Rabu, 26 Januari 2011

HADITS SEPUTAR ISRAK & MIKRAJ


KRITIK HADITS ISRAK DAN MIKRAJ
Oleh : Armansyah (Pendiri dan pengasuh milis_googlegroups.com)


Syaikh Nashiruddin Al-Albani “Israk Mikraj : Kumpulan Hadits dan Takhrijnya” Terjemahan M. Romlie Shofwan el Farinjani, Penerbit Pustaka Azzam, 2004 telah menuliskan sejumlah tujuh belas orang perawi hadits mengenai kejadian tersebut dari berbagai sumbernya. Sebut saja mulai dari Abu Hurairah, Anas bin Malik, Ubay bin Ka’ab, Buraidah bin Hushaib Al-Aslami sampai dengan riwayat Abi Ayyub Al-Anshari dan Abu Dzar, lengkap dengan berbagai versi mereka masing-masing. Letak permasalahan bagi kita adalah tidak semua hadits-hadits ini ternyata memiliki isi cerita yang persis sama antara satu dengan yang lain, ada beberapa yang memiliki kemiripan dari jalan ceritanya namun tetap saja mempunyai banyak perbedaan dan bahkan tidak jarang saling memiliki kontroversi atau pertentangan.

Saya memilih untuk mengambil dan mengkritisi kumpulan hadits Israk dan Mikraj karya Syaikh Nashiruddin Al-Albani ini tidak lain karena beliau termasuk orang yang faqih di bidang hadits dan merupakan tokoh ternama dalam dunia Islam yang karya-karyanya sering menjadi rujukan banyak ulama maupun cendikiawan muslim di seluruh dunia dari berbagai lapisan dan madzhab.

Dengan demikian kiranya cukup jelas dan beralasan bagi rekan-rekan semua kenapa saya memilih karya beliau dalam studi kita kali ini. Saya pikir, saya cukup obyektif melakukannya.

Saya pribadi tidak meragukan sama sekali apabila Rasulullah benar-benar pernah diperjalankan pada suatu malam dari suatu tempat di Masjid Al-Haram menuju ke Masjid Al-Aqsha, adapun kemudian yang menarik untuk dibahas salah satunya pada bab ini sekaligus membuatnya berbeda dengan karya-karya lain yang pernah ada, tidak lain dari pendalaman yang dilakukan terhadap berbagai cerita Israk dan Mikraj yang bisa dijumpai di dalam hadits-hadits shahih. Bagi penulis pribadi, keberadaan dan peranan hadits di dalam Islam bukan menjadi sesuatu hal yang perlu diperselisihkan, hadits ataupun lebih tepatnya lagi As-Sunnah, lebih banyak merupakan contoh penerapan Al-Qur’an yang dilakukan oleh Nabi sepanjang hidupnya. Tetapi, terlalu banyak variasi dalam teks-teks sejumlah hadits yang disebut-sebut shahih dan mutawatir bahkan kadangkala isinya pun saling berseberangan membuat penulis memilih untuk bersikap lebih berhati-hati dalam memahami dan menerimanya sebagai sebuah kebenaran yang mutlak. Kalaupun sanad haditsnya shahih berdasar kriteria ilmu-ilmu hadits, maka penulis akan mengembalikan lagi pada metode penerimaan hadits dari istri Nabi yaitu ‘Aisyah binti Abu Bakar Radhiyallahu ‘anha saat disampaikan kepadanya hadits Umar bin Khattab sewaktu sang Khalifah ditikam dari belakang dan mendekati kematiannya, saat itu Hafshah putrinya yang juga salah seorang dari istri Nabi menangisi kejadian tersebut, diikuti pula oleh seorang sahabat bernama Shuhaib yang merawat luka-lukanya, melihat keduanya menangisi dirinya, Umar membentak mereka seraya mengemukakan suatu hadits Nabi bahwa orang yang ditangisi kematiannya akan memperoleh siksa Allah. Tatkala berita ini disampaikan kepada ‘Aisyah, beliau malah menolak hadits yang diriwayatkan oleh Umar tersebut dengan merujuk pada surah Al-An’am ayat 164 bahwa seseorang tidak akan bisa menanggung dosa orang lain. Penolakan istri Nabi SAW tersebut disampaikan dengan menyifati Umar sebagai orang yang baik dan benar tetapi dia telah salah dengar. Penulis rasa metode yang diajarkan oleh Ummul Mu’minin ‘Aisyah binti Abu Bakar Radhiyallahu ‘anha dapat kita sepakati tanpa perselisihan apapun.

Bila pada masa-masa awwalun saja sudah terdapat perbedaan dan kehati-hatian dalam penerimaan sebuah hadits, apalagi kiranya di zaman kita sekarang ini. Penulis sangat berharap kepada para pembaca untuk dapat membedakan antara menolak ataupun mempertanyakan validasi satu atau sejumlah hadits dengan menolak ucapan Rasul dan bahkan menolak validasi dari Rasul itu sendiri. Hal ini penting untuk dikemukakan dari awal sehingga tidak terjadi salah komunikasi ataupun menjadikan penyimpangan persepsi dari tulisan ini.

Adanya kisah penolakan orang-orang kafir Mekkah kepada Nabi manakala beliau menyampaikan peristiwa Israk dan Mikrajnya menjadi tidak tepat dijadikan persamaan dengan orang yang menolak pemberitaan hadits-hadits mengenainya. Bagaimana tidak, saat orang-orang itu melakukan penolakan, mereka benar-benar berhadapan dengan sosok Nabi yang menjadi orang pertama dan pelaku dari peristiwa tersebut, yang implikasinya bagi umat Islam, semua ucapan dari beliau SAW tidak mungkin dusta dan keliru. Sedang hadits yang sampai di tangan kita pada hari ini, adalah hasil penceritaan ulang dari masa ke masa yang tercatat dalam banyak perbedaan narasi sebagaimana yang akan kita buktikan pada bagian ketiga dari tulisan ini. Apakah benar kisah seputar Israk dan Mikraj itu berbeda-beda sebagaimana yang ada di sekian banyak hadits itu ? Benarkah semua cerita yang sampai ke tangan kita hari ini tentang hal tersebut benar-benar sebagaimana dahulu Rasul menceritakannya ? kalau memang benar, kenapa bisa berbeda ? atau kenapa bisa saling berkontradiksi ? apakah lalu Rasul berdusta ? apakah Rasul plin-plan dalam bercerita ?

Satu-satunya asumsi yang bisa ditarik adalah, Rasul tidak mungkin berdusta, cerita-cerita itulah yang sudah terintervensikan oleh tangan kedua dan ketiga atau pihak lainnya yang kadang masih melekatkan nama besar sejumlah sahabat atau perawi yang ternama untuk menguatkan penambahan maupun pengurangannya. Apa yang terjadi dalam sejarah ajaran Nabi ‘Isa Al-Masih seharusnya ditadabburi oleh umat Islam dengan cermat, bagaimana sebuah ajaran langit yang lurus dan bersih akhirnya bisa berbalik menjadi ajaran-ajaran yang seolah saling bertabrakan dengan nilai-nilai kebenaran dan penuh dengan ritual paganisme atau pemberhalaan.

Kenapa umat Islam tidak mau belajar dari sejarah kerancuan-kerancuan yang ada dalam kitab-kitab Perjanjian Baru untuk hadits-hadits Nabi Muhammad SAW ? kenapa kita seolah merasa segan melancarkan kritik teks terhadap hadits apabila sudah disebutkan perawinya bernama Imam Bukhari atau perawinya bernama Imam Muslim, atau juga memiliki sanad dari Abu Hurairah, dari Ibnu Mas’ud, dari Ibnu Abbas, dari ‘Ibnu Umar dan lain sebagainya ? Bukankah kita selaku umat Islam sudah terbiasa dengan tegas menyatakan kritik terhadap otentisitas kitab Bible yang diyakini oleh umat Kristiani meskipun dikatakan perawinya dari Paulus, dari Petrus dan dari Yohannes ?

Kita sudah sering tidak jujur pada diri kita sendiri, cerita-cerita hadits seputar Israk dan Miraj hanyalah satu dari sekian banyak hadits-hadits yang sebenarnya masih sangat terbuka untuk dikritisi redaksinya, sebab kita tidak pula mungkin menerima semua cerita yang berbeda-beda itu dengan alasan iman, kita butuh hujjah yang kuat untuk bisa memilih satu di antaranya (dan memang hanya bisa satu, tidak lebih, sebab tidak mungkin semuanya benar, kecuali bila semua riwayat itu tidak ada perbedaan).

Penolakan atas keabsahan hadits-hadits tersebut tidak dapat langsung dihakimi sebagai kaum yang anti hadits atau ingkar sunnah, sebab membantah atau menolak sejumlah riwayat hadits tidak bisa dengan serta merta diasumsikan bahwa seseorang telah menolak perkataan Nabi Muhammad Rasulullah. Kita sekarang ini sebagaimana yang telah disinggung, mendapatkan hadits-hadits mengenai Israk dan Mikraj dalam puluhan versi narasi yang terkadang setiap versi yang berbeda itu diriwayatkan oleh orang yang sama, padahal tidak mungkin satu cerita punya begitu banyak perbedaan. Berbeda kasusnya dengan orang-orang di masa lalu yang mendapatkan hadits itu langsung dari mulut Nabi SAW sendiri yang notabene pasti hanya ada satu versi dan nilai validitasnyapun pasti.

Dari Abu Muhammad Al Hasan bin Ali bin Abu Thalib, cucu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan kesayangan beliau radhiallahu ‘anhuma, dia berkata: “Aku telah hafal (sabda) dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam: “Tinggalkanlah sesuatu yang meragukanmu kepada sesuatu yang tidak meragukanmu.” (HR. Tirmidzi dan Nasa’i) - Tirmidzi berkata: Ini adalah Hadits Hasan Shahih.

Dari Abu Hurairah, dia berkata: “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Sebagian tanda dari baiknya keislaman seseorang ialah ia meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya.” (HR. Tirmidzi dan lainnya dengan status Hadits adalah hasan)

Dan jangan kamu mengikuti apa yang kamu tidak tahu mengenainya. Sungguh pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (QS. Al-Israa 7:36).

Sumber http://arsiparmansyah.wordpress.com/2008/07/31/kritik-hadis-israk-dan-mikraj-bag-1/
-oo0oo-

Pembaca diharapkan ikut membacanya secara perlahan dan dengan seksama sehingga pada akhir pembahasan bisa menentukan sejauh mana akurasi bahasan yang saya buat ini sehingga tidak menimbulkan fitnah kepada saya pribadi.

Tulisan kali ini memang panjang, namun bila hanya karena panjangnya hadits-hadits ini membuat anda tidak mau membacanya maka anda tidak akan bisa mengikuti bahasan selanjutnya. Bayangkan saja semua hadits di bawah ini saya ketik sendiri semalaman maka anda yang tinggal membacanya saja malas apalagi untuk meneruskan bahasannya.

Let us see

Hadis Abu Hurairah dari Al-Musayyab

Dari Said bin Al-Musayyab, dari Abu Hurairah, ia berkata : Nabi SAW bersabda : “Pada malam dimana aku mengadakan penjalanan Israk, aku bertemu dengan Nabi Musa as -sambil menyifati (menyebutkan ciri-ciri Nabi Musa)- bahwa beliau adalah orang yang kurus dan berambut lurus, (tinggi) seperti orang yang berasal dari kaum Syanu’ah”. Rasulullah bersabda : “Kemudian aku bertemu dengan Nabi ‘Isa as –sambil menyifati (menyebutkan ciri-ciri Nabi ‘Isa)- bahwa beliau adalah orang yang berbadan tinggi, bertubuh sedang dan berkulit merah. Sepertinya beliau baru saja keluar dari kamar mandi.” Rasulullah bersabda : “Setelah itu aku berjumpa dengan Nabi Ibrahim as, sedangkan menurutku, aku adalah orang yang paling serupa dengan beliau di antara anak-anak keturunannya. Kemudian Nabi Ibrahim membawakan dua buah tempat minuman (wadah) kepadaku. Satu di antaranya berisi air susu, dan yang satunya lagi berisi arak (Khamr). Jibril berkata kepadaku, “Ambil dan minumlah salah satu dari kedua minuman ini yang engkau sukai!”, lalu aku mengambil air susu dan meminumnya. Kemudian dia berkata, “Engkau telah mengambil apa yang menjadi fitrah. Ingat, sungguh seandainya engkau mengambil arak (Khamr), niscaya umatmu akan tersesat semua.” (HR. Bukhari dalam Shahih 3394, 3437, 4709, 5576 dan 5603, Imam Muslim dalam Shahih 272, Imam Ahmad dalam kitab Sunan Jilid 2/282 dan 512 dan Al-Baghawi dalam Syarh as-Sunnah 3761).

Hadis Abu Hurairah dari Abu Salamah

Dari Abu salamah bin Abdurrahman dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh aku telah diperlihatkan suatu ruangan, sedangkan orang-orang Quraisy malah menanyakan tentang hal-hal yang tidak aku ketahui tentang Baitul Maqdis. Betapa aku tidak pernah merasakan kegelisahan hati semacam itu sebelumnya. Kemudian Allah SWT mengangkat miniaturnya ke permukaanku, sehingga aku bisa melihat kembali peristiwa tadi malam dan menjawab atas pertanyaan-pertanyaan kaum Quraisy tersebut secara detail. Di sana aku juga diperlihatkan jama'ah para Nabi, di antaranya adalah Nabi Musa yang sedang menunaikan Shalat. Beliau adalah seorang laki-laki yang kurus dan berambut lurus, berpostur tinggi seperti ketinggian orang-orang lelaki dari kaum Syanu’ah. Aku juga melihat Nabi ‘Isa –putera Maryam- yang sedang menjalankan Shalat pula. Menurutku, orang yang paling menyerupai beliau adalah Urwah bin Mas’ud Ats-Tsaqafi. Pada waktu itu, aku juga bertemu dengan Nabi Ibrahim yang sedang menunaikan Shalat. Adapun orang yang paling serupa dengan beliau menurutku adalah teman kalian ini (maksudnya adalah diri Rasulullah sendiri). Maka ketika waktu Shalat tiba, aku menjadi imam bagi mereka. Seusai Shalat ada seseorang yang berkata kepadaku, “Wahai Muhammad, ini adalah malaikat penjaga pintu neraka, berilah salam kepadanya”. Lalu aku menoleh kepadanya dan ia mendahuluiku dalam memberi salam” (HR. Muslim, Shahih 278)

Hadits Anas Bin Malik dari Abu Dzar

Dari Az-Zuhri, dari Anas ia berkata bahwa Abu Dzar pernah berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Atap rumahku yang ada di Mekkah telah dibuka, lalu Malaikat Jibril turun dan membedah dadaku. Kemudian Jibril membasuhnya dengan air zam-zam sambil membawa wadah yang terbuat dari emas dan penuh berisi dengan nilai hikmah dan keimanan. Setelah itu, Jibril mengosongkan dadaku dan mengisinya dengan hikmah dan keimanan. Lantas Jibril menutup dadaku kembali.” Jibril lalu menggandeng tanganku dan mengajakku bermikraj –melakukan perjalanan- menuju lapisan langit pertama. Ketika kami sampai di sana, Jibril berkata kepada penjaga langit itu, “Bukalah!” lalu penjaga langit tersebut bertanya, “siapa ini?” Jibril menjawab, “aku Jibril”, ia bertanya kembali, “apakah kamu bersama seseorang ?” Jibril menjawab “Ya aku bersama Muhammad”, ia bertanya kembali “Apakah kalian diutus untuk menghadap-Nya ?” Jibril menjawab “Ya”, maka petugas itupun langsung membukakan pintu langit shaf pertama.

Imam Muslim bercerita bahwa ketika lapisan pertama terbuka, tiba-tiba Rasulullah SAW bersama Jibril melihat seorang laki-laki yang sedang duduk. Adapun di sebelah kanan lelaki itu terdapat sekelompok massa dan di sebelah kirinya terdapat sekelompok massa pula. Ketika laki-laki itu melihat ke arah kanan, maka ia tertawa dan ketika melihat ke arah kiri, maka iapun menangis. Selanjutnya laki-laki itu berkata, “Selamat datang wahai Nabi yang shaleh dan putera yang shaleh.” Rasulullah SAW bertanya kepada Jibril, “Siapakah orang ini ?” Jibril menjawab, “Ini adalah Nabi Adam as, sedangkan sekelompok massa yang ada di samping kiri dan kanan adalah hembusan nafas anak keturunannya. Adapun mereka yang golongan kanan adalah ahli syurga, dan golongan kiri adalah ahli neraka. Maka ketika beliau melihat ke arah kanan beliau langsung tertawa dan jika melihat ke arah kiri beliau langsung menangis.

