mengobarkan permusuhan kepada Bani Israil secara lebih keras. Bukan hanya membunuhi anak lelakinya, tetapi menyiksa dan menumpas bani Israil. Pertarungan antara Musa dengan Firaun itu berjalan sekitar 10 tahun, yaitu selama masa pemerintahan Merneptah (1213 – 1203 SM).
Di zaman Merneptah inilah kemudian bangsa Israil diusir dari Mesir. Data ini terdapat di Museum Mesir, Kairo. Tertulis dalam huruf Hiroglif di sebidang batu granit yang dinamakan Prasasti Merneptah atau Israel Stela. Inilah satu-satunya prasasti yang menyinggung tentang Bani Israil dalam artefak para Firaun yang berkuasa sepanjang ribuan tahun, sebanyak 30 dinasti.
Tak tahan menghadapi kebrutalan Firaun dan balatentaranya, Musa mengajak seluruh Bani Israil untuk eksodus besar-besaran menuju Palestina. Yang paling dekat adalah menyeberangi laut, di teluk Suez. Ada 3 pendapat utama tentang lokasi penyeberangan ini. Yang pertama adalah di danau Ballah, yang posisinya dekat Laut Mediterania dibandingkan Laut Merah. Jaraknya lebih dari 150 km dari Memphis.
Yang kedua adalah danau Timsah yang berjarak sekitar 120 km. Dan yang ketiga adalah ujung teluk Suez yang berjarak tidak sampai 100 km. Saya lebih condong alternatif yang ketiga ini, yaitu di ujung teluk Suez yang masih terhubung secara langsung dengan Laut Merah.
Ada alasan kuat yang mendasarinya. Yaitu, rombongan Musa sedang dikejar-kejar oleh tentara Firaun, dan mereka sedang berusaha sesegera mungkin untuk mencapai pantai. Karena, menurut QS. 20: 77 Musa dan rombongannya memang diperintahkan untuk berangkat pada malam hari menuju pantai, dan baru tersusul di pagi hari. Maka yang terdekat adalah teluk Suez. Ayat itu menyebut laut sebagai tempat penyeberangan, bukan danau.
Selain itu, perjalanan ratusan ribu orang ini dilakukan dengan berjalan kaki. Tentu, mereka memilih jarak yang terdekat. Dan pada pagi hari mereka segera tersusul oleh pasukan Firaun. Jika kecepatan berjalan mereka sekitar 15 km/ jam maka rombongan ini sampai di pantai sekitar 6-7 jam. Sudah memasuki waktu pagi.
’’Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa: "Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul". Musa menjawab: "Sekali-kali tidak akan tersusul; sungguh Tuhanku besertaku, Dia akan memberi petunjuk kepadaku". [QS. 26: 61-62]
Dan benarlah apa yang menjadi keyakinan Musa. Allah memberikan pertolongan di luar dugaan. Karena, dia sendiri sebetulnya tidak tahu harus melakukan apa saat rombongan Bani Israil sampai ke tepi pantai, sementara tentara yang dipimpin Firaun sudah kelihatan semakin mendekat.
Maka Allah memerintah Musa untuk memukul laut dengan tongkat yang dibawanya. Seketika itu bumi bergetar, diperkirakan terjadi gempa tektonik yang menyebabkan terjadinya Tsunami. Air laut pun surut beberapa saat, sehingga memberi kesempatan kepada rombongan Musa untuk menyeberang. Tetapi, malang menghadang pasukan Firaun. Mereka yang sedang mengejar Bani Israil itu digulung oleh ombak menggunung yang datang kemudian.
’’ Dan (ingatlah), ketika Kami belah laut untukmu (Musa), lalu Kami selamatkan kamu dan Kami tenggelamkan (Firaun) dan pengikut-pengikutnya sedang kamu sendiri menyaksikan.’’ [QS. 2: 50].
* * *
Musa, sang utusan Allah, akhirnya bisa mengalahkan Firaun. Penguasa yang mengaku dirinya sebagai Tuhan itu pun tenggelam bersama ribuan tentara yang dikerahkan untuk membasmi Bani Israil. Allah menyelamatkan jasadnya untuk dijadikan pelajaran bagi umat yang hidup kemudian.
’’Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu (Firaun) supaya menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu, dan sesungguhnya kebanyakan manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.’’ [QS. 10: 92]
Jenazah Firaun diketemukan beberapa hari kemudian oleh masyarakat di tepi pantai, dan lantas diserahkan kepada pihak kerajaan. Keganasan Firaun Merneptah pun runtuh dalam sepuluh tahun kekuasaannya. Jasadnya dimumifikasi, dan dikubur di Lembah Raja, di makam keluarga KV-5. Kini muminya bisa disaksikan di Museum Mesir, Kairo, dibaringkan berdekatan dengan ayahnya, Ramses II.
Tetapi menariknya, warna kulit mumi Merneptah berbeda dibandingkan dengan mumi-mumi lainnya. Mumi Firaun yang satu ini berwarna pucat keputih-putihan. Diduga, karena jenazahnya terendam air laut selama beberapa hari, saat tenggelam di Laut Merah..!
Bersambung besok: Dipukul Tongkat Musa, Batu Menyemburkan Air
[ Minggu, 5 September 2010 ]
Tongkat Musa, dan Perjuangan Membimbing Umatnya
Menyeberangi Teluk Suez kami memasuki benua Asia. Namun, karena masih berdekatan dengan benua Afrika, suasananya tak terlalu jauh berbeda. Sepanjang mata memandang terlihat gurun pasir yang tandus, berhias bukit-bukit batu. Inilah kawasan Gurun Sinai yang terkenal itu. Sinai utara penuh dataran padang pasir, Sinai selatan penuh dengan perbukitan batu.
Untuk menyeberanginya kami tidak perlu mengunakan kapal Feri, tetapi menggunakan terowongan bawah laut sepanjang 1,5 km. Ini adalah jarak penyeberangan yang paling dekat antara benua Afrika dan Asia. Diperkirakan di sekitar daerah ini pula Musa melakukan penyeberangan saat dikejar Merneptah. Tempat penyeberangan Bani Israil itu kini menjadi tempat lalu lalangnya kapal-kapal berukuran besar dari kawasan Eropa menuju Asia ataupun sebaliknya.
Keluar dari terowongan kami menyusuri pantai untuk menuju gunung Sinai atau yang dikenal juga sebagai Jabbal Musa. Jaraknya sekitar 415 km dari Kairo. Atau sekitar 300 km dari terowongan Teluk Suez. Pemandangan di kanan kiri kami sangat kontras, namun indah luar biasa. Di sebelah kiri, kami menyaksikan perbukitan batu yang kering kerontang. Tapi di sebelah kanan kami adalah laut luas yang membiru. Ya, kami sedang menyusuri pantai Teluk Suez ke arah selatan.
Kawasan Sinai sangat bersejarah karena menjadi saksi berbagai peristiwa eksodusnya Bani Israil dari negeri Mesir. Sebelum memasuki Palestina yang menjadi tujuan akhir mereka, Bani Israil sempat bertahun-tahun berada di kawasan tandus ini. Banyak kejadian-kejadian menarik yang menyertai perjalanan Bani Israil itu.
Setelah keberhasilan Musa memimpin Bani Israil keluar dari Mesir, Musa bersama umatnya menuju ke Gunung Sinai. Musa ingin bermunajat dan bersyukur kepada Allah atas perlindungan yang diberikan-Nya. Dan mohon bimbingan untuk membawa umatnya ke tanah harapan, yaitu Palestina.
Musa meninggalkan Bani Israil di kaki Sinai, dalam pimpinan saudaranya, Nabi Harun. Ia berjanji akan pulang setelah 30 hari bermunajat di puncak Sinai. Maka, Musa pun berpuasa selama 30 hari untuk mensucikan jiwa raganya, agar bisa kerkomunikasi dengan Allah lebih jernih. Ternyata, Allah memerintahkan untuk menyempurnakan puasanya menjadi 40 hari. Lantas, Musa memperoleh wahyu Taurat bagi umatnya.
Digambarkan Musa berdialog langsung dengan Allah, sehingga dia memperoleh julukan Kalimullah di dalam al Qur’an, yakni orang yang diajak bicara langsung oleh-Nya. ’’Allah berfirman: "Hai Musa sesungguhnya Aku memilih kamu diantara manusia yang lain, untuk membawa risalah-Ku. Dan untuk berbicara langsung dengan-Ku. Karena itu, berpegang teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu. Dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur". [QS. 7: 144].
Sayang, sepulang Musa dari Puncak Sinai, kaumnya justru terpengaruh ajakan Samiri untuk beribadah mengikuti agama pagan lagi. Mereka menyembah patung sapi, buatan Samiri, yang juga salah satu kaum Musa. Dengan alasan, Musa hilang di puncak Sinai. Dan Tuhan Musa adalah kebohongan semata, karena tidak bisa dilihat. Tuhan yang benar, adalah seperti yang telah mereka kenal selama di Mesir, yaitu Dewi Hathor yang bertanduk sapi, dan Apis sang Dewa Sapi.