Selanjutnya, kami naik ke langit lapis kedua. Jibril lalu berkata kepada penjaga langit tersebut, “Bukalah !” lantas penjaga itu bertanya seperti halnya pertanyaan penjaga langit pertama, hingga akhirnya ia mau membukakan pintu langit itu. Anas menceritakan bahwasanya Rasulullah SAW di dalam Mikrajnya bertemu dengan Nabi Adam, Idris, Musa, Isa dan Nabiyullah Ibrahim as. Anas tidak menyebutkan satu-persatu tempat bertemunya mereka, kecuali Adam pada langit pertama dan Nabi Ibrahim pada langit ketujuh. Anas menceritakan bahwa ketika Jibril melakukan perjalanan bersama Nabi SAW, mereka bertemu dengan Nabi Idris. Beliau menyambut, “Selamat datang wahai Nabi yang shaleh dan saudaraku yang shaleh.” Nabi bertanya, “Siapakah ini ?” Jibril menjawab, “Ini adalah Nabi Idris” setelah itu aku bertemu dengan Nabi Musa as dan beliau menyambut “Selamat datang Nabi yang shaleh dan saudaraku yang shaleh.” Rasulullah bertanya, “Siapa ini ?” Jibril menjawab “Ini adalah Nabi Musa as.” Kemudian aku bertemu dengan Nabi Isa dan beliau menyambut dengan berkata “Selamat datang Nabi yang shaleh dan saudaraku yang shaleh”. Rasulullah SAW bertanya, “Siapa ini ? ” Jibril menjawab “Ini adalah Nabi Isa as.” Kemudian aku bertemu nabi Ibrahim as, beliau menyambutku, “Selamat datang Nabi yang shaleh dan saudaraku yang shaleh”.

Ibnu Syihab berkata, “Ibnu Hazm bercerita kepadaku bahwa sesungguhnya Ibnu Abbas dan Abu Habbah Al-Anshari berkata bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Selanjutnya, kami bermikraj lagi sampai pada suatu tempat dimana aku bisa mendengar dengan jelas goresan pena.” Ibnu Hazm dan Anas bin Malik berkata bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Maka Allah SWT mewajibkan kepada umatku 50 kali shalat”.

Imam Muslim meriwayatkan, “Kemudian aku kembali”, sedangkan menurut Imam Bukhari, “Kemudian aku menghadap (konsultasi) kepada Tuhanku, selanjutnya Allah berkenan mengabulkan dispensasi (keringanan) maka dibebaskanlah separuhnya.” Imam Muslim berkata, ” Aku (Nabi SAW) lalu kembali menghadap Nabi Musa dan aku katakan padanya bahwa Allah SWT berkenan membebaskan separuh. Kemudian beliau berkata kepadaku, “Kembalilah engkau menghadap Tuhanmu, karena sesungguhnya umatmu tidak akan mampu melaksanakannya.” Lantas aku kembali menghadap dan minta dispensasi, maka Allah membebaskan separuh lagi. Setelah itu aku kembali menghadap Nabi Musa dan beliau berkata “Kembalilah engkau kepada Tuhanmu, karena sesungguhnya umatmu masih tidak mampu melaksanakannya.” Imam Muslim meriwayatkan, “Kemudian aku kembali kepada Nabi Musa as dan aku katakan bahwa “Hanya tinggal 5 waktu dari 50 waktu yang diwajibkan semula. Allah tidak akan merubah lagi firman-Nya untukku.” Imam Muslim juga meriwayatkan, “Kemudian aku kembali kepada Nabi Musa dan beliau masih meminta agar aku kembali dan minta dispensasi lagi kepada Allah. Maku aku menjawab, “Sungguh aku benar-benar merasa malu kepada Tuhanku.” Imam Muslim meriwayatkan, “Selanjutnya aku bersama Jibril beranjak meninggalkan Nabi Musa dan berhenti di Sidratul Muntaha. Di tempat itu terdapat sesuatu yang beraneka ragam dan aku tidak mengetahui nama-namanya.” Imam Muslim berkata, “Kemudian aku memasuki syurga, ternyata di sana ada pohon anggur Haba’il.” (HR. Bukhari dalam Shahih 349, 1636 dan 3342, Muslim dalam Shahih 263, An-Nasa’i meriwayatkan sebagian hadis tersebut akan tetapi tidak disebutkan nama Abu Dzar sebagai perawi, Ahmad dalam kitab Sunan jilid 5/143-144 tetapi dia menyebutkan riwayat ini dari Ubay bin Ka’ab).

Hadis Anas Bin Malik dari Qatadah

Dari Qatadah, Anas bin Malik bin Sha’sha’ah bercerita kepadaku bahwasanya Rasulullah SAW telah bersabda, “Pada waktu dibedah dadaku itu, sepertinya aku berada di samping rumah.” Menurut riwayat Imam Ahmad bin Hanbal, “Disamping Ka’bah”, adapun menurut satu riwayat –juga oleh Ahmad bin Hanbal- yang lain adalah di dalam reruntuhan bangunan. Barangkali Qatadah juga menyebutkan “Di atas bongkahan batu sambil terlentang”, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam Bukhari, “Yaitu antara sadar dan tidak. Lalu datang salah satu dari ketiga orang. Jibril mendatangiku dengan membawa wadah yang terbuat dari emas dan penuh berisi dengan hikmah dan keimanan. Kemudian Jibril membedah dan menumpahkan semua –kotoran- yang ada di dalam perutku. Lantas dia membasuh hatiku dengan air zam-zam dan memenuhinya dengan hikmah dan keimanan. Setelah itu Jibril menjahit dan mengembalikan keadaan perutku seperti semula. Kemudian aku diajak menaiki hewan yang bukan seperti kuda dan lebih besar dari himar (keledai).” Rasulullah SAW melanjutkan ceritanya, “Setelah itu ada orang yang bertanya, “Apakah itu yang dinamakan Buraq wahai Abu Hamzah (panggilan Rasulullah) ?, ” Beliau menjawab “Betul.” Imam Ahmad bin Hambal dan Imam Bukhari menceritakan bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Kecepatan kendaraah –Buraq- itu adalah sekejap mata dan dengan Buraq itulah aku dibawa.”

Ibu Jarir meriwayatkan, “Setelah itu, kami bergegas menuju Baitul Maqdis. Di sana kami menunaikan shalat bersama para Nabi dan Rasul, dan aku yang menjadi imam. Kemudian aku bersama Jibril bergegas menuju lapisan langit pertama. Penjaga langit itu bertanya, “Siapa ini ?” Jibril menjawab, “Saya, Jibril” Ia bertanya lagi, “Kamu bersama siapa?” Jibril menjawab “Aku bersama Muhammad” Ia bertanya lagi, “Apakah kalian diutus untuk menghadap-Nya ?” Jibril menjawab “Ya” Penjaga itu berkata, “Selamat datang, kalian adalah sebaik-baik orang dan kalian telah tiba.” Imam Ahmad bin Hambal menambahkan dalam riwayatnya, “Setelah itu penjaga langit pertama membukakan pintu, lalu aku mendatangi Nabi Adam,” Imam Ahmad bin Hambal dan Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Jibril berkata, “Ini adalah bapakmu, oleh karena itu ucapkanlah salam” Lalu aku mengucapkan salam kepadanya dan beliau menjawab salamku sambil berkata, “Selamat datang anakku dan nabiku.” Dalam riwayat lain, Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam Bukhari menambahkan, “Selamat datang puteraku yang shaleh dan Nabi yang shaleh.”

Dalam riwayatnya, Imam Bukhari mengatakan, “Kemudian kamipun naik.” Sedangkan riwayat Imam Ahmad bin Hanbal. “Kemudian kami naik menuju langit kedua dan minta dibukakan pintu kepada penjaga langit itu. Penjaga langit itu bertanya, “Siapa ini ? ” Jibril menjawab, “Saya Jibril.” Lalu dia bertanya, “Siapa orang yang bersamamu ?” Jibril menjawab “Muhammad” kemudian kami mendatangi Nabi Yahya dan Nabi Isa. Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam Bukhari menambahkan, “Mereka berdua adalah puteranya bibi.” Lantas Jibril berkata “Inilah Nabi Yahya dan Nabi Isa, oleh karena itu berilah ucapan salam kepada mereka.” Maka akupun menyalami dan mereka langsung menjawab. Setelah itu, mereka menyambut, “Selamat datang saudaraku dan Nabiku.” Menurut riwayat Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam Bukhari yang lain, “Selamat datang saudaraku yang shaleh dan Nabi yang shaleh”.

Imam Bukhari meriwayatkan, “Kemudian kamipun naik” Sedangkan riwayat Imam Ahmad bin Hanbal, “Kemudian kami naik menuju langit ketiga. Begitu seterusnya seperti pada langit pertama dan kedua. Kemudian kami mendatangi Nabi Yusuf, lalu Jibril berkata, “Ini adalah Nabi Yusuf, oleh karena itu ucapkanlah salam” Maka akupun menyalami dan beliau langsung membalas seraya berkata, “Selamat datang saudaraku dan nabiku”, Sedangkan menurut riwayat lain dari Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam Bukhari, “Selamat datang saudaraku yang shaleh dan nabi yang shaleh”.

Imam Bukhari meriwayatkan, “Kemudian kamipun naik.” Sedangkan Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan, “Kemudian kami naik menuju langit keempat begitulah seterusnya seperti pada langit pertama, kedua dan ketiga”. Kemudian kami mendatangi Nabi Idris lalu Jibril berkata, “Ini adalah Nabi Idris, oleh karena itu ucapkanlah salam” Maka akupun menyalami dan beliau langsung membalas seraya berkata, “Selamat datang saudaraku dan nabiku” sedangkan dalam riwayat Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam Bukhari yang lain, “Selamat datang saudaraku yang shaleh dan nabi yang shaleh”.

Imam Bukhari meriwayatkan, “Kemudian, kamipun naik.” Sedangkan Imam Ahmad bin Hambal meriwayatkan, “Kemudian kami naik menuju langit kelima, begitu seterusnya seperti pada langit pertama, kedua, ketiga dan keempat.” Kemudian kami mendatangi Nabi Harun, lalu Jibril berkata, “Inilah Nabi Harun, oleh karena itu ucapkanlah salam.” Maka akupun menyalami dan beliau langsung membalas seraya mengatakan, “Selamat datang saudaraku dan nabiku”, sedangkan di dalam riwayatnya Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam Bukhari yang lain, “Selamat datang saudaraku yang shaleh dan Nabi yang shaleh”

Imam Bukhari meriwayatkan, “Kemudian kamipun naik”, sedangkan Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan, “Kemudian kami naik menuju langit keenam, begitu seterusnya seperti pada langit pertama sampai langit kelima” Kemudian kami mendatangi Nabi Musa lalu Jibril berkata, “Inilah Nabi Musa, oleh karena itu ucapkanlah salam” Maka akupun menyalami dan beliau langsung membalas serya mengatakan, “Selamat datang saudaraku dan nabiku”, sedangkan didalam riwayatnya Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam Bukhari yang lain, “Selamat datang saudaraku yang shaleh dan Nabi yang shaleh”, akan tetapi ketika beliau mempersilahkan kami, tiba-tiba beliau langsung menangis. Lalu Jibril menegur, “Apakah gerangan yang membuat engkau menangis ? ” Nabi Musa langsung mengadu kepada Allah, “Wahai Tuhanku, anak laki-laki inikah yang Engkau utus setelahku yang mana umatnya paling mulia dan paling banyak masuk syurga daripada umatku ?”, Imam Bukhari meriwayatkan, “Kemudian, kamipun naik”, sedangkan Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan, “Kemudian kami naik menuju langit ketujuh, begitu seterusnya seperti pada langit pertama sampai langit keenam”. Kemudian kami mendatangi Nabi Ibrahim. Imam Bukhari meriwayatkan, lalu Jibril berkata, “Inilah bapakmu, Nabi Ibrahim.” Sedangkan dalam riwayatnya, Imam Ahmad bin Hanbal, “Inilah nabi Ibrahim”, kemudian aku menyalami beliau dan beliaupun langsung menjawab salamku, seraya berkata, “Selamat datang puteraku dan Nabiku.” Adapun didalam riwayat yang lain, Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam Bukhari mengatakan, “Selamat datang puteraku yang shaleh dan Nabi yang shaleh”.

Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam Bukhari juga meriwayatkan, bahwa Qatadah pernah berkata, “Hasan pernah bercerita kepadanya dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Kemudian aku diangkat menuju Al-Bait Al-Makmur. Ketika sampai di sana, aku bertanya kepada Malaikat Jibril, “Tempat apa ini namanya ? “. Jibril menjawab “Ini adalah Baitul Ma'mur, di tempat inilah sebanyak 70.000 malaikat setiap hari menunaikan shalat. Jika mereka sudah keluar maka tidak satupun di antara mereka yang kembali ke tempat itu lagi.” Kemudian aku disodori beberapa wadah, satu di antaranya berisi arak (Khamr) sedangkan yang lainnya berisi madu dan susu. Lantas aku mengambil dan meminum dari wadah yang berisikan susu.” Lalu Nabi Ibrahim berkata, “Ini adalah fitrah yang diberikan kepada engkau dan umatmu”. Masih dalam riwayat Imam Ahmad bin Hanbal, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Setelah itu aku diangkat menuju Sidratul Muntaha. Tempat itu tampak seperti batang pohon anggur yang menjulang dari muka bumi dan mempunyai daun yang menyerupai telinga gajah. Selanjutnya Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam Bukhari menambahkan bahwa, “Inilah Sidratul Muntaha. Adapun di dasar tempat tersebut terdapat empat sungai. Dua di antaranya ada di dalam, sedangkan dua yang lain ada di luar.” Lantas aku bertanya kepada Jibril, “Apa maskud dari semua ini, wahai Jibril ?”, Jibril menjawab, “Adapun dua yang di dalam itu tempatnya adalah di syurga, sedangkan dua yang di luar itu adalah sungai Eufrat dan sungai Nil.”

Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam Bukhari meriwayatkan, “Rasulullah SAW bersabda, “Kemudian aku diwajibkan menunaikan 50 kali shalat setiap hari, setelah itu aku kembali. Pada saat itu aku bertemu dengan Nabi Musa dan beliau bertanya, “Apa yang engkau peroleh ?” Aku menjawab, “Telah diwajibkan kepadaku 50 kali shalat setiap hari.” Nabi Musa berkata, “(dalam riwayat Imam Bukhari beliau bersumpah –Demi Allah-) aku lebih banyak tahu daripada kamu.” Di dalam riwayat Imam Bukhari yang lain, “Sungguh aku telah menelusuri –kemampuan- manusia-manusia sebelum engkau, dan sungguh aku telah mendoktrin Bani Israel dengan sangat ketat. Sesungguhnya umatmu tidak akan mampu menunaikan hal itu. Oleh karenanya maka kembalilah engkau menghadap Tuhanmu dan mintalah dispensasi!” Rasulullah SAW bersabda, “Selanjutnya aku kembali menghadap Tuhanku yang Maha Agung, lalu aku meminta dispensasi. Maka Allah memperingankan kewajiban tersebut menjadi 40. Setelah itu aku kembali dan menemui Nabi Musa. Beliau bertanya lagi, “Apa yang engkau peroleh ?” Aku menjawab, “Allah memperingan menjadi 40.” Lantas Nabi Musa berkata kepadaku seperti semula. Aku kembali menghadap Tuhanku Yang Maha Agung, maka Allah mengurangi lagi menjadi 30. Kemudian aku kembali dan bertemu dengan Nabi Musa seraya memberitahukan dispensasi yang aku terima, dan beliau masih mengatakan kepadaku hal yang sama dengan semula. Lalu aku kembali menghadap Allah dan Dia menguranginya lagi menjadi 20, kemudian 10 dan terakhir kalinya hanya tinggal 5. Selanjutnya aku menemui Nabi Musa, lalu memberitahukan tentang –begitu banyaknya- dispensasi yang sudah aku terima. Akan tetapi beliau masih mengatakan kepadaku hal yang sama seperti semula. Pada kesempatan itu, aku mengatakan, “Sungguh aku benar-benar malu kepada Tuhanku Yang Maha Agung, sudah berapa kali aku bolak-balik ?” Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam Bukhari menambahkan, “Akan tetapi Allah selalu merestui dan mengabulkan permohonanku.” Di dalam hadis yang lain, Imam Ahmad bin Hanbal dan dan Imam Bukhari menerangkan, “Ketika percakapan antara Rasulullah SAW dengan Nabi Musa berlangsung, tiba-tiba ada seseorang memanggil Rasulullah SAW agar beliau mencukupkan sampai di situ, karena Rasulullah SAW telah meminta dispensasi yang begitu banyak untuk umatnya. Segala bentuk kebaikan akan dibalas 10 kali lipat. (HR. Ahmad dalam sunan Jilid 4/207-210 melalui jalur Hisyam Ad-Dustiwa’, Imam Bukhari dalam Shahih 3207, 3393 dan 3887, Imam Muslim dalam shahih 264 dan 265 dan Ibnu Jarir dalam 15/3).

Hadis Anas Bin Malik dari Tsabit Al-Banani :

Riwayat Tsabit, ia menceritakan dari Anas bin Malik bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Aku telah dibawakan kendaraan Buraq. Kendaraan ini adalah sejenis hewan berwarna putih, yang mana tingginya antara himar dan kuda. Sedangkan kecepatannya adalah sama dengan kejapan mata. Ketika itu, aku dibawa menuju Baitul Maqdis dan disana aku bergabung dengan majlis para Nabi. Sesampainya di sana aku masuk masjid dan menunaikan shalat dua raka’at. Setelah itu aku keluar dan Jibril langsung menghampiriku dengan membawa satu wadah yang berisi arak (Khamr) dan satu wadah lagi yang berisi susu. Kemudian aku memilih wadah susu, lalu Jibril berkata, “Engkau telah memilih”. Selanjutnya kami bermikraj menuju langit pertama. Lalu Jibril meminta agar penjaga langit itu mau membukakan pintu. Sebelumnya penjaga langit itu bertanya, “Siapa kalian ?”, Jibril menjawab, “Saya Jibril”. Dia bertanya lagi, “Lalu siapa orang yang bersamamu itu ?” Jibril menjawab, “Muhammad”. Lantas dia bertanya lagi, “Apakah kalian telah diutus untuk menghadap-Nya ?” Jibril menjawab, “Benar!” Maka penjaga itupun langsung membukakan pintu langit pertama. Di langit itu, kami bertemu dengan Nabi Adam, lalu beliau menerima dan menyambut kami dengan sangat baik. Kemudian kami bermikraj menuju langit kedua, lalu Jibril meminta agar penjaga langit itu mau membukakan pintu. Penjaga langit itu bertanya, “Siapa kalian ?”, Jibril menjawab, “Saya Jibril”. Dia bertanya lagi, “Lalu siapa orang yang bersamamu itu ?” Jibril menjawab, “Muhammad”. Lantas dia bertanya lagi, “Apakah kalian telah diutus untuk menghadap-Nya ?” Jibril menjawab, “Benar!” Maka penjaga itupun langsung membukakan pintu langit itu. Ketika sampai di sana, kami bertemu dengan dua anak laki-lakinya bibi, yaitu Nabi Yahya dan Nabi Isa. Mereka langsung menerima dan menyambut kami dengan sangat baik. Selanjutnya kami bermikraj menuju langit ketiga. Sesampainya di sana, Jibril minta agar penjaga langit itu mau membukakan pintu. Penjaga itu bertanya, “Siapa kamu ?”, Jibril menjawab, “Saya Jibril”. Dia bertanya lagi, “Siapakah orang yang bersamamu ?” Jibril menjawab, “Muhammad”. Lantas dia bertanya lagi, “Apakah kalian telah diutus untuk menghadap kepada-Nya ?”, Jibril menjawab, “Ya!” Maka penjaga pintu itupun membukakan untuk kami. Ketika sampai di sana, kami bertemu Nabi Yusuf. Beliau adalah Nabi yang diberikan Allah separuh dari ketampananku. Lantas beliau menerima dan menyambut kami dengan baik sekali. Kemudian kami bermikraj menuju langit keempat. Sesampainya disana, Jibril meminta agar penjaga langit itu mau membukakan pintu. Penjaga langit itu bertanya, “Siapa kalian ?”, Jibril menjawab, “Saya Jibril”. Dia bertanya lagi, “Lalu siapa orang yang bersamamu itu ?” Jibril menjawab, “Muhammad”. Lantas dia bertanya lagi, “Apakah kalian telah diutus untuk menghadap-Nya ?” Jibril menjawab, “Benar!” Maka penjaga itupun langsung membukakan pintu langit itu. Di sana kami bertemu dengan Nabi Idris. Beliau langsung menerima dan menyambut kami dengan baik sekali seraya membacakan firman-Nya, “Dan Kami telah mengangkatnya kemartabat yang tinggi (QS Maryam 19:57).

Setelah itu, kami bermikraj menuju langit kelima. Sesampainya di sana Jibril meminta agar penjaga langit itu mau membukakan pintu. Penjaga langit itu bertanya, “Siapa kalian ?”, Jibril menjawab, “Saya Jibril”. Dia bertanya lagi, “Lalu siapa orang yang bersamamu itu ?” Jibril menjawab, “Muhammad”. Lantas dia bertanya lagi, “Apakah kalian telah diutus untuk menghadap-Nya ?” Jibril menjawab, “Benar!” Maka penjaga itupun langsung membukakan pintu. Di sana kami bertemu dengan Nabi Harun. Beliau juga menerima dan menyambut kami dengan baik sekali. Kemudian, kami bermikraj menuju langit keenam. Sesampainya disana Jibril meminta agar penjaga langit itu mau membukakan pintu. Penjaga langit itu bertanya, “Siapa kalian ?”, Jibril menjawab, “Saya Jibril”. Dia bertanya lagi, “Lalu siapa orang yang bersamamu itu ?” Jibril menjawab, “Muhammad”. Lantas dia bertanya lagi, “Apakah kalian telah diutus untuk menghadap-Nya ?” Jibril menjawab, “Ya, kami telah diutus-Nya” setelah itu penjaga langit tersebut mau membukakan pintu. Disana aku bertemu dengan Nabi Musa. Beliau telah menerima dan menyambut kami dengan amat baik. Selanjutnya kami bermikraj menuju langit ketujuh. Sesampainya di sana, Jibril meminta agar penjaga langit itu mau membukakan pintu. Penjaga langit itu bertanya, “Siapa kalian ?”, Jibril menjawab, “Saya Jibril”. Dia bertanya lagi, “Lalu siapa orang yang bersamamu itu ?” Jibril menjawab, “Muhammad”. Lantas dia bertanya lagi, “Apakah kalian telah diutus untuk menghadap-Nya ?” Jibril menjawab, “Ya, kami telah diutus-Nya”, Maka penjaga langit itupun langsung membukakan pintu kepada kami. Di sana kami bertemu dengan Nabi Ibrahim as. Ketika itu beliau sedang menyandarkan punggungnya ke Baitul Makmur. Beliau juga masuk ketempat itu setiap hari bersama 70.000 para malaikat yang datang silih berganti. Setelah itu kami pergi menuju Sidratul Muntaha. Tempat itu memiliki daun yang menyerupai telinga gajah dan tampak seperti batang pohon anggur yang menjulang dari muka bumi. Jika perintah Allah menghendaki perubahan tempat itu, maka tak satupun di antara makhluk Allah yang mampu untuk mengubahnya dan mengungkapkan keindahannya. Rasulullah SAW bersabda, “Maka Allah menurukan wahyu kepadaku dan mewajibkanku 50 kali shalat dalam sehari-semalam.” Setelah itu aku turun dan bertemu dengan Nabi Musa. Beliau bertanya, “Apa yang diwajibkan Tuhan kepada umatmu ?”, Aku menjawab, “50 kali shalat dalam sehari-semalam.” Lalu Nabi Musa berkata, “Kembalilah engkau kepada Tuhanmu dan mintalah dispensasi, karena sesungguhnya umatmu tidak akan mampu menunaikannya. Sungguh aku telah mencoba untuk mempraktekkan hal ini kepada Bani Israel.” Rasulullah bersabda, “Kemudian aku kembali –menemui- Tuhanku yang Maha Agung. Aku memohon, “Wahai Tuhanku, berilah dispensasi kepada umatku.” Maka Allah menurunkan 5. Kemudian aku kembali menemui Nabi Musa, beliau bertanya, “Apa yang kamu peroleh ?” Aku menjawab, “Aku telah diberi dispensasi lima”. Beliau berkata, “Sesungguhnya umatmu tidak akan mampu melakukan hal itu. Oleh karena itu kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah dispensasi untuk umatmu.” Rasulullah SAW bersabda, “Ketika itu aku selalu bolak-balik antara Tuhanku dan Nabi Musa as dan Allah selalu memberikan dispensasi lima-lima”. Pada akhirnya Tuhanku berfirman, “Wahai Muhammad, cukuplah 5 kali shalat dalam sehari-semalam, dengan tiap-tiap shalatnya bernilai 10. Dengan demikian, esensinya sama dengan 50 kali shalat. Barangsiapa yang mengerjakannya, maka baginya adalah satu pahala. Karena jika kebajikan itu dikerjakan, ia akan mendapatkan 10 pahala. Barangsiapa yang berniat untuk satu kejahatan, akan tetapi ia belum sempat mengerjakannya, maka baginya tidak mendapat apa-apa. Karena jika kejahatan itu dikerjakan, ia hanya mendapat dosa satu.” Rasulullah SAW bersabda, “Setelah itu aku turun dan menemui Nabi Musa, lalu aku memberitahukan apa yang aku peroleh.” Beliau berkata, “Kembalilah engkau pada Tuhanmu dan mintalah dispensasi lagi, karena pada dasarnya umatmu masih belum mampu mengerjakan hal itu.” Rasulullah SAW bersabda, “Aku mengatakan kepada Nabi Musa, “Sungguh aku sudah berkali-kali menghadap Tuhanku sampai aku merasa malu sendiri terhadap-Nya.” (HR. Ahmad dalam sunan jilid 3/148 dengan teks dari beliau, Imam Muslim dalam shahih 259 melalui jalur Hammad bin Salamah).

Hadis Anas Bin Malik dari Syarik bin Abi Namr

Ia menceritakan bahwasanya ia mendengar Anas bin Malik berkata –dalam riwayat lain, “Bercerita kepadaku …” –tentang kepergian malam Israknya Rasulullah SAW dari Masjidil Ka’bah dan bahwasanya Rasulullah SAW didatangi tiga orang yang tidak dikenal sebelum beliau mendapat wahyu –panggilan- untuk menghadap-Nya. Ketika itu beliau sedang di dalam Masjidil Haram. Salah seorang dari ketiga orang tersebut berkata, “Siapa di antara mereka yang merupakan orang yang dimaksud ?”, Lalu orang kedua berkata, “Dialah orang yang paling baik di antara yang lainnya.” Orang terakhir berkata, “Pilih saja orang yang terbaik.” Pada malam itu hanya berlalu begitu saja, dimana Rasulullah SAW belum pernah memimpikan hal serupa melalui bisikan hati, karena pada hakekatnya Rasulullah SAW itu hanya matanya saja yang terpejam namun hati beliau tidak pernah tidur. Begitu juga para Nabi yang lain, mereka juga hanya memejamkan mata sedangkan hatinya tidak pernah tidur. Dalam mimpi Rasulullah SAW yang berikutnya, ketiga orang tersebut tidak ada yang berkata sepatah katapun dan mereka langsung membawa Rasulullah dan meletakkannya di dekat sumur zam-zam. Lantas malaikat Jibril yang bertanggung jawab atas beliau.

Kemudian, malaikat Jibril membedah dada Rasulullah SAW menembus jantung sampai ke bagian perut yang paling dalam. Setelah itu, Jibril membasuh dan membersihkannya dengan air zam-zam. Selanjutnya malaikat Jibril membawa wadah yang terbuat dari emas, di dalamnya terdapat “Taur” yang terbuat dari emas pula dan penuh berisi dengan keimanan dan hikmah lalu dimasukkan ke dalam dada hingga Al-Ghadid –yaitu urat leher- Rasulullah SAW dan menutupnya kembali. Setelah itu, Rasulullah SAW naik Buraq dan ber-Israk menuju Baitul Maqdis. Di sana Rasulullah SAW kemudian menunaikan shalat bersama para Nabi dan Rasul, sementara beliau bertindak sebagai Imam.

Kemudian Rasulullah SAW bermikraj dengan malaikat Jibril menuju langit-langit dunia. Jibril mengetuk pintu, lalu para penghuni langit tersebut menghampirinya sambil bertanya, “Siapa ini ?” Jibril menjawab, “Saya Jibril”, Mereka bertanya lagi, “Siapa orang yang menyertaimu ? ” Jibril menjawab, “Aku bersama Muhammad”, Mereka bertanya lagi, “Apakah kalian telah diutus untuk menghadap-Nya ?”, Jibril menjawab, “Ya”, Mereka lalu menyambut “Selamat datang di tempat kami.” Maka seluruh penghuni langit merasa begitu gembira dengan kedatangan Muhammad. Ternyata para penghuni langit itu tidak mengetahui apa kehendak Allah dengan mengutus Muhammad ke muka bumi ini sebelum mereka semua diberitahu. Pada saat Rasulullah SAW dan malaikat Jibril berada di langit-langit dunia, mereka bertemu dengan Nabi Adam. Jibril berkata kepada Rasulullah, “Ini adalah bapakmu, maka ucapkanlah salam untuknya.” Kemudian Rasulullah SAW menyalami Nabi Adam dan beliaupun langsung menjawab sambil berkata, “Selamat datang wahai anakku, sebaik-baik anakku adalah engkau”. Di langit-langit dunia tersebut mereka menjumpai sungai yang mengalir jernih. Lalu Rasulullah SAW bertanya, “Sungai apa ini namanya wahai Jibril ?” Jibril menjawab, “Ini adalah sungat Nil dan sungai Eufrat.” Selanjutnya langit tadi dilewati begitu saja oleh Rasulullah SAW. Tiba-tiba beliau menyaksikan sungai yang lain. Di dalam sungai itu terdapat endapan-endapan mutiara dan jamrud. Ketika Rasulullah SAW menyentuh sungai itu, aromanya seperti minyak misik yang amat wangi. Lantas Rasulullah SAW bertanya, “Sungai apa ini, wahai Jibril ?” Jibril menjawab, “Ini adalah sungai (telaga) Kautsar yang telah disiapkan untukmu.”

Setelah itu Rasulullah SAW bermikraj menuju langit kedua. Maka para malaikat penjaga langit itupun bertanya seperti pertanyaan malaikat yang menjaga di langit pertama, yaitu “Siapa ini ?” Jibril menjawab, “Saya Jibril”, Mereka bertanya lagi, “Siapa orang yang menyertaimu ? ” Jibril menjawab, “Aku bersama Muhammad”, Mereka bertanya lagi, “Apakah kalian telah diutus untuk menghadap-Nya ?”, Jibril menjawab, “Ya”, Mereka lalu menyambut “Selamat datang di tempat kami.” Kemudian Rasulullah SAW bermikraj menuju langit ketiga, dan para malaikat penjaga langit itupun mengatakan hal yang sama dengan pertanyaan-pertanyaan malaikat yang ada di langit pertama dan kedua. Kemudian Rasulullah SAW bermikraj menuju langit keempat. Mereka juga mengatakan hal yang sama. Begitupula halnya ketika Rasulullah SAW sampai di langit kelima, keenam dan ketujuh. Dari tiap langit itu semua, Rasulullah SAW selalu berjumpa dengan para Nabi. Di antara nama-nama mereka yang aku (Rasulullah) kenali adalah : Nabi Idris dilangit kedua, Nabi Harun dilangit keempat. Di samping itu masih banyak nama-nama para Nabi lainnya, yang aku jumpai di langit kelima. Lalu Nabi Ibrahim as dilangit keenam, serta Nabi Musa as dilangit ketujuh yang menyebut keagungan kalam Allah SWT. Nabi Musa berkata, “Wahai Tuhanku! Aku tidak menyangka sama sekali jika ada seseorang yang akan Engkau angkat dan bertemu denganku (di sini).” Setelah itu, Rasulullah SAW terus naik yang tidak diketahui oleh siapapun kecuali Allah SWT. Akhirnya Rasulullah SAW sampai ke Sidratil Muntaha dan di situlah Allah turun menemui beliau dengan jarak yang tidak terlalu jauh. Kemudian Allah menurunkan wahyu agar umat Rasulullah menunaikan 50 kali shalat dalam sehari-semalam. Rasulullah SAW kemudian turun dan berjumpa dengan Nabi Musa. Sengaja Nabi Musa mencegat beliau untuk menanyakan, “Wahai Muhammad, apa yang telah dibaiatkan Tuhan kepadamu ?”, Rasulullah menjawab,”Tuhan membaiat aku untuk menunaikan 50 kali shalat dalam setiap siang dan malam hari.” Nabi Musa berkata, “Sesungguhnya umatmu tidak akan mampu menunaikan hal itu. Oleh karena itu, kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan (dispensasi) buat engkau dan umatmu.” Lalu Rasulullah SAW menoleh kepada Jibril seakan-akan beliau hendak memberi isyarat mengenai pernyataan Nabi Musa tersebut. Lantas malaikat Jibrilpun mengisyaratkan bahwa jika hal itu yang terbaik menurut Rasulullah SAW, maka Jibril hanya bisa menurut.

Kemudian Rasulullah SAW naik dan menemui Allah SWT, seraya memohon, “Wahai Tuhanku, berilah kami keringanan, karena sesungguhnya umatku tidak mampu menunaikan-perintah ini-”. Lalu Allah SWT menurunkan 10 shalat. Setelah itu Rasulullah SAW kembali dan Nabi Musa pun sudah mencegatnya. Pada waktu itu, Rasulullah SAW bolak-balik antara Allah dan Nabi Musa. Sampai akhirnya Allah SWT mewajibkan 5 kali shalat. Akan tetapi Nabi Musa masih mencegat Rasulullah SAW ketika perintah shalat hanya tinggal 5 waktu. Nabi Musa berkata, “Wahai Muhammad, sungguh aku telah berusaha mempraktekkan hal itu kepada Bani Israel kaumku. Bahkan yang lebih ringan dari inipun mereka masih tidak mampu dan malah meninggalkannya. Padahal, umatmu itu lebih lemah jasad, hati, fisik, penglihatan maupun pendengarannya. Oleh karena itu kembalilah engkau kepada Tuhanmu dan mintalah dispensasi kembali.” Setiap kali Rasulullah SAW mendengarkan pendapat Nabi Musa, beliau selalu menoleh dan memberi isyarat kepada Jibril. Namun Jibril selalu tidak meragukan alasan-alasan Nabi Musa. Kemudian Rasulullah menghadap Allah lagi, di saat perintah shalat hanya tinggal 5 waktu. Beliau memohon, “Wahai Tuhanku, sesungguhnya umatku itu lemah jasad, hati, fisik, penglihatan maupun pendengarannya. Maka berilah kami dispensasi.” Kemudian Allah SWT berfirman, “Wahai Muhammad, aku sudah mengabulkan permintaanmu semoga engkau bahagia.” Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah SWT sudah tidak akan merubah ketetapan-Nya lagi padaku, sebagaimana Allah telah mewajibkan kepada kalian di dalam Al-Kitab.” Rasulullah SAW bersabda lagi, “Setiap satu amal kebajikan akan dibalas 10 kali lipat. Kalian hanya diwajibkan 5 kali, namun kalian akan mendapat 50 di dalam ummul kitab.”