Tentu saja Musa marah dan sedih bukan main. Dihajarnya Samiri, dan dilemparkannya patung Sapi itu. Bahkan Nabi Harun pun dipegang kepalanya, hendak dihajar juga. Namun, Harun bisa menenangkan kembali Musa. Dan menjelaskan bahwa keterlambatan Musa pulang menyebabkan Samiri bisa mempengaruhi Bani Israil yang lemah iman untuk kembali ingkar.
Bukan hanya itu, Bani Israil pun lantas meminta Musa untuk menunjukkan keberadaan Allah sebagai Tuhan yang bisa terlihat. Tentu saja Musa gemetar, karena sesungguhnya ia baru melakukan permintaan yang sama kepada Allah ketika sedang di puncak Sinai. Saat itu, bukit tempat dia berpijak bergetar hebat, dan bebatuan di sekitarnya hancur berantakan. Dan, Musa pingsan.
Kini, permintaan itu juga diucapkan oleh umatnya, dan kemudian Allah menunjukkan Kekuasaan-Nya lagi dengan menurunkan halilintar. ’’Dan (ingatlah), ketika kalian (bani Israil) berkata: "Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan jelas", karena itu kalian disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya.’’ [QS. 2: 55].
Setelah bisa menguasai kembali umatnya, Musa mengajak mereka untuk menuju ke Palestina. Itulah tanah yang dijanjikan bagi bani Israil untuk bermukim dengan tenang. Tetapi, saat itu Palestina sedang dalam kekuasaan bangsa lain, yang tidak menghendaki Bani Israil bermukim di dalamnya. Padahal, sebenarnya mereka memiliki hak atas tanah Palestina, karena nenek moyang mereka dari kawasan ini.
Musa mengajak mereka untuk menuntut hak itu, meskipun untuk itu harus berperang. Sayang, sebagian besar Bani Israil tidak mau melakukannya. Mereka justru ketakutan, dan memilih untuk mengembara di sekitar gurun Sinai, yang dikenal sebagai Padang Tiih. Kisah itu diceritakan panjang lebar dalam QS.5: 21-26.
’’Allah berfirman: (Jika demikian), maka sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi (padang Tiih) itu. Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan) orang-orang yang fasik itu.’’ [QS. 5: 26]
Maka, menderitalah Bani Israil selama empat puluh tahun di Gurun Sinai. Mereka hidup berpindah-pindah dari satu kawasan ke kawasan yang lain. Untungnya Allah masih sangat pemurah kepada mereka. Sehingga mereka memperoleh makanan yang ada di daerah tandus itu. Diantaranya yang diterangkan oleh al Qur’an adalah Manna dan Salwa, yaitu sejenis madu dan burung puyuh. Dengan makanan itu, mereka memperoleh sumber karbohidrat, protein dan lemak untuk kehidupannya.
Mereka juga menyuruh Musa untuk memintakan air kepada Allah, dengan cara yang memojokkan. Kalau seandainya Tuhan Musa benar-benar ada, maka mereka minta diberi sumber air di padang tandus itu. Dengan sabar, Musa memintakannya kepada Allah. Dan kemudian, dia diperintah Allah untuk memukulkan tongkatnya ke bebatuan. Maka, menyemburlah mata air-mata air dari pecahan bebatuan itu. Jumlahnya 12 buah, sebanyak suku Bani Israil yang menjadi umat Nabi Musa. Mata air yang dikenal sebagai Uyun Musa ini, masih bisa dilihat bekasnya di padang pasir Sinai.
Bukan hanya itu, mereka kemudian meminta lagi dengan cerewetnya, agar Musa memintakan kepada Tuhannya: segala macam sayuran, buah-buahan, rempah-rempah dan segala macam yang mereka butuhkan, sehingga membuat Musa marah. Padahal, kata Musa, mereka bisa memperoleh itu di kota-kota terdekat, karena tak mungkin mendapatkannya di gurun Sinai yang tandus.
Akhirnya, Musa memutuskan untuk bersabar dalam membimbing umatnya. Ia menunggu Bani Israil sampai melahirkan generasi berikutnya. Pelajaran sabar itulah yang ia peroleh dari Nabi Khidr, ketika Allah memerintahkkan untuk berguru kepadanya. Empat puluh tahun kemudian, Musa berhasil mendidik generasi muda Bani Israil untuk berjuang memasuki negeri harapan, yakni Palestina. Sayang ia terburu meninggal dunia, sebelum Bani Israil berhasil masuk ke kota suci itu...!
Bersambung besok: Mendaki Gunung Sinai di Waktu Sahur