Setelah itu, Rasulullah SAW kembali menemui Nabi Musa dan ia berkata, “Apa yang telah engkau perbuat ?” Rasulullah menjawab, “Aku memohon kepada Tuhanku agar memberikan kami dispensasi, lalu Allah memberikan setiap satu kebajikan dengan balasan 10 kali lipat.” Nabi Musa berkata, “Sungguh aku telah mencoba melaksanakan perintah yang lebih ringan dari hal itu kepada Bani Israel, kemudian mereka beramai-ramai meninggalkannya. Oleh karena itu, kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah dispensasi kembali.” Rasulullah SAW bersabda, “Wahai Nabi Musa! Sungguh aku benar-benar merasa malu, dan takut berbuat salah kepada Tuhanku.” Lantas Nabi Musa berkata, “Kalau begitu sekarang turun dengan menyebut asma Allah SWT.” Rasulullah SAW bersabda, “Setelah itu aku terbangun dan aku sudah kembali berada di Masjid Al-Haram” (HR. Bukhari dalam shahih 3570 dan 7517, Imam Muslim dalam shahih 262).

Sumber http://arsiparmansyah.wordpress.com/2008/07/30/kritik-hadis-israk-dan-mikraj-bag-2/

==oo0oo==

Inti sari hadis

Dari hadits-hadits yang sudah kita tuliskan sebelumnya, maka mari kita simpulkan dalam poin-poin terpentingnya.

Dari hadits Abu Hurairah dari Al-Musayyab, yaitu:

1. Tidak djelaskan posisi dan keberadaan Nabi saat itu (apakah sedang tidur atau sedang terjaga atau apakah beliau SAW sedang berada di masjid Al-Haram, di rumah atau di tempat tertentu, hadits langsung bercerita mengenai pertemuan Nabi Muhammad dengan Nabi Musa).

2. Nabi Muhammad SAW diceritakan bertemu dengan Nabi Ibrahim as dan oleh beliau, Nabi SAW diberi pilihan antara susu dan arak (Khamr), Nabi memilih susu.

3. Di hadits ini sama sekali tidak disinggung mengenai keadaan arwah para Nabi yang lain termasuk arwah Nabi Ibrahim, apakah sedang shalat atau tidak, tetapi yang jelas seperti sudah dijelaskan pada poin 2 di atas, Nabi Ibrahim diceritakan langsung memberi Nabi Muhammad pilihan minuman.

Dari hadis Abu Hurairah dari Abu Salamah, yaitu :

1. Digambarkan arwah para Nabi sedang Shalat di Baitul Maqdis (Yerusalem)

2. Nabi Muhammad lalu jadi imam shalat dari para arwah Nabi-nabi setelah waktu Shalat masuk
3. Setelah itu Nabi dikenalkan oleh seseorang (tidak jelas siapa orang tersebut) kepada malaikat penjaga neraka yang ada di sana (di Baitul Maqdis, Yerusalem di antara jemaah arwah para Nabi).

Dari hadits Anas bin Malik melalui jalur Az-Zuhri dari Abu Dzar adalah, yaitu :

1. Saat itu Nabi Muhammad SAW sedang tidur di rumahnya di Mekkah.

2. Atap rumahnya dibuka.

3. Malaikat Jibril turun lalu membedah dada Nabi SAW dan mencucinya dengan air zam-zam

4. Nabi dan Malaikat Jibril langsung pergi ke langit sampai lapisan ke-7 dimana di sana beliau SAW bertemu dengan arwah Nabi Ibrahim as.

5. Peristiwa di atas digambarkan langsung terjadi tanpa terlebih dahulu mampir di Baitul Maqdis.

6. Nabi mendapat perintah shalat 50 kali dari Allah.

7. Nabi langsung mengajukan dispensasi untuk menurunkan jumlah tersebut kepada Allah (tanpa terlebih dahulu bertemu dengan arwah Nabi Musa as).

8. Allah langsung menurunkan beban dari 50 kali menjadi 1/2 nya (jadi 50 dibagi 2 adalah 25 kali shalat).

9. Nabi turun ke langit berikutnya dan baru bertemu arwah Nabi Musa.

10. Arwah Musa meminta kepada Nabi Muhammad agar kembali menghadap Allah untuk meminta dispensasi kembali.

11. Nabi kembali menghadap Allah dan mendapat dispensasi ulang sebesar 1/2 dari jumlah keringanan sebelumnya ( 25 dibagi 2 adalah 12.5 kali shalat).

12. Nabi turun ke langit berikutnya dan bertemu lagi dengan arwah Nabi Musa.

13. Arwah Nabi Musa meminta kepada Nabi Muhammad agar kembali menghadap Allah untuk meminta dispensasi kembali.

14. Nabi kembali menghadap Allah dan mendapat dispensasi ulang sehingga jadi 5 kali shalat dalam sehari semalam.

Dari hadis Anas bin Malik melalui jalur Qatadah dari Ibnu Sha’sha’ah, yaitu :

1. Saat itu Nabi Muhammad SAW sedang berada di :

1.1. Samping rumah (tidak dijelaskan rumah siapa)

1.2. Samping Ka’bah (redaksional yang diriwayatkan oleh Ahmad bin Hambal)

1.3. Reruntuhan bangunan (redaksional yang juga diriwayatkan oleh Ahmad bin Hambal)

1.4. Di atas bongkahan batu sambil berbaring (berdasar redaksional riwayat Bukhari dan Ahmad bin Hanbal juga)

2. Ada 3 malaikat mendatangi Nabi SAW.

3. Malaikat Jibril turun lalu membedah dada Nabi SAW dan mencucinya dengan air zam-zam.

4. Nabi naik Buraq ke Baitul Maqdis,

5. Nabi shalat dengan arwah para Nabi dan menjadi imam mereka.

6. Nabi naik ke langit.

7. Di langit Nabi berkenalan dengan arwah para Nabi (padahal sebelumnya diceritakan mereka masih ada di Baitul Maqdis).

8. Sampai di langit ke-6 Nabi bertemu arwah Nabi Musa.

9. Saat bertemu dengan beliau, arwah Nabi Musa malah menangis.

10. Di langit Nabi SAW pergi ke Baitul ma'mur.

11. Bertemu dengan arwah Nabi Ibrahim as dan Nabi SAW diberi dua pilihan air minum

12. Yaitu Arak dan susu plus madu.

13. Nabi memilih susu.

14. Nabi naik lagi ke Sidratul Muntaha.

15. Di sana ada 4 sungai, 2 sungai di dalam syurga dan 2 sungai lainnya adalah sungat Eufrat dan Sungai Nil.

16. Nabi mendapat perintah shalat 50 kali.

17. Nabi turun ke langit berikutnya dan bertemu arwah Nabi Musa.

18. Arwah Musa meminta kepada Nabi Muhammad agar kembali menghadap Allah untuk meminta dispensasi kembali.

19. Allah lalu menurunkan beban dari 50 kali menjadi 40 kali.

20. Nabi turun lagi ke langit berikutnya dan bertemu lagi dengan arwah Nabi Musa.

21. Arwah Musa meminta kepada Nabi Muhammad agar kembali menghadap Allah untuk meminta dispensasi kembali.

22. Nabi kembali menghadap Allah dan mendapat dispensasi ulang sebesar 30 kali.

23. Nabi turun lagi ke langit berikutnya dan bertemu lagi dengan arwah Nabi Musa.

24. Arwah Musa meminta kepada Nabi Muhammad agar kembali menghadap Allah untuk meminta dispensasi kembali.

25. Nabi kembali menghadap Allah dan mendapat dispensasi ulang sebesar 20 kali.

26. Terus berulang sampai akhirnya diturunkan menjadi 5 kali shalat.

27. Ketika Arwah Musa meminta kepada Nabi Muhammad agar kembali menghadap Allah untuk meminta dispensasi kembali.

28. Ada seseorang memanggil Nabi dan berseru bahwa dispensasi yang diberikan sudah final.

Dari hadis Anas bin Malik melalui jalur Hammad bin salamah dari Tsabit Al-banani, yaitu :

1. Nabi Muhammad SAW diberi Buraq lalu ke Baitul Maqdis

2. Di sana Nabi SAW shalat bersama para arwah nabi yang lain dan jadi imam shalat mereka.

3. Malaikat Jibril memberi Nabi dua pilihan air minum, susu dan arak.

4. Nabi memilih susu.

5. Nabi lalu pergi ke langit.

6. Kembali bertemu dengan arwah para Nabi di setiap lapisan langit (padahal sebelumnya diceritakan mereka masih ada di Baitul Maqdis).

7. Nabi ke Sidratul Muntaha.

8. Allah mewajibkan 50 kali shalat.

9. Nabi turun ke langit berikutnya dan bertemu dengan arwah Nabi Musa.

10. Arwah Musa meminta kepada Nabi Muhammad agar kembali menghadap Allah untuk meminta dispensasi kembali.

11. Nabi kembali menghadap Allah dan mendapat dispensasi, yaitu dikurangi 5 kali dari total jumlah sebelumnya ( jadi 50 – 5 = 45 kali).

12. Kejadian ini terus berulang dan dispensasi dari Allah turun per-5 kali dari jumlah-jumlah sebelumnya (dari 45 jadi 40, dari 40 jadi 35 dst).

26. Akhirnya diturunkan menjadi 5 kali shalat.

Dari hadis Anas bin Malik melalui jalur Syarik bin Abu Namr, yaitu :

1. Nabi Muhammad SAW ada di Ka’bah.

2. Datang 3 orang malaikat kepada Nabi.

3. Malaikat Jibril membelah dada Nabi dan dicuci dengan air zam zam.

4. Nabi SAW naik Buraq menuju ke Baitul Maqdis.

5. Di sana Nabi SAW shalat bersama para arwah nabi yang lain dan jadi imam shalat mereka.

6. Nabi naik ke langit.

7. Kembali bertemu dengan arwah para Nabi di setiap lapisan langit.

8. Diberi perintah shalat 50 kali.

9. Nabi turun ke langit berikutnya dan bertemu dengan arwah Nabi Musa.

10. Arwah Musa meminta kepada Nabi Muhammad agar kembali menghadap Allah untuk meminta dispensasi kembali.

11. Nabi kembali menghadap Allah dan mendapat dispensasi, yaitu dikurangi 10 kali dari total jumlah sebelumnya (jadi 50 – 10 = 40 kali).

12. Kejadian ini terus berulang dan dispensasi dari Allah turun per-10 kali dari jumlah-jumlah sebelumnya (dari 40 jadi 30, dari 30 jadi 20 dst).

13. Akhirnya diturunkan menjadi 5 kali shalat.

14. Nabi lalu turun ke dunia.

15. Nabi terbangun dan berada di Masjidil Haram.

Dari perbandingan antar riwayat Abu Hurairah melalui sanad Abu Salamah dengan riwayat Abu Hurairah melalui sanad Said bin Al-musayyab juga dengan semua riwayat lain menimbulkan kritik sebagai berikut :

1. Mana yang benar : arwah para Nabi sedang shalat atau tidak ? Berdasar riwayat Al-Musayyab mereka tidak melakukan shalat.

2. Jika jawabannya adalah “Ya”, bagaimana dengan kasus Nabi Ibrahim memberi Nabi dua wadah minuman dalam riwayat Abu Hurairah dari Al-Musayyab ?

3. Siapa yang jadi imam manusia : Muhammadkah atau Ibrahim as ?

Bukankah Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia” (QS Al-Baqarah 2:124) ? Padahal semua Nabi adalah manusia juga (lihat QS.Ibrahim 14:11) maka ketentuan surah Al-Baqarah ayat 124 di atas tentu termasuk jama'ah para Nabi tersebut.

4. Apakah Nabi mampir dulu ke Baitul Maqdis seperti mayoritas riwayat di atas ataukah tidak seperti riwayat Abu Hurairah melalui jalur Az-Zuhri dari Abu Dzar ?

5. Dimana tepatnya posisi Nabi saat awal pemberangkatan ?

5.1. Di samping rumah (tidak dijelaskan rumah siapa) ?

5.2. Di samping Ka’bah ?

5.3. Di reruntuhan bangunan ?

5.4. Di atas bongkahan batu sambil berbaring ?

5.5. Di dalam rumah beliau di Mekkah ?

6. Benarkah Allah bersikap plin-plan dengan ketetapan-Nya sendiri dan seorang arwah Nabi Musa terkesan lebih mengetahui akan sesuatu yang belum terjadi daripada Allah dan Nabi Muhammad SAW yang notabene di satu sisi sebagai Al-Khaliq yang Maha Mengetahui segala sesuatunya dan di sisi lain adalah seorang Nabi yang harusnya lebih tahu kondisi umatnya ketimbang seorang Nabi yang sudah wafat ratusan tahun dari masanya ?

Bukankah Allah berfirman : Dan Allah menetapkan hukum (menurut kehendak-Nya), tidak ada yang dapat menolak ketetapan-Nya dan Dia-lah yang Maha cepat hisab-Nya (QS Al-Ra’d 13:41).

Tidaklah mereka mengetahui bahwa Allah mengetahui segala yang mereka sembunyikan dan segala yang mereka nyatakan (QS Al-Baqarah 2:77).

Di sini kita bisa mengambil persamaan contoh kasus dalam hal kebolehan melakukan hubungan suami istri di bulan Ramadhan (lihat QS Al-Baqarah 2:187), secara jelas disebutkan betapa sesungguhnya Allah itu mengetahui akan kelemahan makhluk-Nya.

Allah mengetahui bahwasannya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu … (QS Al-Baqarah 2:187).

7. Berapa tepatnya jumlah pengurangan Shalat dari 50 kali itu ?

7.1. Dari 50 kali langsung menjadi 1/2 nya seperti riwayat Anas bin Malik melalui jalur Az-Zuhri dari Abu Dzar ?

7.2. Dari 50 kali bertahap menjadi 40 kali (berkurang per-10 kali) seperti riwayat Anas bin Malik melalui jalur Qatadah dari Ibnu Sha’sha’ah ?

7.3. Dari 50 kali bertahap menjadi 45 kali (berkurang per-5 kali) seperti riwayat Anas bin Malik melalui jalur Hammad bin salamah dari Tsabit Al-banani ?

8. Bagaimana proses awal pengurangan jumlah Shalat tersebut ?

8.1. Nabi langsung meminta dispensasi tanpa bertemu dulu dengan arwah Nabi Musa ?
8.2. Nabi terlebih dahulu bertemu dengan arwah Nabi Musa baru meminta dispensasi ?

9. Apakah Nabi berjalan menggunakan Buraq ataukah langsung ?

10. Siapa yang memberi Nabi pilihan air minum : Malaikat Jibril ataukah arwah Nabi Ibrahim ?

11. Disebutkan sebelumnya Nabi shalat mengimami para arwah Nabi sebelumnya di bumi (di Baitul Maqdis), lalu ketika Nabi naik ke langit disebutkan bahwa Nabi sudah bertemu dengan mereka di setiap lapisan langit. Bagaimana dan kapan proses mereka naik ke langit dan langsung siap di posisinya masing-masing (setiap lapisan langit) padahal sebelumnya mereka baru saja shalat bersama Nabi sementara Nabi Muhammad sendiri baru saja naik bersama Jibril kel angit tahap demi tahap ? Padahal jarak antar langit cukup jauh dan perjalanan para ruh dari bumi menuju langit memakan waktu yang lama ?

Bukankah Allah berfirman : Naik malaikat-malaikat dan ruh-ruh kepada-Nya dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun (QS Al-Maarij 70:4) ?

Perbedaan waktu yang disebut dalam ayat di atas dinyatakan dengan angka satu hari malaikat dan ruh berbanding 50.000 tahun waktu bumi, perbedaan ini tidak ubahnya dengan perbedaan waktu bumi dan waktu elektron, dimana satu detik bumi sama dengan 1.000 juta tahun elektron atau 1 tahun Bima Sakti sama dengan 225 juta tahun waktu sistem solar. Jadi bila malaikat berangkat jam 18:00 dan kembali pada jam 06.00 pagi waktu malaikat, maka menurut perhitungan waktu di bumi sehari malaikat sama dengan 50.000 tahun waktu bumi. Dan untuk jarak radius alam semesta hingga sampai ke Muntaha dan melewati angkasa raya yang disebut sebagai ‘Arsy Ilahi, 10 Milyar tahun cahaya diperlukan waktu kurang lebih 548 tahun waktu malaikat. Bagaimana menjelaskan poin 11 diatas ?

12. Di saat awal Nabi berangkat : apakah beliau terjaga ataukah tertidur ?

Dari dua belas pertanyaan yang kita kemukakan berdasarkan hasil perbandingan silang hadits-hadits shahih yang dirangkum oleh Syaikh Nashiruddin Al-Albani dalam kitab shahihnya, maka jelas dibutuhkan penjelasan yang kongkret dan memuaskan. Bahwa kemudian pertanyaan-pertanyaan ini dikembalikan lagi pada doktrin “Iman” maka ini akhirnya hanya sebuah pelarian dari ketidakberdayaan kita dalam mengkritisi dan menyikapi riwayat-riwayat yang saling berlawanan dalam dogma keyakinan kita. Fakta bahwa kita terlalu sering bersikap fanatik secara berlebihan dalam berkeyakinan sehingga mengalahkan obyektivitas dan analisa kita secara jujur. Bila ada yang mendebat hadits apalagi yang diperdebatkan hadits itu merupakan riwayat dari Imam Bukhari dan Imam Muslim maka mulailah kita sibuk untuk balik menyerang orang yang mengkritisi tersebut dengan sejumlah argumentasi yang pada hakekatnya malah tidak menyambung dengan apa yang dilontarkan oleh orang tersebut sebelumnya. Kita justru menerima sebuah pesan atau kritikan dari orang lain lebih banyak bukan untuk dipahami ataupun dianalisa namun justru untuk ditanggapi. Apa yang disampaikan oleh orang lain khususnya bila berhubungan dengan keyakinan kita maka kitapun cenderung mengartikannya sebagai bentuk serangan bukan menyikapinya sebagai sebuah masukan yang membangun ataupun memperbaiki diri. Kita sepakat bila firman Allah tidak mungkin salah atau saling kontradiksi, namun bagaimana dengan hadits ? bagaimana dengan hadits-hadits hasil periwayatan shahih para Imam seperti Bukhari, Muslim atau Ahmad bin Hanbal ?

Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an ? Kalau sekiranya Al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. (QS.An-Nisa 4:82).

http://arsiparmTambah Gambaransyah.wordpress.com/2008/07/31/kritik-hadis-israk-dan-mikraj-bag-3/

Minggu, 23 Januari 2011

ALIRAN THEOLOGIS DALAM ISLAM

(1) JABARIYAH

Jahm bin Safwan (جهم بن صفوان) adalah seorang teolog Islam yang kontroversial yang melekat dirinya dengan Harith bin Surayj, seorang pemberontak di Khurasan menjelang akhir periode Umayyah, dan dihukum mati di tahun 128 H /745-6 M oleh Salim bin Ahwaz.

Biografi

Ia dilahirkan di Kufah, tapi menetap di Khurasan di Tirmidh. Tahun lahirnya tidak diketahui, tetapi dia mungkin lahir di abad pertama. Dia belajar dibawah asuhan al-Ja'd bin Dirham, seorang sektarian dari Harran di Suriah. al-Ja'd bin Dirham adalah seorang guru dari Dinasti Umayyah Khalifah terakhir, Marwan II, dan digambarkan sebagai Dahri dan Zindîq. Dia adalah Muslim pertama yang berbicara tentang createdness dari Al Qur'an, penolakan persahabatan Abraham kepada Allah dan Musa berbicara kepada-Nya Dari al-Ja'd Jahm bin Safwan mewarisi beberapa doktrin sektarian dan akan menjadi pendiri Jahmiyyah. (lihat: Jahmites)

Ajaran

Jahm
adalah propagator besar pertama dari createdness dari Qur'an. Dia percaya bahwa Firman Allah diciptakan, karena semua atribut yang dianggap berasal dari Allah dan yang bersama oleh penciptaan diciptakan juga. Tidak ada sharing dalam nama atau atribut, menurut Jahm, karena itu akan memerlukan asimilasi (al-tashbîh). Karena itu ia menolak setiap dan setiap atribut yang disebutkan dalam kitab suci, karena takut antropomorfisme. Satu-satunya atribut ia menerima dan dijelaskan Allah dengan dua: menciptakan dan kekuasaan. Dia percaya bahwa menciptakan adalah satu-satunya atribut yang dimiliki dengan benar untuk Allah dan kekuasaan terlalu; semua kekuatan menyaksikan antara makhluk adalah kiasan mereka, tidak secara harfiah. Keyakinan terakhir membawanya ke doktrin fatalisme, yang disebut al-Jabr (keharusan) untuk yang mereka disebut al-Mujbira. Dia mendasarkan theologinya pada sebuah pemikiran filsafat dipinjam dari non-Arab khususnya, para filsuf Yunani awal.

Warisan

Doktrin-doktrin Jahm tentang Tuhan dan sifat-Nya menemukan banyak kesesuaian dengan Mu'tazilah, yang diberi nama Jahmites oleh musuh-musuh mereka. Mu'tazilah dikenal karena keyakinan mereka bahwa Qur'an dibuat, sebuah prinsip yang juga ditiru Jahm. Mereka juga dikenal sebagai atribut mendustakan Allah bertentangan dengan pemahaman Asy'ariyah dan lain-lain.

Kritik

Jahm bin Safwan adalah sangat dikritik dan dinyatakan kafir oleh kaum Muslim ortodoks. Awal, banyak ulama hadis menulis sanggahan dari doktrin Jahm bin Safwan, khususnya Ahmad bin Hanbal, al-Bukhari, dan al-Darimi Yang terakhir juga. menulis bantahan besar dari Jahmite terkemuka dengan nama Bishr bin Ghiyāt al-Marisi dimana dia menyatakan dia kafir (kafir).

Sumber http://en.wikipedia.org/wiki/Jahm_bin_Safwan

JAHMIYYA

Jahmiyya adalah pengikut Jahm bin Safwan Muhriz Abu al-Rasibi al-Samarqandi atau al-Khazari atau al-Tirmidzi (w. 128). Bukhari meriwayatkan dalam bab pertama-nya "Khalq Af` al-`Ibad" yang Jahm pernah keluar dari rumahnya berkata: "adalah angin dan segala sesuatu. Ibnu Hajar dalam pengantar "Fath al-Bari" sekte yang didefinisikan sebagai: "Mereka yang menyangkal atribut Allah yang Kitab dan Sunnah menegaskan, dan yang mengatakan bahwa Al Qur'an dibuat. Ibnu Katsir menyatakan bahwa guru Jahm di Kufah adalah al-Ja `d ibnu Dirham, yang pertama kali mengatakan bahwa Al Qur'an diciptakan, dan itulah siswa Jahm adalah Bisyr al-Marisi:" Untuk dia [Jahm] yang dianggap berasal dari Jahmis, yang menyatakan bahwa Allah ada di setiap tempat pada Dzat-Nya. Ibnu `Asakir dan lain-lain menelusuri silsilah doktrin Jahm's demikian: Jahm ibn Safwan (saw). [ 1 ]

Al-Asy `ari menggambarkan mereka sebagai berikut:

Para penganut Jahmiyya menyatakan bahwa tidak percaya kepada Allah (al-kekufuran billah) adalah ketidaktahuan Allah. Doktrin ini dikaitkan dengan Jahm bin Safwan. Para penganut Jahmiyya mengklaim bahwa jika seseorang menerima pengetahuan, kemudian membantah dengan lidahnya bukanlah kafir. Mereka mengklaim bahwa kepercayaan (iman) adalah terbagi dan bahwa penganut ada dalam kategori yang sama. Mereka mengklaim bahwa beriman maupun tidak beriman hanya ada di hati. Jahm sendiri mengatakan bahwa syurga dan neraka akan lenyap dan menjadi punah; keyakinan bahwa hanya pengetahuan tentang Allah dan tidak ada yang lain, percaya bahwa hanyalah ketidaktahuan Allah dan tidak ada yang lain, yang bertindak tidak ada siapa pun yang dilakukannya dalam kenyataannya, selain Allah saja, dan itu dilakukan-Nya. [Ini merupakan inti dari kepercayaan Jabriyyah] Jahm mengaku pasrah pada ketentuan Tuhan. Dia sering mengatakan bahwa pengetahuan Allah akan dibawa terus (muhdath). Inilah yang dimaksud mereka tergantung pada-Nya. Ia juga mengatakan bahwa Qur'an adalah diciptakan dan bahwa hal itu tidak harus dikatakan bahwa Allah selalu menyadari hal sebelum itu terjadi. [Ini juga sesuai dengan yang dianut Qadariyyah dan Mu `tazilah] [ 2 ]

Para penganut Jahmiyya dianggap kafir, al-Bukhari berkata: "bodoh bagi siapa yang tidak mendeklarasikan Jahmiyyah adalah kafir. Pendapat serupa juga disampaikan Hanbali seperti yang ditunjukkan di banyak referensi Ibnu Abi Ya `Hanabila" la's "Tabaqat al-dan buku-buku dari` Abd Allah ibn Ahmad bin Hanbal, Abu Bakar al-Khallal, dan `Utsman Abu Sa` id al- Darimi. Ibnu Abi Ya ` juga senada dengan Hanbali Abu Muhammad al-Barbahari:

1. 1. Beberapa ulama, di antaranya Ahmad bin Hanbal, mengatakan bahwa Jahmi adalah kafir (-Jahmee al kafir), ia bukan dari Ahli Qiblat, dan darahnya halal ditumpahkan. Dia tidak mewarisi maupun diwarisi. Hal ini karena mereka mengatakan bahwa tidak ada `doa, atau jama`ah doa, atau shalat 'Ied, mereka mengatakan bahwa siapa pun tidak mengatakan bahwa Al Qur'an diciptakan, adalah kafir. Mereka menganggap sah penggunaan pedang terhadap Komunitas Nabi (saw), mereka bertentangan dengan semua orang yang datang sebelum mereka, mereka menyelidiki Nabi (saw) maupun para sahabat (ra), mereka mencoba untuk menutup masjid, menghina Islam, dan menyingkirkan jihad, mereka berusaha menuju perpecahan, mereka bertentangan dengan riwayat Nabi (saw) dan para Sahabat (ra), mereka berbicara berdasarkan pembatalan/amandemen (Mansukh) teks; mereka bersikap ambigu (mutashabih) pada teks sebagai bukti, mereka menanamkan keraguan dalam masyarakat mengenai agama mereka, mereka berdebat tentang Tuhan mereka [yaitu, mereka menyangkal Atribut-Nya], mereka mengatakan bahwa tidak ada : hukuman di kuburan, Basin (hawd), syafaat. Dan bahwa baik syurga maupun neraka belum diciptakan, dan mereka menyangkal banyak dari apa yang Nabi (saw) sampaikan. [ 3 ]

NOTES CATATAN

[1] Ibn Kathir, " al-Bidaya wa al-Nihaya " (9:382, 10:21). [19] Ibnu Katsir, "al-Bidaya wa al-Nihaya" (9:382, 10:21).


[2] Al-Ash`ari, " Maqalat al-Islamiyyin wa Ikhtilaf al-Musallin " (" The Discourses of the Proponents of Islam and the Differences Among the Worshippers ") (1:214, 338). [20] Al-Ash `ari," Maqalat al-Islamiyyin wa Ikhtilaf al-Musallin "(" The Wacana dari Pendukung Islam dan Perbedaan Di antara para Penyembah ") (1:214, 338).


[3] Abu Muhammad al-Barbahari, " Sharh Kitab al-Sunna ," in Ibn Abi Ya`la's " Tabaqat al-Hanabila " (2:30). [21] Abu Muhammad al-Barbahari, "Kitab Syarah al-Sunna," dalam Ibnu Abi Ya `Hanabila" la "al-Tabaqat's (2:30).

Sumber http://www.sunnah.org/aqida/alashaira4.htm


(2) QADARIYAH

Qadariyah (atau Qadariya), dalam Islam, adalah penganut doktrin kehendak bebas. Kata Qadar berasal dari Qadr (kekuasaan atau hak).

Qadariyah adalah salah satu aliran theologis paling awal pemikiran dalam Islam Doktrin yang dianut. pengertian rasionalisme dan unsur-unsur yang terkandung filsafat Yunani. Qadarist mempertahankan bahwa Allah memberi manusia kehendak bebas, tanpa yang satu tidak dapat sepenuhnya bertanggung jawab atas tindakan seseorang. Bebas juga akan berarti bahwa Allah tidak dapat mengetahui tindakan seorang pria di muka. Qadarist juga menyangkal inti lainnya penyewa keyakinan Sunni termasuk kepercayaan dalam hukuman di alam kubur. Mereka juga menyangkal bahwa suatu hadits otentik adalah bukti untuk menetapkan proposisi dalam aqidah Islam kecuali ditransmisikan dalam bentuk mutawatir.

Sejarah

Para Qadariyah telah dicela oleh banyak penguasa sepanjang sejarah Islam termasuk penguasa Ghaznavid, Sebük Tigin untuk apa yang dilihat sebagai bid'ah mereka (suatu praktek yang baru diciptakan dalam kredo Islam). Karena doktrin mereka pembangkang dan tidak konvensional, mereka tidak hanya banyak dikritik oleh para teolog Sunni seperti Ibnu Hajar Al-Asqalani dan Ibnu Taimiyah, tapi mereka juga menegur (mencela) sahabat Muhammad.


Sumber http://en.wikipedia.org/wiki/Qadariyah


(3) MU'TAZILAH


Aliran Mu’taziliyah (memisahkan diri) muncul di Basra, Irak, di abad 2 H. Kelahirannya bermula dari tindakan Wasil bin Atha' (700-750 M) berpisah dari gurunya Imam Hasan al-Bashri karena perbedaan pendapat. Wasil bin Atha' berpendapat bahwa muslim berdosa besar bukan mukmin bukan kafir yang berarti ia fasik. Imam Hasan al-Bashri berpendapat mukmin berdosa besar masih berstatus mukmin.

Ajaran utama

Ajaran Mu'taziliyah kurang diterima oleh kebanyakan ulama Sunni karena aliran ini beranggapan bahwa akal manusia lebih baik dibandingkan tradisi. Oleh karena itu, penganut aliran ini cenderung menginterpretasikan ayat-ayat Al Qur'an secara lebih bebas dibanding kebanyakan umat muslim. Mu’taziliyah memiliki 5 ajaran utama, yakni :

  1. Tauhid. Mereka berpendapat :
    • Sifat Allah ialah dzatNya itu sendiri.
    • al-Qur'an ialah makhluk.
    • Allah di alam akhirat kelak tak terlihat mata manusia. Yang terjangkau mata manusia bukanlah Ia.
  2. Keadilan-Nya. Mereka berpendapat bahwa Allah SWT akan memberi imbalan pada manusia sesuai perbuatannya.
  3. Janji dan ancaman. Mereka berpendapat Allah takkan ingkar janji: memberi pahala pada muslimin yang baik dan memberi siksa pada muslimin yang jahat.
  4. Posisi di antara 2 posisi. Ini dicetuskan Wasil bin Atha' yang membuatnya berpisah dari gurunya, bahwa mukmin berdosa besar, statusnya di antara mukmin dan kafir, yakni fasik.
  5. Amar ma’ruf (tuntutan berbuat baik) dan nahi munkar (mencegah perbuatan yang tercela). Ini lebih banyak berkaitan dengan hukum/fikih.

Aliran Mu’taziliyah berpendapat dalam masalah qada dan qadar, bahwa manusia sendirilah yang menciptakan perbuatannya. Manusia dihisab berdasarkan perbuatannya, sebab ia sendirilah yang menciptakannya.

Sejarah

Pada saat Imam Hasan al-Basri sedang mengajar di mesjid, ada seseorang bertanya tentang para pendosa, apakah masih beriman atau telah kafir. Beliaupun diam sejenak untuk berfikir. Saat itulah Wasil bin Atha' menjawab bahwa para pendosa berada di antara mu'min dan kafir. Kemudian ia membentuk jemaah baru di sudut lain mesjid. Imam Hasan al-Basri berkata "Ia telah i'tizal(mengasingkan diri) dari kita. Jadi mu'tazilah adalah orang yang mengasingkan diri dari Imam Hasan al-Basri, sesuai dengan perkataan beliau tersebut

Tokoh Mu’taziliyah

Tokoh-tokoh Mu’taziliyah yang terkenal ialah :

  1. Wasil bin Atha', lahir di Madinah, pelopor ajaran ini.
  2. Abu Huzail al-Allaf (751-849 M), penyusun 5 ajaran pokoq Mu’taziliyah.
  3. an-Nazzam, murid Abu Huzail al-Allaf.
  4. Abu ‘Ali Muhammad bin ‘Abdul Wahab/al-Jubba’i (849-915 M).

Meski kini Mu’taziliyah tiada lagi, namun pemikiran rasionalnya sering digali cendekiawan Muslim dan non-muslim.

Sumber http://id.wikipedia.org/wiki/Mu%27tazilah


(4) ASY'ARIYAH

Abu al-Hasan bin Isma'il al-Asy'ari (Bahasa Arab ابو الحسن بن إسماعيل اﻷشعري) (lahir: 873- wafat: 935), adalah seorang pemikir muslim pendiri paham Asy'ari.

Latar Belakang

namanya Abul al-Hasan Ali bin Ismail al-Asy'ari keturunan dari Abu Musa al-Asy'ari, salah seorang perantara dalam sengketa antara Ali bin Abi Thalib dan Mu'awiyah. Al-Asy'ari lahir tahun 260 H/873 M dan wafat pada tahun 324 H/935 M. Al-Asy'ari lahir di Basra, namun sebagian besar hidupnya di Baghdad. pada waktu kecilnya ia berguru pada seorang Mu'tazilah terkenal, yaitu Al-Jubbai, mempelajari ajaran-ajaran Muktazilah dan mendalaminya. Aliran ini diikutinya terus ampai berusia 40 tahun, dan tidak sedikit dari hidupnya digunakan untuk mengarang buku-buku kemuktazilahan. namun pada tahun 912 dia mengumumkan keluar dari paham Mu'tazilah, dan mendirikan teologi baru yang kemudian dikenal sebagai Asy'ariah.Ketika mencapai usia 40 tahun ia bersembunyi di rumahnya selama 15 hari, kemudian pergi ke Masjid Basrah. Di depan banyak orang ia menyatakan bahwa ia mula-mula mengatakan bahwa Quran adalah makhluk; Allah Swt tidak dapat dilihat mata kepala; perbuatan buruk adalah manusia sendiri yang memperbuatnya (semua pendapat aliran Muktazilah). Kemudian ia mengatakan: "saya tidak lagi memegangi pendapat-pendapat tersebut; saya harus menolak paham-paham orang Muktazilah dan menunjukkan keburukan-keburukan dan kelemahan-kelemahanya".

Banyak tokoh pemikir Islam yang mendukung pemikiran-pemikiran dari imam ini, salah satunya yang terkenal adalah "Sang hujjatul Islam" Imam Al-Ghazali, terutama di bidang ilmu kalam/ilmu tauhid/ushuludin.

Walaupun banyak juga ulama yang menentang pamikirannya,tetapi banyak masyarakat muslim yang mengikuti pemikirannya. Orang-orang yang mengikuti/mendukung pendapat/faham imam ini dinamakan kaum/pengikut "Asy'ariyyah", dinisbatkan kepada nama imamnya. Di Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim banyak yang mengikuti paham imam ini, yang dipadukan dengan paham ilmu Tauhid yang dikembangkan oleh Imam Abu Manshur Al-Maturidi. Ini terlihat dari metode pengenalan sifat-sifat Allah yang terkenal dengan nama "20 sifat Allah", yang banyak diajarkan di pesantren-pesantren yang berbasiskan Nahdlotul Ulamak (NU) khususnya, dan sekolah-sekolah formal pada umumnya.

Karya-karyanya

Ia meninggalkan karangan-karangan, kurang lebih berjumlah 90 buah dalam berbagai lapangan. Kitabnya yang terkenal ada tiga : 1. Maqalat al-Islamiyyin 2. Al-Ibanah 'an Ushulid Diniyah 3. Al-Luma.

Sumber http://id.wikipedia.org/wiki/Abul_Hasan_Al-Asy%E2%80%99ari


(5) MATURIDIYAH

Muhammad ibn Muhammad ibn Mahmud Abu Mansur al-Samarqandi al-Maturidi al-Hanafi (Bahasa Arab: محمد بن محمد بن محمود أبو منصور الماتريدي السمرقندي الحنفي) (wafat 333 AH / 944 ) adalah seorang cendekiawan muslim dan ahli di bidang ilmu kalam.

Maturidi dilahirkan di Maturid, dekat Samarqand. Di bidang ilmu agama, beliau berguru pada Abu Nasr al-`Ayadi and Abu Bakr Ahmad al-Jawzajani. Ia banyak menulis tentang Mu'tazilah, Qarmati, dan Syiah.

Karya

  • Kitab Al Tawhid
  • Kitab Radd Awa'il al-Adilla, sanggahan terhadap Mu'tazilah
  • Radd al-Tahdhib fi al-Jadal, sanggahan terhadap Mu'tazilah
  • Kitab Bayan Awham al-Mu'tazila ('Kitab Pemaparan Kesalahan Mu'tazilah
  • Kitab Ta'wilat al-Qur'an.
  • Kitab al-Maqalat
  • Ma'akhidh al-Shara'i` dalam Usul al-Fiqh
  • Al-Jadal fi Usul al-Fiqh
  • Radd al-Usul al-Khamsa, sanggahan terhadap pemaparan Abu Muhammad al-Bahili' tentang lima prinsip Mu'tazilah
  • Radd al-Imama, sanggahan terhadap konsepsi keimaman syiah
  • Al-Radd `ala Usul al-Qaramita
  • Radd Wa`id al-Fussaq
Sumber http://id.wikipedia.org/wiki/Abu_Manshur_Al-Maturidi


(6) SYI'AH

Syi’ah (Bahasa Arab: شيعة, Bahasa Persia: شیعه) ialah salah satu aliran atau mazhab dalam Islam. Muslim Syi'ah mengikuti Islam sesuai yang diajarkan oleh Nabi Muhammad dan Ahlul Bait-nya. Syi'ah menolak kepemimpinan dari tiga Khalifah Sunni pertama seperti juga Sunni menolak Imam dari Imam Syi'ah. Bentuk tunggal dari Syi'ah adalah Shī`ī (Bahasa Arab: شيعي.) menunjuk kepada pengikut dari Ahlul Bait dan Imam Ali.Sekitar 90% umat Muslim sedunia merupakan kaum Sunni, dan 10% menganut aliran Syi'ah.

Etimologi

Perangko pos dari Iran, berhubung dengan Hadits Gadir Kum, ketika Nabi Muhammad memilih Ali sebagai mawla

Istilah Syi'ah berasal dari kata Bahasa Arab شيعة Syī`ah. Bentuk tunggal dari kata ini adalah Syī`ī شيعي.

"Syi'ah" adalah bentuk pendek dari kalimat bersejarah Syi`ah `Ali شيعة علي artinya "pengikut Ali", yang berkenaan tentang Q.S. Al-Bayyinah ayat khoirulbariyyah, saat turunnya ayat itu Nabi SAW bersabda: "Wahai Ali kamu dan pengikutmu adalah orang-orang yang beruntung" (ya Ali anta wa syi'atuka humulfaaizun)[1]

Syi'ah menurut etimologi bahasa Arab bermakna: pembela dan pengikut seseorang. Selain itu juga bermakna: Setiap kaum yang berkumpul di atas suatu perkara.[2] Adapun menurut terminologi syariat bermakna: Mereka yang menyatakan bahwa Ali bin Abu Thalib sangat utama di antara para sahabat dan lebih berhak untuk memegang tampuk kepemimpinan kaum muslimin, demikian pula anak cucu sepeninggal beliau.[3] Syi'ah, dalam sejarahnya mengalami beberapa pergeseran. Seiring dengan bergulirnya waktu, Syi'ah mengalami perpecahan sebagaimana Sunni juga mengalami perpecahan mazhab

Ikhtisar

Muslim Syi'ah percaya bahwa Keluarga Muhammad (yaitu para Imam Syi'ah) adalah sumber pengetahuan terbaik tentang Qur'an dan Islam, guru terbaik tentang Islam setelah Nabi Muhammad, dan pembawa serta penjaga tepercaya dari tradisi Sunnah.

Secara khusus, Muslim Syi'ah berpendapat bahwa Ali bin Abi Thalib, yaitu sepupu dan menantu Muhammad dan kepala keluarga Ahlul Bait, adalah penerus kekhalifahan setelah Nabi Muhammad, yang berbeda dengan khalifah lainnya yang diakui oleh Muslim Sunni. Muslim Syi'ah percaya bahwa Ali dipilih melalui perintah langsung oleh Nabi Muhammad, dan perintah Nabi berarti wahyu dari Allah.

Perbedaan antara pengikut Ahlul Bait dan Abu Bakar menjadikan perbedaan pandangan yang tajam antara Syi'ah dan Sunni dalam penafsiran Al-Qur'an, Hadits, mengenai Sahabat, dan hal-hal lainnya. Sebagai contoh perawi Hadits dari Muslim Syi'ah berpusat pada perawi dari Ahlul Bait, sementara yang lainnya seperti Abu Hurairah tidak dipergunakan.

Tanpa memperhatikan perbedaan tentang khalifah, Syi'ah mengakui otoritas Imam Syi'ah (juga dikenal dengan Khalifah Illahi) sebagai pemegang otoritas agama, walaupun sekte-sekte dalam Syi'ah berbeda dalam siapa pengganti para Imam dan Imam saat ini.

Doktrin

Dalam Syi'ah terdapat apa yang namanya ushuluddin (pokok-pokok agama) dan furu'uddin {masalah penerapan agama). Syi'ah memiliki Lima Ushuluddin:

  1. Tauhid, bahwa Allah SWT adalah Maha Esa.
  2. Al-‘Adl, bahwa Allah SWT adalah Maha Adil.
  3. An-Nubuwwah, bahwa kepercayaan Syi'ah meyakini keberadaan para nabi sebagai pembawa berita dari Tuhan kepada umat manusia
  4. Al-Imamah, bahwa Syiah meyakini adanya imam-imam yang senantiasa memimpin umat sebagai penerus risalah kenabian.
  5. Al-Ma'ad, bahwa akan terjadinya hari kebangkitan.

Dimensi ini merupakan sekumpulan ayat-ayat dalam Al-Quran yang menginformasikan bahwa Allah maha kuasa menciptakan segala sesuatu termasuk menciptakan Takdir.

Dialah Yang Awal dan Yang Akhir ,Yang Zhahir dan Yang Bathin (Al Hadid / QS. 57:3). Allah tidak terikat ruang dan waktu, bagi-Nya tidak memerlukan apakah itu masa lalu, kini atau akan datang).Dimensi ketuhanan ini merupakan sekumpulan ayat-ayat dalam Al-Quran yang menginformasikan bahwa Allah maha kuasa menciptakan segala sesuatu termasuk menciptakan Takdir.

Dialah Yang Awal dan Yang Akhir ,Yang Zhahir dan Yang Bathin (Al Hadid / QS. 57:3). Allah tidak terikat ruang dan waktu, bagi-Nya tidak memerlukan apakah itu masa lalu, kini atau akan datang). Dia (Allah) telah menciptakan segala sesuatu dan sungguh telah menetapkannya (takdirnya) (Al-Furqaan / QS. 25:2) Apakah kamu tidak tahu bahwa Allah mengetahui segala sesuatu yang ada di langit dan bumi. Sesungguhnya itu semua telah ada dalam kitab, sesungguhnya itu sangat mudah bagi Allah (Al-Hajj / QS. 22:70) Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya (Al-Maa'idah / QS. 5:17) Kalau Dia (Allah) menghendaki maka Dia memberi petunjuk kepadamu semuanya (Al-An'am / QS 6:149) Allah menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat (As-Safat / 37:96) Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan (Luqman / QS. 31:22). Allah yang menentukan segala akibat. Dia (Allah) telah menciptakan segala sesuatu dan sungguh telah menetapkannya (takdirnya) (Al-Furqaan / QS. 25:2) Apakah kamu tidak tahu bahwa Allah mengetahui segala sesuatu yang ada di langit dan bumi. Sesungguhnya itu semua telah ada dalam kitab, sesungguhnya itu sangat mudah bagi Allah (Al-Hajj / QS. 22:70) Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya (Al-Maa'idah / QS. 5:17) Kalau Dia (Allah) menghendaki maka Dia memberi petunjuk kepadamu semuanya (Al-An'am / QS 6:149) Allah menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat (As-Safat / 37:96) Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan (Luqman / QS. 31:22). Allah yang menentukan segala akibat. nabi sama seperti muslimin lain. I’tikadnya tentang kenabian ialah:

  1. Jumlah nabi dan rasul Allah ada 124.000.
  2. Nabi dan rasul terakhir ialah Nabi Muhammad SAW.
  3. Nabi Muhammad SAW suci dari segala aib dan tiada cacat apa pun. Ialah nabi paling utama dari seluruh Nabi yang ada.
  4. Ahlul Baitnya, yaitu Ali, Fatimah, Hasan, Husain dan 9 Imam dari keturunan Husain adalah manusia-manusia suci.
  5. Al-Qur'an ialah mukjizat kekal Nabi Muhammad SAW.

Sekte dalam Syi'ah

Syi'ah terpecah menjadi 22 sekte[rujukan?]. Dari 22 sekte itu, hanya tiga sekte yang masih ada sampai sekarang, yakni:

Disebut juga Imamiah atau Itsna 'Asyariah (Dua Belas Imam); dinamakan demikian sebab mereka percaya yang berhak memimpin muslimin hanya imam, dan mereka yakin ada dua belas imam. Aliran ini adalah yang terbesar di dalam Syiah. Urutan imam mereka yaitu:

  1. Ali bin Abi Thalib (600661), juga dikenal dengan Amirul Mukminin
  2. Hasan bin Ali (625669), juga dikenal dengan Hasan al-Mujtaba
  3. Husain bin Ali (626680), juga dikenal dengan Husain asy-Syahid
  4. Ali bin Husain (658713), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin
  5. Muhammad bin Ali (676743), juga dikenal dengan Muhammad al-Baqir
  6. Jafar bin Muhammad (703765), juga dikenal dengan Ja'far ash-Shadiq
  7. Musa bin Ja'far (745799), juga dikenal dengan Musa al-Kadzim
  8. Ali bin Musa (765818), juga dikenal dengan Ali ar-Ridha
  9. Muhammad bin Ali (810835), juga dikenal dengan Muhammad al-Jawad atau Muhammad at Taqi
  10. Ali bin Muhammad (827868), juga dikenal dengan Ali al-Hadi
  11. Hasan bin Ali (846874), juga dikenal dengan Hasan al-Asykari
  12. Muhammad bin Hasan (868—), juga dikenal dengan Muhammad al-Mahdi

Disebut juga Tujuh Imam; dinamakan demikian sebab mereka percaya bahwa imam hanya tujuh orang dari 'Ali bin Abi Thalib, dan mereka percaya bahwa imam ketujuh ialah Isma'il. Urutan imam mereka yaitu:

  1. Ali bin Abi Thalib (600661), juga dikenal dengan Amirul Mukminin
  2. Hasan bin Ali (625669), juga dikenal dengan Hasan al-Mujtaba
  3. Husain bin Ali (626680), juga dikenal dengan Husain asy-Syahid
  4. Ali bin Husain (658713), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin
  5. Muhammad bin Ali (676743), juga dikenal dengan Muhammad al-Baqir
  6. Ja'far bin Muhammad bin Ali (703765), juga dikenal dengan Ja'far ash-Shadiq
  7. Ismail bin Ja'far (721755), adalah anak pertama Ja'far ash-Shadiq dan kakak Musa al-Kadzim.

Disebut juga Lima Imam; dinamakan demikian sebab mereka merupakan pengikut Zaid bin 'Ali bin Husain bin 'Ali bin Abi Thalib. Mereka dapat dianggap moderat karena tidak menganggap ketiga khalifah sebelum 'Ali tidak sah. Urutan imam mereka yaitu:

  1. Ali bin Abi Thalib (600661), juga dikenal dengan Amirul Mukminin
  2. Hasan bin Ali (625669), juga dikenal dengan Hasan al-Mujtaba
  3. Husain bin Ali (626680), juga dikenal dengan Husain asy-Syahid
  4. Ali bin Husain (658713), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin
  5. Zaid bin Ali (658740), juga dikenal dengan Zaid bin Ali asy-Syahid, adalah anak Ali bin Husain dan saudara tiri Muhammad al-Baqir.

Hubungan antara Sunni dan Syi'ah telah mengalami kontroversi sejak masa awal terpecahnya secara politis dan ideologis antara para pengikut Bani Umayyah dan para pengikut Ali bin Abi Thalib. Sebagian kaum Sunni menyebut kaum Syi'ah dengan nama Rafidhah, yang menurut etimologi bahasa Arab bermakna meninggalkan.[4] Dalam terminologi syariat Sunni, Rafidhah bermakna "mereka yang menolak imamah (kepemimpinan) Abu Bakar dan Umar bin Khattab, berlepas diri dari keduanya, dan sebagian sahabat yang mengikuti keduanya".

Sebagian Sunni menganggap firqah (golongan) ini tumbuh tatkala seorang Yahudi bernama Abdullah bin Saba yang menyatakan dirinya masuk Islam, mendakwakan kecintaan terhadap Ahlul Bait, terlalu memuja-muji Ali bin Abu Thalib, dan menyatakan bahwa Ali mempunyai wasiat untuk mendapatkan kekhalifahan. Syi'ah menolak keras hal ini. Menurut Syiah, Abdullah bin Saba' adalah tokoh fiktif.

Namun terdapat pula kaum Syi'ah yang tidak membenarkan anggapan Sunni tersebut. Golongan Zaidiyyah misalnya, tetap menghormati sahabat Nabi yang menjadi khalifah sebelum Ali bin Abi Thalib. Mereka juga menyatakan bahwa terdapat riwayat-riwayat Sunni yang menceritakan pertentangan diantara para sahabat mengenai masalah imamah Abu Bakar dan Umar

Sebutan Rafidhah oleh Sunni

Sebutan Rafidhah ini erat kaitannya dengan sebutan Imam Zaid bin Ali yaitu anak dari Imam Ali Zainal Abidin, yang bersama para pengikutnya memberontak kepada Khalifah Bani Umayyah Hisyam bin Abdul-Malik bin Marwan di tahun 121 H.[6]

  • Syaikh Abul Hasan Al-Asy'ari berkata: "Zaid bin Ali adalah seorang yang melebihkan Ali bin Abu Thalib atas seluruh shahabat Rasulullah, mencintai Abu Bakar dan Umar, dan memandang bolehnya memberontak terhadap para pemimpin yang jahat. Maka ketika ia muncul di Kufah, di tengah-tengah para pengikut yang membai'atnya, ia mendengar dari sebagian mereka celaan terhadap Abu Bakar dan Umar. Ia pun mengingkarinya, hingga akhirnya mereka (para pengikutnya) meninggalkannya. Maka ia katakan kepada mereka: "Kalian tinggalkan aku?" Maka dikatakanlah bahwa penamaan mereka dengan Rafidhah dikarenakan perkataan Zaid kepada mereka "Rafadhtumuunii".[7]
  • Pendapat Ibnu Taimiyyah dalam "Majmu' Fatawa" (13/36) ialah bahwa Rafidhah pasti Syi'ah, sedangkan Syi'ah belum tentu Rafidhah; karena tidak semua Syi'ah menolak Abu Bakar dan Umar sebagaimana keadaan Syi'ah Zaidiyyah.
  • Abdullah bin Ahmad bin Hanbal berkata: "Aku telah bertanya kepada ayahku, siapa Rafidhah itu? Maka beliau (Imam Ahmad) menjawab: 'Mereka adalah orang-orang yang mencela Abu Bakar dan Umar'."[8]
  • Pendapat yang agak berbeda diutarakan oleh Imam Syafi'i. Meskipun mazhabnya berbeda secara teologis dengan Syi'ah, tetapi ia pernah mengutarakan kecintaannya pada Ahlul Bait dalam diwan asy-Syafi'i melalui penggalan syairnya: "Kalau memang cinta pada Ahlul Bait adalah Rafidhah, maka ketahuilah aku ini adalah Rafidhah".

Referensi

  1. ^ Riwayat di Durul Mansur milik Jalaluddin As-Suyuti
  2. ^ Tahdzibul Lughah, 3/61, karya Azhari dan Tajul Arus, 5/405, karya Az-Zabidi. Dinukil dari kitab Firaq Mu'ashirah, 1/31, karya Dr. Ghalib bin 'Ali Al-Awaji
  3. ^ Al-Fishal Fil Milali Wal Ahwa Wan Nihal, 2/113, karya Ibnu Hazm
  4. ^ Al-Qamus Al-Muhith, hal. 829
  5. ^ Baca al-Ghadir, al-Muroja'ah, Akhirnya Kutemukan Kebenaran, dll
  6. ^ Badzlul Majhud, 1/86
  7. ^ Maqalatul Islamiyyin, 1/137
  8. ^ Ash-Sharimul Maslul ‘Ala Syatimir Rasul hal. 567, karya Ibnu Taimiyyah
  9. ^ Abu Zahrah, Muhammad. Imam Syafi'i: Biografi dan Pemikirannya dalam Masalah Akidah, Politik & Fiqih, Penerjamah: Abdul Syukur dan Ahmad Rivai Uthman, Penyunting: Ahmad Hamid Alatas, Cet.2 (Jakarta: Lentera, 2005).
Sumber http://id.wikipedia.org/wiki/Syi%27ah


(7) KHAWARIJ


Khawārij (bahasa Arab: خوارج baca Khowaarij, secara harfiah berarti "Mereka yang Keluar") ialah istilah umum yang mencakup sejumlah aliran dalam Islam yang awalnya mengakui kekuasaan Ali bin Abi Thalib, lalu menolaknya. Pertama kali muncul pada pertengahan abad ke-7, terpusat di daerah yang kini ada di Irak selatan, dan merupakan bentuk yang berbeda dari Sunni dan Syi'ah.

Disebut atau dinamakan Khowarij disebabkan karena keluarnya mereka dari dinul Islam dan pemimpin kaum muslimin. (Fat, juz 12 hal. 283)

Awal keluarnya mereka dari pemimpin kaum muslimin yaitu pada zaman Amirul Mu'minin Al Kholifatur Rosyid Ali bin Abi Thalib رضي الله عنه ketika terjadi (musyawarah) dua utusan. Mereka berkumpul disuatu tempat yang disebut Khouro (satu tempat di daerah Kufah). Oleh sebab itulah mereka juga disebut Al Khoruriyyah. (Mu'jam Al-Buldan li Yaqut Al-Hamawi juz 2 hal. 245)

Asal muasal khawarij: Setelah Utsman bin Affan dibunuh oleh orang-orang khawarij, kaum muslimin mengangkat Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah, setelah beberapa hari kaum muslimin hidup tanpa seorang khalifah. Kabar kematian 'Ustman kemudian terdengar oleh Mu'awiyyah bin Abu Sufyan, yang mana beliau masih memiliki hubungan kekerabatan dengan 'Ustman bin Affan. Sesuai dengan syari'at Islam, Mu'awiyyah berhak menuntut balas atas kematian 'Ustman. Mendengar berita ini, orang-orang Khawarij pun ketakutan, kemudian menyusup ke pasukan Ali bin Abi Thalib. Mu'awiyyah berpendapat bahwa semua orang yang terlibat dalam pembunuhan 'Ustman harus dibunuh, sedangkan Ali berpendapat yang dibunuh hanya yang membunuh 'Ustman saja karena tidak semua yang terlibat pembunuhan diketahui identitasnya. Akhirnya terjadilah perang siffin karena perbedaan dua pendapat tadi. Kemudian masing-masing pihak mengirim utusan untuk berunding, dan terjadilah perdamaian antara kedua belah pihak. Melihat hal ini, orang-orang khawarijpun menunjukkan jati dirinya dengan keluar dari pasukan Ali bin abi Thalib. Mereka ( Khawarij ) merencanakan untuk membunuh Mu'awiyyah bin Abi Sufyan dan Ali bin Abi Thalib, tapi yang berhasil mereka bunuh hanya Ali bin Abi Thalib.

Ajaran

Secara umum, ajaran-ajaran pokok golongan ini adalah:

  • Kaum muslimin yang melakukan dosa besar adalah kafir.
  • Kaum muslimin yang terlibat dalam perang Jamal, yakni perang antara Aisyah, Thalhah, dan Zubair melawan 'Ali ibn Abi Thalib dan pelaku arbitrase (termasuk yang menerima dan membenarkannya) dihukumi kafir.
  • Khalifah harus dipilih rakyat serta tidak harus dari keturunan Nabi Muhammad SAW dan tidak mesti keturunan Quraisy. Jadi, seorang muslim dari golongan manapun bisa menjadi kholifah asalkan mampu memimpin dengan benar.

Tokoh utama

Tokoh-tokoh utama Khawarij antara lain:

Sekte

Akibat perbedaan pendapat di antara tokoh-tokohnya, Khawarij terpecah menjadi beberapa sekte, antara lain:

Perpecahan itulah yang menghancurkan aliran Khawarij. Satu-satunya yang masih ada, Ibadi dari Oman, Zanzibar, dan Maghreb menganggap dirinya berbeda dari yang lain dan menolak disebut Khawarij.

Rujukan

  • Hamid, Syamsul Rijal. 2002. Buku Pintar Agama Islam: Edisi Senior. Bogor: Penebar Salam.
Sumber http://id.wikipedia.org/wiki/Khawarij


(8) MURJI'AH


Aliran Murji'ah adalah aliran Islam yang muncul dari golongan yang tak sepaham dengan Khowarij. Ini tercermin dari ajarannya yang bertolak belakang dengan Khowarij. Pengertian murji'ah sendiri ialah penangguhan vonis hukuman atas perbuatan seseorang sampai di pengadilan Allah SWT kelak. Jadi, mereka tak mengkafirkan seorang Muslim yang berdosa besar, sebab yang berhak menjatuhkan hukuman terhadap seorang pelaku dosa hanyalah Allah SWT, sehingga seorang Muslim, sekalipun berdosa besar, dalam kelompok ini tetap diakui sebagai Muslim dan punya harapan untuk bertobat.

Secara garis besar, ajaran-ajaran pokok Murji'ah adalah:

  1. Pengakuan iman cukup hanya dalam hati. Jadi pengikut golongan ini tak dituntut membuktikan keimanan dalam perbuatan sehari-hari. Ini merupakan sesuatu yang janggal dan sulit diterima kalangan Murjites sendiri, karena iman dan amal perbuatan dalam Islam merupakan satu kesatuan.
  2. Selama meyakini 2 kalimah syahadat, seorang Muslim yang berdosa besar tak dihukum kafir. Hukuman terhadap perbuatan manusia ditangguhkan, artinya hanya Allah yang berhak menjatuhkannya di akhirat.

Tokoh utama aliran ini ialah Hasan bin Bilal Muzni, Abu Sallat Samman, dan Diror bin 'Umar. Dalam perkembangan selanjutnya, aliran ini terbagi menjadi kelompok moderat (dipelopori Hasan bin Muhammad bin 'Ali bin Abi Tholib) dan kelompok ekstrem (dipelopori Jaham bin Shofwan).

Sumber http://id.wikipedia.org/wiki/Murji%27ah


(9) AHMADIYAH


Ahmadiyyah (Urdu: احمدیہ Ahmadiyyah) atau sering pula disebut Ahmadiyah, adalah Jamaah Muslim yang didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad (1835-1908) pada tahun 1889 di satu desa kecil yang bernama Qadian, Punjab, India. Mirza Ghulam Ahmad mengaku sebagai Mujaddid, al Masih dan al Mahdi.

Jemaat Ahmadiyah Indonesia adalah bagian dari Jamaah Muslim Ahmadiyah Internasional. Di Indonesia, organisasi ini telah berbadan hukum dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia sejak 1953 (SK Menteri Kehakiman RI No. JA 5/23/13 Tgl. 13-3-1953).

Atas nama Pemerintah Indonesia, Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri dan Jaksa Agung pada tanggal 9 Juni 2008 telah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama, yang memerintahkan kepada penganut Ahmadiyah untuk menghentikan kegiatannya yang bertentangan dengan Islam.

Tujuan pendirian

Menurut pendirinya, Mirza Ghulam Ahmad, misi Ahmadiyah adalah untuk menghidupkan kembali Islam dan menegakkan Syariah Islam. Tujuan didirikan Jemaat Ahmadiyah menurut pendirinya tersebut adalah untuk meremajakan moral Islam dan nilai-nilai kerohanian. Ahmadiyah bukanlah sebuah agama baru namun merupakan bagian dari Islam. Para pengikut Ahmadiyah mengamalkan Rukun Iman yang enam dan Rukun Islam yang lima. Gerakan Ahmadiyah mendorong dialog antar agama dan senantiasa membela Islam serta berusaha untuk memperbaiki kesalah-pahaman mengenai Islam di dunia Barat. Gerakan ini menganjurkan perdamaian, toleransi, kasih dan saling pengertian diantara para pengikut agama yang berbeda; dan sebenar-benarnya percaya dan bertindak berdasarkan ajaran al Quran : "Tidak ada paksaan dalam agama" (2:257) serta menolak kekerasan dan teror dalam bentuk apapun untuk alasan apapun.

Jemaat Muslim Ahmadiyah adalah satu organisasi keagamaan Internasional yang telah tersebar ke lebih dari 185 negara di dunia. Pergerakan Jemaat Ahmadiyah dalam Islam adalah suatu organisasi keagamaan dengan ruang lingkup internasional yang memiliki cabang di 174 negara tersebar di Afrika, Amerika Utara, Amerika Selatan, Asia, Australia dan Eropa. Saat ini jumlah keanggotaannya di seluruh dunia lebih dari 150 juta orang. Jemaat Ahmadiyah Internasional juga telah menerjemahkan al Quran ke dalam bahasa-bahasa besar di dunia dan sedang merampungkan penerjemahan al Quran ke dalam 100 bahasa di dunia. Sedangkan Jemaat Ahmadiyah di Indonesia telah menerjemahkan al Quran dalam bahasa Indonesia, Sunda, dan Jawa.

Ahmadiyah Qadian dan Lahore

Terdapat dua kelompok Ahmadiyah. Keduanya sama-sama mempercayai bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah Isa al Masih yang telah dijanjikan Nabi Muhammad SAW. Akan tetapi dua kelompok tersebut memiliki perbedaan prinsip:

  1. Ahmadiyah Qadian, di Indonesia dikenal dengan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (berpusat di Bogor), yakni kelompok yang mempercayai bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang mujaddid (pembaharu) dan seorang nabi yang tidak membawa syariat baru.
  2. Ahmadiyah Lahore, di Indonesia dikenal dengan Gerakan Ahmadiyah Indonesia (berpusat di Yogyakarta). Secara umum kelompok ini tidak menganggap Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi, melainkan hanya sekedar mujaddid dari ajaran Islam.

Selengkapnya, Ahmadiyah Lahore mempunyai keyakinan bahwa mereka:

  1. Percaya pada semua aqidah dan hukum-hukum yang tercantum dalam al Quran dan Hadits, dan percaya pada semua perkara agama yang telah disetujui oleh para ulama salaf dan ahlus-sunnah wal-jama'ah, dan yakin bahwa Nabi Muhammad SAW adalah nabi yang terakhir.
  2. Nabi Muhammad SAW adalah khatamun-nabiyyin. Sesudahnya tidak akan datang nabi lagi, baik nabi lama maupun nabi baru.
  3. Sesudah Nabi Muhammad SAW, malaikat Jibril tidak akan membawa wahyu nubuwat kepada siapa pun.
  4. Apabila malaikat Jibril membawa wahyu nubuwwat (wahyu risalat) satu kata saja kepada seseorang, maka akan bertentangan dengan ayat: walâkin rasûlillâhi wa khâtamun-nabiyyîn (QS 33:40), dan berarti membuka pintu khatamun-nubuwwat.
  5. Sesudah Nabi Muhammad SAW silsilah wahyu nubuwwat telah tertutup, akan tetapi silsilah wahyu walayat tetap terbuka, agar iman dan akhlak umat tetap cerah dan segar.
  6. Sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW, bahwa di dalam umat ini tetap akan datang auliya Allah, para mujaddid dan para muhaddats, akan tetapi tidak akan datang nabi.
  7. Mirza Ghulam Ahmad adalah mujaddid abad 14 H. Dan menurut Hadits, mujaddid akan tetap ada. Dan kepercayaan kami bahwa Mirza Ghulam Ahmad bukan nabi, tetapi berkedudukan sebagai mujaddid.
  8. Percaya kepada Mirza Ghulam Ahmad bukan bagian dari Rukun Islam dan Rukun Iman, maka dari itu orang yang tidak percaya kepada Mirza Ghulam Ahmad tidak bisa disebut kafir.
  9. Seorang muslim, apabila mengucapkan kalimah thayyibah, dia tidak boleh disebut kafir. Mungkin dia bisa salah, akan tetapi seseorang dengan sebab berbuat salah dan maksiat, tidak bisa disebut kafir.
  10. Ahmadiyah Lahore berpendapat bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah pelayan dan pengemban misi Nabi Muhammad SAW.

Sejarah penyebaran di Indonesia

Ahmadiyah Qadian

Tiga pemuda dari Sumatera Tawalib yakni sauatu pesantren di Sumatera Barat meninggalkan negerinya untuk menuntut Ilmu. Mereka adalah (alm) Abubakar Ayyub, (alm) Ahmad Nuruddin, dan (alm) Zaini Dahlan. Awalnya meraka akan berangkat ke Mesir, karena saat itu Kairo terkenal sebagai Pusat Studi Islam. Namun Guru mereka menyarankan agar pergi ke India karena negara tersebut mulai menjadi pusat pemikiran Modernisasi Islam. Sampailah ketiga pemuda Indonesia itu di Kota Lahore dan bertemu dengan Anjuman Isyaati Islam atau dikenal dengan nama Ahmadiyah Lahore. Setelah beberapa waktu disana, merekapun ingin melihat sumber dan pusat Ahmadiyah yang ada di desa Qadian. Dan setelah mendapatkan penjelasan dan keterangan, akhirnya mereka Bai'at di tangan Hadhrat Khalifatul Masih II r.a., Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad r.a. Kemudian tiga pemuda itu memutuskan untuk belajar di Madrasah Ahmadiyah yang kini disebut Jamiah Ahmadiyah. Merasa puas dengan pengajaran disana, Mereka mengundang rekan-rekan pelajar di Sumatera Tawalib untuk belajar di Qadian. Tidak lama kemudian duapuluh tiga orang pemuda Indonesia dari Sumatera Tawalib bergabung dengan ketiga pemuda Indonesia yang terdahulu, untuk melanjutkan studi juga baiat masuk ke dalam Jemaat Ahmadiyah. Dua tahun setelah peristiwa itu, para pelajar Indonesia menginginkan agar Hadhrat Khalifatul Masih II r.a. berkunjung ke Indonesia. Hal ini disampaikan (alm) Haji Mahmud - juru bicara para pelajar Indonesia dalam Bahasa Arab. Respon positif terlontar dari Hadhrat Khalifatul Masih II r.a.. Ia meyakinkan bahwa meskipun beliau sendiri tidak dapat mengunjungi Indonesia, beliau akan mengirim wakil beliau ke Indonesia. Kemudian, (alm) Maulana Rahmat Ali HAOT dikirim sebagai muballigh ke Indonesia sebagai pemenuhannya. Tanggal 17 Agustus 1925, Maulana Rahmat Ali HAOT dilepas Hadhrat Khalifatul Masih II r.a berangkat dari Qadian. Tepatnya tanggal 2 Oktober 1925 sampailah Maulana Rahmat Ali HAOT di Tapaktuan, Aceh. Kemudian berangkat menuju Padang, Sumatera Barat. Banyak kaum intelek dan orang orang biasa menggabungkan diri dengan Ahmadiyah. Pada tahun 1926, Disana, Jemaat Ahmadiyah mulai resmi berdiri sebagai organisasi.[10] Tak beberapa lama, Maulana Rahmat Ali HAOT berangkat ke Jakarta, ibukota Indonesia. Perkembangan Ahmadiyah tumbuh semakin cepat, hingga dibentuklah Pengurus Besar (PB) Jemaat Ahmadiyah dengan (alm) R. Muhyiddin sebagai Ketua pertamanya. Terjadilah Proklamasi kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Di dalam meraih kemerdekaan itu tidak sedikit para Ahmadi Indonesia yang ikut berjuang dan meraih kemerdekaan. Misalnya (alm) R. Muhyiddin. Beliau dibunuh oleh tentara Belanda pada tahun 1946 karena beliau merupakan salah satu tokoh penting kemerdekaan Indonesia. Juga ada beberapa Ahmadi yang bertugas sebagai prajurit di Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan mengorbankan diri mereka untuk negara. Sementara para Ahmadi yang lain berperan di bidang masing-masing untuk kemerdekaan Indonesia, seperti (alm) Mln. Abdul Wahid dan (alm) Mln. Ahmad Nuruddin berjuang sebagai penyiar radio, menyampaikan pesan kemerdekaan Indonesia ke seluruh dunia. Sementara itu, muballigh yang lain (alm) Mln. Sayyid Syah Muhammad merupakan salah satu tokoh penting sehingga Soekarno, Presiden pertama Republik Indonesia, di kemudian hari menganugerahkan gelar veteran kepada beliau untuk dedikasi beliau kepada negara. Di tahun lima puluhan, Jemaat Ahmadiyah Indonesia mendapatkan legalitas menjadi satu Organisasi keormasan di Indonesia. Yakni dengan dikeluarkannya Badan Hukum oleh Menteri Kehakiman RI No. JA. 5/23/13 tertanggal 13-3-1953. Ahmadiyah tidak pernah berpolitik, meskipun ketegangan politik di Indonesia pada tahun 1960-an sangat tinggi. Pergulatan politik ujung-ujungnya membawa kejatuhan Presiden pertama Indonesia, Soekarno, juga memakan banyak korban. Satu lambang era baru di Indonesia pada masa itu adalah gugurnya mahasiswa kedokteran Universitas Indonesia, Arif Rahman Hakim, yang tidak lain melainkan seorang khadim Ahmadiyah. Dia terbunuh di tengah ketegangan politik masa itu dan menjadi simbol bagi era baru pada masa itu. Oleh karena itu iapun diberikan penghargaan sebagai salah satu Pahlawan Ampera. Di Era 70-an, melalui Rabithah Alam al Islami semakin menjadi-jadi di awal 1970-an, para ulama Indonesia mengikuti langkah mereka. Maka ketika Rabithah Alam al Islami menyatakan Ahmadiyah sebagai non muslim pada tahun 1974, hingga MUI memberikan fatwa sesat terhadap Ahmadiyah. Sebagai akibatnya, Banyak mesjid Ahmadiyah yang dirubuhkan oleh massa yang dipimpin oleh ulama. Selain itu, banyak Ahmadi yang menderita serangan secara fisik. Periode 90-an menjadi periode pesat perkembangan Ahmadiyah di Indonesia bersamaan dengan diluncurkannya Moslem Television Ahmadiyya (MTA). Ketika Pengungsi Timor Timur yang membanjiri wilayah Indonesia setelah jajak pendapat dan menyatakan bahwa Timor Timur ingin lepas dari Indonesia, hal ini memberikan kesempatan kepada Majelis Khuddamul Ahmadiyah Indonesia untuk mengirimkan tim Khidmat Khalq untuk berkhidmat secara terbuka. Ketika Tahun 2000, tibalah Hadhrat Mirza Tahir Ahmad ke Indonesia datang dari London menuju Indonesia. Ketika itu beliau sempat bertemu dan mendapat sambuatan baik dari Presiden Republik Indonesia, Abdurahman Wahid dan Ketua MPR, Amin Rais

Ahmadiyah Lahore

Tahun 1924 dua pendakwah Ahmadiyah Lahore Mirza Wali Ahmad Baig dan Maulana Ahmad, datang ke Yogyakarta. Minhadjurrahman Djojosoegito, seorang sekretaris di organisasi Muhammadiyah, mengundang Mirza dan Maulana untuk berpidato dalam Muktamar ke-13 Muhammadiyah, dan menyebut Ahmadiyah sebagai "Organisasi Saudara Muhammadiyah". [12]

Pada tahun 1926, Haji Rasul mendebat Mirza Wali Ahmad Baig, dan selanjutnya pengajaran paham Ahmadiyah dalam lingkup Muhammadiyah dilarang. Pada Muktamar Muhammadiyah 18 di Solo tahun 1929, dikeluarkanlah pernyataan bahwa "orang yang percaya akan Nabi sesudah Muhammad adalah kafir". Djojosoegito yang diberhentikan dari Muhammadiyah, lalu membentuk dan menjadi ketua pertama dari Gerakan Ahmadiyah Indonesia, yang resmi berdiri 4 April 1930.

Status di Berbagai Negara

Pakistan

Di Pakistan, parlemen telah mendeklarasikan pengikut Ahmadiyah sebagai non-muslim. Pada tahun 1974, pemerintah Pakistan merevisi konstitusinya tentang definisi Muslim, yaitu "orang yang meyakini bahwa Nabi Muhammad adalah nabi terakhir. Penganut Ahmadiyah, baik Qadian maupun Lahore, dibolehkah menjalankan kepercayaannya di Pakistan, namun harus mengaku sebagai agama tersendiri di luar Islam.

Indonesia

Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menetapkan Ahmadiyah sebagai aliran sesat semenjak tahun 1980, lalu ditegaskan kembali pada fatwa MUI yang dikeluarkan tahun 2005.

Malaysia

Di Malaysia Ahmadiyah telah lama dilarang.

Brunei Darussalam

Sebagaimana di Malaysia, di Brunei Darussalam pun status terlarang ditetapkan untuk Ahmadiyah.

Kontroversi ajaran Ahmadiyah

Menurut sudut pandang umum umat Islam, ajaran Ahmadiyah (Qadian) dianggap melenceng dari ajaran Islam sebenarnya karena mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi yaitu Isa al Masih dan Imam Mahdi, hal yang bertentangan dengan pandangan umumnya kaum muslim yang mempercayai Nabi Muhammad SAW sebagai nabi terakhir walaupun juga mempercayai kedatangan Isa al Masih dan Imam Mahdi setelah Beliau saw(Isa al Masih dan Imam Mahdi akan menjadi umat Nabi Muhammad SAW).

Perbedaan Ahmadiyah dengan kaum Muslim pada umumnya adalah karena Ahmadiyah menganggap bahwa Isa al Masih dan Imam Mahdi telah datang ke dunia ini seperti yang telah dinubuwwatkan Nabi Muhammad SAW. Namun umat Islam pada umumnya mempercayai bahwa Isa al Masih dan Imam Mahdi belum turun ke dunia. Sedangkan permasalahan-permasalahan selain itu adalah perbedaan penafsiran ayat-ayat al Quran saja.

Ahmadiyah sering dikait-kaitkan dengan adanya kitab Tazkirah. Sebenarnya kitab tersebut bukanlah satu kitab suci bagi warga Ahmadiyah, namun hanya merupakan satu buku yang berisi kumpulan pengalaman ruhani pendiri Jemaat Ahmadiyah, layaknya diary. Tidak semua anggota Ahmadiyah memilikinya, karena yang digunakan sebagai pegangan dan pedoman hidup adalah Al Quran-ul-Karim saja.

Ada pula yang menyebutkan bahwa Kota suci Jemaat Ahmadiyah adalah Qadian dan Rabwah. Namun tidak demikian adanya, kota suci Jemaat Ahmadiyah adalah sama dengan kota suci umat Islam lainnya, yakni Mekkah dan Madinah.

Sedangkan Ahmadiyah Lahore mengakui bahwa Mirza Ghulam Ahmad hanyalah mujaddid dan tidak disetarakan dengan posisi nabi, sesuai keterangan Gerakan Ahmadiyah Indonesia (Ahmadiyah Lahore) untuk Indonesia yang berpusat di Yogyakarta.

Ahmadiyah menurut pengikutnya

Pada tahun 1835, di sebuah desa bernama Qadian, di daerah Punjab, India, lahir seorang anak laki-laki bernama Ghulam Ahmad. Orang tuanya Muslim dan ia tumbuh dewasa menjadi seorang Muslim yang luar biasa. Sejak awal kehidupannya, Mirza Ghulam Ahmad sudah amat tertarik pada telaah dan khidmat agama Islam. Ia sering bertemu dengan individual Kristiani, Hindu ataupun Sikh dalam perdebatan publik, serta menulis dan bicara tentang mereka. Hal ini menjadikan lingkungan keagamaan menjadi tertarik kepadanya dan ia dikenal baik oleh para pimpinan komunitas. Mirza Ghulam Ahmad mulai menerima wahyu Ilahi sejak usia muda dan dengan berjalannya waktu maka pengalaman perwahyuannya berlipat kali secara progresif. Setiap wahyu yang diterimanya kemudian terpenuhi pada saatnya, sebagian di antaranya yang berkaitan dengan masa depan masih menunggu pemenuhannya. Dakwahnya menyatakan diri sebagai Imam Mahdi dan Masih Mau'ud (al Masih) dilakukan di akhir tahun 1890, dan dipublikasikan ke seluruh dunia. Pernyataannya, seperti juga halnya para pembaharu Ilahiah lainnya seperti Nabi Isa dan Nabi Muhammad SAW, langsung mendapat tentangan luas. Sebelum menyatakan dirinya sebagai Masih Mau'ud, Allah SWT telah menjanjikan kepada Mirza Ghulam Ahmad melalui wahyu bahwa: Aku akan membawa pesanmu sampai ke ujung-ujung dunia.— Mirza Ghulam Ahmad

Wahyu ini memberikan janji akan adanya dukungan Ilahi dalam penyebaran ajaran Jemaat yang telah dimulainya di dalam Islam. Mentaati perintah Tuhan, Mirza Ghulam Ahmad menyatakan diri sebagai Al-Masih bagi umat Kristiani, sebagai Imam Mahdi bagi umat Muslim, sebagai Krishna bagi umat Hindu, dan lain sebagainya. Jelasnya, ia adalah "Nabi Yang Dijanjikan" bagi masing-masing bangsa, dan ditugaskan untuk menyatukan umat manusia di bawah bendera satu agama. Nabi Muhammad SAW sebagai nabi umat Islam adalah seorang nabi yang membawa ajaran yang bersifat universal; dan sosok Mirza Ghulam Ahmad yang menyatakan diri sebagai al Masih yang dijanjikan juga menyatakan dirinya tunduk dan menjadi refleksi dari Muhammad, Khataman Nabiyin. Menjelaskan tentang tujuan diutusnya wujud Masih Mau'ud, ia menjelaskan:
Tugas yang diberikan Tuhan kepadaku ialah agar aku dengan cara menghilangkan hambatan di antara hamba dan Khalik-nya, menegakkan kembali di hati manusia, kasih dan pengabdian kepada Allah. Dan dengan memanifestasikan kebenaran lalu mengakhiri semua perselisihan dan perang agama, sebagai fondasi dari kedamaian abadi serta memperkenalkan manusia kepada kebenaran ruhaniah yang telah dilupakannya selama ini. Begitu juga aku akan menunjukkan kepada dunia makna kehidupan keruhanian yang hakiki yang selama ini telah tergeser oleh nafsu duniawi. Dan melalui kehidupanku sendiri, memanifestasikan kekuatan Ilahiah yang sebenarnya dimiliki manusia namun hanya bisa nyata melalui doa dan ibadah. Di atas segalanya adalah aku harus menegakkan kembali Ketauhidan Ilahi yang suci, yang telah sirna dari hati manusia, yang bersih dari segala kekotoran pemikiran polytheistik.
Mirza Ghulam Ahmad

Menyusul wafatnya Mirza Ghulam Ahmad pada tahun 1908, para Muslim Ahmadi memilih seorang pengganti sebagai Khalifah. Sosok Khalifah merupakan pimpinan keruhanian dan administratif dari Jemaat Islam Ahmadiyah. Pimpinan tertinggi dari Jemaat Ahmadiyah di seluruh dunia pada saat ini (2007) adalah Hadhrat Mirza Masroor Ahmad yang berkedudukan di London, dan terpilih sebagai Khalifah kelima. Ia banyak berkunjung ke berbagai negara dan cermat mengamati budaya dan masyarakat lainnya.

Dengan bimbingan seorang Khalifah, Jemaat Ahmadiyah berada di barisan terdepan dalam khidmat dan kesejahteraan kemanusiaan. Banyak sekolah-sekolah, klinik dan rumah sakit yang didirikan di berbagai negeri, dimana mereka yang papa dan miskin dirawat secara gratis. Saat terjadi bencana alam, Jemaat Ahmadiyah membantu secara sukarela secara finansial ataupun fisik tanpa membedakan agama, warna kulit atau pun bangsa. Jemaat Ahmadiyah telah memiliki jaringan televisi global yang bernama "MTA (Muslim Television Ahmadiyya) International", yang mengudara dua puluh empat jam sehari dalam beberapa bahasa dunia. Layanan ini diberikan tanpa memungut biaya. Jemaat Ahmadiyah telah menyebar ke lebih dari 170 negara di dunia dan populasinya diperkirakan sudah mencapai 80 juta manusia yang telah berbai'at ke dalam Jemaat pada tahun 2001.

Bai'at dalam Jemaat Ahmadiyah

Bulan Desember 1888, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad mengaku telah menerima ilham Ilahi untuk mengambil bai'at dari orang-orang. Bai'at yang pertama diselenggarakan di kota Ludhiana pada tanggal 23 Maret 1889 di rumah seorang mukhlis bernama Mia Ahmad Jaan. Dan orang yang bai'at pertama kali adalah Hadhrat Maulvi Nuruddin (yang nantinya menjadi Khalifah pertama Jemaat Ahmadiyah). Pada hari itu kurang lebih 40 orang telah bai'at.

Sepuluh syarat Bai'at

  1. Orang yang bai'at, berjanji dengan hati jujur bahwa dimasa yang akan datang hingga masuk ke dalam kubur, senantiasa akan menjauhi syirik.
  2. Akan senantiasa menghindarkan diri dari segala corak bohong, zina, pandangan birahi terhadap bukan muhrim, perbuatan fasik, kejahatan, aniaya, khianat, huru-hara, pemberontakan; serta tidak akan dikalahkan oleh gejolak-gejolak hawa nafsunya meskipun bagaimana juga dorongan terhadapnya.
  3. Akan senantiasa mendirikan salat lima waktu tanpa putus-putusnya, semata-mata karena mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya. Dan dengan sekuat tenaga akan senantiasa mengerjakan salat tahajjud, dan mengirimkan shalawat kepada Yang Mulia Rasulullah saw, dan memohon ampun dari kesalahan dan memohon perlindungan dari dosa; akan ingat setiap saat kepada nikmat-nikmat Allah, lalu mensyukuri dengan hati tulus, serta memuji dan menjunjung-Nya dengan hati yang penuh kecintaan.
  4. Tidak akan kesusahan apapun yang tidak pada tempatnya terhadap makhluk Allah umumnya dan kaum Muslimin khususnya karena dorongan hawa nafsunya, baik dengan lisan atau dengan tangan atau dengan cara papaun juga.
  5. Akan tetap setia terhadap Allah Taala baik dalam segala keadaan susah ataupun senang, dalam duka atau suka, nikmat dan musibah; pendeknya, akan rela atas putusan Allah. Dan senatiasa akan bersedia menerima segala kehinaan dan kesusahan di dalam jalan Allah. Tidak akan memalingkan mukanya dari Allah Taala ketika ditimpa suatu musibah, bahkan akan terus melangkah ke muka.
  6. Akan berhenti dari adat yang buruk dan dari menuruti hawa nafsu. Dan benar-benar akan menjunjung tinggi perintah al Quran Suci atas dirinya. Firman Allah dan sabda Rasul-Nya itu akan menjadi pedoman baginya dalam setiap langkahnya.
  7. Meninggalkan takabur dan sombong; akan hidup dengan merendahkan diri, beradat lemah lembut, berbudi pekerti halus, dan sopan santun.
  8. Akan menghargai agama, kehormatan agama dan mencintai Islam lebih dari pada jiwanya, hartanya, anak-anaknya, dan dari segala yang dicintainya.
  9. Akan selamanya menaruh belas kasihan terhadap makhluk Allah umumnya, dan akan sejauh mungkin mendatangkan faedah kepada umat manusia dengan kekuatan dan nikmat yang dianugerahkan Allah Taala kepadanya.
  10. Akan mengikat tali persaudaraan dengan hamba ini "Imam Mahdi dan al Masih Mau'ud", semata-mata karena Allah dengan pengakuan taat dalam hal ma'ruf dan akan berdiri di atas perjanjian ini hingga mautnya, dan menjunjung tinggi ikatan perjanjian ini melebihi ikatan duniawi, baik ikatan keluarga, ikatan persahabatan, ataupun ikatan kerja.

Para Pemimpin Ahmadiyah sepeninggal Hazrat Mirza Ghulam Ahmad

Khalifah Ahmadiyah Qadiyan

  1. Hadhrat Hakim Maulana Nur-ud-Din, Khalifatul Masih I, 27 Mei 1908 - 13 Maret 1914
  2. Hadhrat Alhaj Mirza Bashir-ud-Din Mahmood Ahmad, Khalifatul Masih II, 14 Maret 1914 - 7 November 1965
  3. Hadhrat Hafiz Mirza Nasir Ahmad, Khalifatul Masih III, 8 November 1965 - 9 Juni 1982
  4. Hadhrat Mirza Tahir Ahmad, Khalifatul Masih IV, 10 Juni 1982 - 19 April 2003
  5. Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, Khalifatul Masih V, 22 April 2003 - sekarang

Amir Gerakan Ahmadiyah (AAIIL)

Gerakan Ahmadiyah (Ahmadiyah Movement) atau Ahmadiyah Lahore tidak mengenal khalifah sebagai pemimpin, akan tetapi seorang Amir yang diangkat sebagai pemimpin.

Adapun para Amir tersebut adalah sbb:

  1. Hazrat Maulana Hakim Nurudin
  2. Maulana Muhammad Ali MA. LLB.
  3. Maulana Sadrudin
  4. Dr. Saed Ahmad Khan
  5. Prof. Dr. Asghar Hamid Ph.D
  6. Prof. Dr.Abdul Karim Saeed

Media elektronik

Salah satu media elektronik milik Ahmadiyah yang terbesar adalah televisi. Mereka telah membuat satu televisi yang mereka namai MTA, yaitu Moslem Television Ahmadiyya. Proyek ini dirintis oleh Khalifah Ahmadiyah yang ke-empat, Mirza Tahir Ahma.

Web yang dikelola Ahmadiyah Qadiyan dapat dilihat di link http://www.alislam.org/books/

Web yang dikelola Ahmadiyah Lahore dapat dilihat di link http://studiislam.wordpress.com/

Rujukan

Sumber http://id.wikipedia.org/wiki/Ahmadiyah